Harga Elpiji Meroket, Hiswana Kumpulkan Agen dan Pangkalan
A
A
A
PURWAKARTA - Hiswana Migas DPC Purwakarta mengumpulkan seluruh agen elpiji 3 kg menindaklanjuti arahan Bupati Anne Ratna Mustika yang meminta ada perbaikan jalur distribusi gas bersubsidi. Bupati masih menemukan ada keluahan masyarakat yang tidak kebagian gas melon, dan harganya meroket melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Pengumpulan agen serta pangkalan ini, bertujuan penyamaan persepsi tentang penyaluran elpiji bersubsidi. Sehingga, di lapangan tidak terjadi lagi masalah krusial soal barang negara bersubsidi itu. Salah satunya berkaitan dengan penjualan di atas HET.
"Harga di masyarakat lebih tinggi dari HET masih ditemukan. Tapi apabila ada berita kelangkaan, biasanya terjadi manakala para pengecer tidak kebagian tabung untuk diperjualbelikan lagi," ungkap Ketua Hiswana Migas DPC Purwakarta Arry Syafrudin, Rabu (23/10/2019).
Para pengecer yang disebut mafia gas karena sering minta jatah ke pangkalan atau potong jalur distribusi dari agen ke pangkalan. Pengalaman sebelumnya yang berani dan berkepentingan langsung dengan usaha ilegalnya dengan melapor ke pemda atau ke pusat pengaduan adalah para pengecer. "Bupati Purwakarta pantas dan wajar kesal dengan keadaan ini mengingat sampai hari ini belum keluar data siapa yang berhak menerima subsidi," kata Arry.
Seperti diketahui, syarat pembelian gas subsidi di pangkalan harus menyerahkan KTP. Namun, masalahnya belum ada tanda spesifik KTP mana yang menunjukkan rakyat miskin. Kesadaran masyarakat mampu untuk tidak menggunakan gas subsidi masih kurang. Tentunya kondisi ini bukan hanya terjadi di Purwakarta.
"Solusinya harus ada regulasi yang tegas dari pemerintah untuk penjual dan pembeli yang melanggar, kalau bisa ada sanksi pidana, termasuk untuk pembeli perorangan yang secara ekonomi adalah kalangan mampuh," ujar Ari.
Selain warga kurang mampuh atau miskin, pengguna yang berhak menggunakan gas bersubsidi adalah usaha mikro. Masalahnya serupa, sampai hari ini belum ada data atau labelisasi pelaku usaha mikro yang berhak menggunakan Elpiji 3Kg. Misalnya dengan sticker yang ber ID dan barcode.
Masyarakat masuk kategori miskin versi Pemkab Purwakarta adalah mereka yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 juta/bulan. Mereka adalah masyarakat sasaran gas bersubsidi. Masyarakat berpenghasilan di atas Rp1,5juta/bulan dilarang menggunakan gas bersubsidi. Lalu bagaimana buruh pabrik, saat ini buruh pabrik di Purwakarta saja sudah berpenghasilan Rp3,7juta/bulan sesuai dengan UMK Purwakarta. Juga pembeli yang ber KTP di luar Purwakarta karena ketentuan subsidi dipantau per kabupaten.
"Jalan terbaik yang ditempuh adalah Pemda segera menerapkan verifikasi KTP dengan daftar penerima rastra sebagai daftar konsumen subsidi. Juga usaha mikro bisa segera didata dan dibuatkan sticker barcode agar bisa dijadikan dasar penyaluran. Selebihnya hanya faktor kemanusiaan dengan tetap memasukan buruh pabrik dan lenduduk urban sebagai penerima subaidi," tutur Arry.
Pasalnya, tegas dia, sampai hari ini belum ada daftar penerima subsidi elpiji tertentu. Jika diterapkan sesuai aturan berdasar angka kemiskinan, merunut pada web resmi Pemkab Purwakarta ditambah perkiraan jumlah usaha mikro sama dengan kebutuhan keluarga miskin, maka kebutuhan gas subsidi di Purwakarta berkisar 30% dari alokasi sekarang.
