Melihat Bangunan Pertahanan Para Pejuang Melawan Jepang di Pangandaran
A
A
A
Tim Eskavasi dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung menemukan belasan tinggalan bangunan pertahanan jaman Kolonial Jepang di Cagar Alam Pananjung, pantai Pangandaran.
Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran Aceng Hasim mengatakan, bangunan pertahanan Jepang tersebut berupa struktur dan ceruk. "Pada eskavasi sebelumnya, hanya ditemukan bunker di 4 lokasi dan 10 goa di tempat berbeda," kata Aceng.
Aceng menambahkan, struktur merupakan sebagai tinggalan pertahanan Jepang di Cagar Alam, Pananjung yang dibuat sekitar tahun 1941-1942.
"Tempat tersebut merupakan susunan batu atau porselen pada permukaan tanah yang berbentuk persegi panjang dan dipergunakan untuk memata-matai musuh," tambahnya.
Struktur juga diduga sebagai tempat untuk melakukan serangan bersenjata kepada pihak musuh.
Aceng menjelaskan, sedangkan Ceruk merupakan bangunan didalam perut bumi menyerupai goa kecil yang dapat dihuni 2 hingga 3 orang. "Ceruk berfungsi sebagai tempat berlindung jika terdapat serangan dari pihak musuh," jelasnya.
Ketua Tim Evakuasi dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung Oky Oktaviandi didampingi Pelaksana Teknis Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Serang Banten Haris Yanto menjelaskan eskavasi tahun 2015 lalu pihaknya hanya menemukan 4 bunker dan 10 goa.
"Posisi struktur dan ceruk yang kami temukan awalnya tertimbun tanah, setebal 60 centi meter hingga 80 centi meter sehingga tidak tampak dari permukaan," kata Oky.
Dia menambahkan, petunjuk bangunan cagar budaya tersebut ditemukan dari keberadaan parit.
Parit tersebut, kata Oky, memanjang dan saling terhubung antar bangunan yang ada yaitu bunker, goa, struktur, dan ceruk. "Jika tentara Jepang akan menuju setiap bangunan yang ada, mereka melewati parit setinggi 160 centi meter," tambahnya.
"Sehingga, jika ada musuh yang mengamati dari permukaan maupun dari atas pesawat, keberadaan mereka tersembunyi,"pungkasnya.
Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran Aceng Hasim mengatakan, bangunan pertahanan Jepang tersebut berupa struktur dan ceruk. "Pada eskavasi sebelumnya, hanya ditemukan bunker di 4 lokasi dan 10 goa di tempat berbeda," kata Aceng.
Aceng menambahkan, struktur merupakan sebagai tinggalan pertahanan Jepang di Cagar Alam, Pananjung yang dibuat sekitar tahun 1941-1942.
"Tempat tersebut merupakan susunan batu atau porselen pada permukaan tanah yang berbentuk persegi panjang dan dipergunakan untuk memata-matai musuh," tambahnya.
Struktur juga diduga sebagai tempat untuk melakukan serangan bersenjata kepada pihak musuh.
Aceng menjelaskan, sedangkan Ceruk merupakan bangunan didalam perut bumi menyerupai goa kecil yang dapat dihuni 2 hingga 3 orang. "Ceruk berfungsi sebagai tempat berlindung jika terdapat serangan dari pihak musuh," jelasnya.
Ketua Tim Evakuasi dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung Oky Oktaviandi didampingi Pelaksana Teknis Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Serang Banten Haris Yanto menjelaskan eskavasi tahun 2015 lalu pihaknya hanya menemukan 4 bunker dan 10 goa.
"Posisi struktur dan ceruk yang kami temukan awalnya tertimbun tanah, setebal 60 centi meter hingga 80 centi meter sehingga tidak tampak dari permukaan," kata Oky.
Dia menambahkan, petunjuk bangunan cagar budaya tersebut ditemukan dari keberadaan parit.
Parit tersebut, kata Oky, memanjang dan saling terhubung antar bangunan yang ada yaitu bunker, goa, struktur, dan ceruk. "Jika tentara Jepang akan menuju setiap bangunan yang ada, mereka melewati parit setinggi 160 centi meter," tambahnya.
"Sehingga, jika ada musuh yang mengamati dari permukaan maupun dari atas pesawat, keberadaan mereka tersembunyi,"pungkasnya.
(nag)