Bupati KBB Belum Putuskan Penetapan UMK
A
A
A
BANDUNG BARAT - Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna belum bisa memberikan jawaban dan keputusan terkait aturan mana yang akan dipakai dalam menetapkan UMK Kabupaten Bandung Barat (KBB) 2020. Umbara beralasan masih harus membicarakan hal tersebut dengan elemen terkait baik disnaker, buruh, appindo, karena penetapan UMK akan berpengaruh kepada segala hal.
"Belum diputuskan, kami masih diskusi dengan buruh dan pihak terkait lain. Aturan mana yang akan dipakai, liat nanti tapi jangan sampai ada yang dirugikan," kata Umbara, Sabtu (16/11/2019).
Dia menampung keinginan dari perwakilan buruh yang menolak jika penetapan UMK memkai aturan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Tapi pihaknya juga tetap harus mendapatkan masukan dari Disnaker dan juga kalangan pengusaha, supaya ada kesamaan cara pandang dan tidak menguntungkan salah satu pihak saja.
Umbara sependapat jika buruh di KBB harus sejahtera, terperhatikan sandang, pangan, dan papannya. Pemerintah daerah pun terus mendukung agar buruh di KBB memiliki rumah layak, sehingga ke depan akan dibangun perumahan khusus buruh. Tapi di sisi lain iklim investasi juga harus dijaga jangan sampai pengusaha keberatan, seperti banyak terjadi di daerah lain pengusaha memindahkan pabriknya ke daerah lain.
"Tunggu saja dalam beberapa hari akan kembali rapat dengan buru untuk mencari solusi sebelum batas waktu terakhir rekomendasi diserahkan ke provinsi," imbuhnya .
Ketua PUK SPSI Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM) PT Ultra Jaya, Kiki Permana Saputra menyebutkan, soal UMK 2020 pihaknya tetap pada prinsip tidak mau mengacu ke PP 78/2015. Tetapi menggunakan parameter kenaikan upah sesuai survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi acuan dari hasil survei pasar Dewan Pengupahan (DP) Kabupaten. Sebab jika acuannya menggunakan PP 78 maka kenaikan UMK 2020 hanya sekitar 8.51%.
"Kami inginnya penetapan UMK itu melihat dari hasil survei pasar oleh DP KBB, inflasi tahun depan, dan PDRB KBB, sehingga nantinya muncul angka berapa KHL untuk di KBB," ucapnya.
"Belum diputuskan, kami masih diskusi dengan buruh dan pihak terkait lain. Aturan mana yang akan dipakai, liat nanti tapi jangan sampai ada yang dirugikan," kata Umbara, Sabtu (16/11/2019).
Dia menampung keinginan dari perwakilan buruh yang menolak jika penetapan UMK memkai aturan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Tapi pihaknya juga tetap harus mendapatkan masukan dari Disnaker dan juga kalangan pengusaha, supaya ada kesamaan cara pandang dan tidak menguntungkan salah satu pihak saja.
Umbara sependapat jika buruh di KBB harus sejahtera, terperhatikan sandang, pangan, dan papannya. Pemerintah daerah pun terus mendukung agar buruh di KBB memiliki rumah layak, sehingga ke depan akan dibangun perumahan khusus buruh. Tapi di sisi lain iklim investasi juga harus dijaga jangan sampai pengusaha keberatan, seperti banyak terjadi di daerah lain pengusaha memindahkan pabriknya ke daerah lain.
"Tunggu saja dalam beberapa hari akan kembali rapat dengan buru untuk mencari solusi sebelum batas waktu terakhir rekomendasi diserahkan ke provinsi," imbuhnya .
Ketua PUK SPSI Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM) PT Ultra Jaya, Kiki Permana Saputra menyebutkan, soal UMK 2020 pihaknya tetap pada prinsip tidak mau mengacu ke PP 78/2015. Tetapi menggunakan parameter kenaikan upah sesuai survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi acuan dari hasil survei pasar Dewan Pengupahan (DP) Kabupaten. Sebab jika acuannya menggunakan PP 78 maka kenaikan UMK 2020 hanya sekitar 8.51%.
"Kami inginnya penetapan UMK itu melihat dari hasil survei pasar oleh DP KBB, inflasi tahun depan, dan PDRB KBB, sehingga nantinya muncul angka berapa KHL untuk di KBB," ucapnya.
(wib)