"Jika ini diterpakan akan terjadi kelangkaan nyata. Apabila buruh pabrik yg berpenghasilan di atas Rp1,5 juta sebagai batas maksimal penghasilan penerima subsidi maka dipastikan alokasinya akan berkurang lagi sebanyak jumlah buruh di Purwakarta dengan jatah 3 tabung sebulan perkepala keluarga,"pungkas Arry.
Pengumpulan agen serta pangkalan ini, bertujuan penyamaan persepsi tentang penyaluran elpiji bersubsidi. Sehingga, di lapangan tidak terjadi lagi masalah krusial soal barang negara bersubsidi itu. Salah satunya berkaitan dengan penjualan di atas HET.
"Harga di masyarakat lebih tinggi dari HET masih ditemukan. Tapi apabila ada berita kelangkaan, biasanya terjadi manakala para pengecer tidak kebagian tabung untuk diperjualbelikan lagi," ungkap Ketua Hiswana Migas DPC Purwakarta Arry Syafrudin, Rabu (23/10/2019).
Para pengecer yang disebut mafia gas karena sering minta jatah ke pangkalan atau potong jalur distribusi dari agen ke pangkalan. Pengalaman sebelumnya yang berani dan berkepentingan langsung dengan usaha ilegalnya dengan melapor ke pemda atau ke pusat pengaduan adalah para pengecer. "Bupati Purwakarta pantas dan wajar kesal dengan keadaan ini mengingat sampai hari ini belum keluar data siapa yang berhak menerima subsidi," kata Arry.
Seperti diketahui, syarat pembelian gas subsidi di pangkalan harus menyerahkan KTP. Namun, masalahnya belum ada tanda spesifik KTP mana yang menunjukkan rakyat miskin. Kesadaran masyarakat mampu untuk tidak menggunakan gas subsidi masih kurang. Tentunya kondisi ini bukan hanya terjadi di Purwakarta.
"Solusinya harus ada regulasi yang tegas dari pemerintah untuk penjual dan pembeli yang melanggar, kalau bisa ada sanksi pidana, termasuk untuk pembeli perorangan yang secara ekonomi adalah kalangan mampuh," ujar Ari.
Selain warga kurang mampuh atau miskin, pengguna yang berhak menggunakan gas bersubsidi adalah usaha mikro. Masalahnya serupa, sampai hari ini belum ada data atau labelisasi pelaku usaha mikro yang berhak menggunakan Elpiji 3Kg. Misalnya dengan sticker yang ber ID dan barcode.
Masyarakat masuk kategori miskin versi Pemkab Purwakarta adalah mereka yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 juta/bulan. Mereka adalah masyarakat sasaran gas bersubsidi. Masyarakat berpenghasilan di atas Rp1,5juta/bulan dilarang menggunakan gas bersubsidi. Lalu bagaimana buruh pabrik, saat ini buruh pabrik di Purwakarta saja sudah berpenghasilan Rp3,7juta/bulan sesuai dengan UMK Purwakarta. Juga pembeli yang ber KTP di luar Purwakarta karena ketentuan subsidi dipantau per kabupaten.
"Jalan terbaik yang ditempuh adalah Pemda segera menerapkan verifikasi KTP dengan daftar penerima rastra sebagai daftar konsumen subsidi. Juga usaha mikro bisa segera didata dan dibuatkan sticker barcode agar bisa dijadikan dasar penyaluran. Selebihnya hanya faktor kemanusiaan dengan tetap memasukan buruh pabrik dan lenduduk urban sebagai penerima subaidi," tutur Arry.
Pasalnya, tegas dia, sampai hari ini belum ada daftar penerima subsidi elpiji tertentu. Jika diterapkan sesuai aturan berdasar angka kemiskinan, merunut pada web resmi Pemkab Purwakarta ditambah perkiraan jumlah usaha mikro sama dengan kebutuhan keluarga miskin, maka kebutuhan gas subsidi di Purwakarta berkisar 30% dari alokasi sekarang.
"Jika ini diterpakan akan terjadi kelangkaan nyata. Apabila buruh pabrik yg berpenghasilan di atas Rp1,5 juta sebagai batas maksimal penghasilan penerima subsidi maka dipastikan alokasinya akan berkurang lagi sebanyak jumlah buruh di Purwakarta dengan jatah 3 tabung sebulan perkepala keluarga,"pungkas Arry.
(zil)