Diangkut Pesawat Hercules, 120 Pengungsi Wamena Papua Pulang ke Jatim
A
A
A
MALANG - Kerusuhan yang mendera wilayah Wamena, Papua, memaksa warga Jawa Timur (Jatim) yang telah tinggal di wilayah tersebut, mengungsi pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Gelombang pertama pengungsian tiba di Lanud Abdulrachman Saleh Malang, pada Rabu (2/10/2019), sekitar pukul 14.50 WIB, diangkut menggunakan pesawat angkut berat C130 hercules dari Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang.
Kedatangan sebanyak 120 pengungsi dari berbagai daerah di Jatim tersebut, disambut langsung oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, bersama Komandan Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Marsma TNI Helsy Paat, Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edy Jarwoko, Kapolres Malang, AKBP Yade Setiawan Ujung, Bupati Malang, Sanusi, dan Bupati Sampang, Slamet Junaedi.
Khofifah yang menyambut kedatangan langsung pengungsi gelombang pertama ini, sempat menitikkan air mata saat melihat kondisi para pengungsi. Disalaminya satu-persatu pengungsi yang tiba di Lanud Abdulrachman Saleh Malang.
"Ini merupakan upaya yang bisa kami lakukan untuk melindungi keselamatan warga. Ke depannya akan kami koordinasikan dengan Pemkab atau Pemkot setempat, untuk penanganan lebih lanjut di daerahnya masing-masing," tuturnya.
Saat ini, para pengungsi yang sudah datang akan langsung diantarkan ke rumah keluarganya masing-masing. "Semua kami antarkan sampai tujuan. Kalaupun ada yang akan singgah ke rumah keluarganya, juga akan kami layani," tegasnya.
Sementara menurut Helsy Paat, saat ini sudah ada tiga unit pesawat angkut berat C130 Hercules dari Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang, yang diterjunkan dalam misi kemanusiaan ini.
"Satu pesawat sudah kembali ke Malang, dengan membawa 120 pengungsi. Dua pesawat lagi masih bertugas di Papua, untuk mengangkut pengungsi dari Wamena, ke Sentani," ujar marsekal bintang satu ini.
Salah seorang pengungsi, Suparman, asal Kabupaten Pasuruan, mengaku sudah enam tahun ini tinggal di Wamena. Selama di sana, dia mencari nafkah sebagai tukang ojek. Usaha yang dirintisnya, terpaksa ditinggalkan begitu saja untuk menyelamatkan diri.
"Kejadiannya waktu itu sangat cepat. Tiba-tiba saja banyak orang datang ke tempat tinggal kami, dan langsung merusak serta membakar rumah. Saya lari menyelamatkan diri ke kantor polisi," ujar bapak satu anak ini.
Dia sendiri menyebut, bahwa orang-orang yang datang menyerbu permukimannya bukanlah warga yang dikenalnya. "Warga asli Wamena, yang ada di sekitar permukiman kami, ikut melindungi kami. Yang datang menyerang, bukan warga asli di situ, mereka tidak kami kenali," tuturnya.
Sementara ini, Suparman akan menetap di kampung halamannya di Kabupaten Pasuruan, sambil mencari pekerjaan lain. Dia belum berani memutuskan untuk kembali ke Wamena, karena masih trauma, dan menunggu kondisinya reda.
Ramadani (23) warga Kabupaten Probolinggo, juga terpaksa pulang kampung bersama istrinya yang sedang hamil lima bulan. Dia baru satu tahun ini tinggal di Wamena, dan bekerja di sebuah toko handphone (HP).
"Semua barang-barang tidak mampu diselamatkan, yang terpeting kami sekeluarga selamat. Saat kerusuhan, kami sekeluarga ditolong warga asli Wamena, yang tinggal di sekat rumah. Kelompok yang datang menyerang, bukan warga asli di situ," tuturnya.
Dia berharap kondisi di Wamena, segera pulih dan damai seperti sedia kala. Saat ini masih banyak kerabat dan warga Jatim yang mengungsi di Bandara Wamena. Mereka belum bisa terangkut ke Sentani.
Sementara itu menurut Komandan Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Letkol Pnb. Suryo Anggoro menyebutkan, penerbangan untuk membawa 120 orang pengungsi asal Jatim ini, memakan waktu selama delapan jam.
"Kami sebelumnya berangkat dari Wamena, lalu menuju ke Sentani. Dari Sentani, kami terbang ke Biyak. Di Biyak pesawat sempat bermalam satu malam, lalu diberangkatkan menuju Ambon, Makasar, dan baru ke Malang," tuturnya.
Dia menyebutkan, selain dari Skadron Udara 32, juga ada pesawat angkut berat C130 Hercules dari Skadron Udara 31 Halim Perdana Kusuma, dan Skadron Udara 33 yang diperbantukan untuk menjalankan misi kemanusiaan, mengangkut para pengungsi dari Wamena, ke Sentani.
Total ada enam pesawat C130 Hercules, yang dioperasikan TNI AU untuk menangani pengungsi di Wamena. Pesawat-pesawat ini, setiap hari hilir mudik Wamena-Sentani, untuk membawa para pengungsi ke daerah yang tidak dilanda kerusuhan.
Gelombang pertama pengungsian tiba di Lanud Abdulrachman Saleh Malang, pada Rabu (2/10/2019), sekitar pukul 14.50 WIB, diangkut menggunakan pesawat angkut berat C130 hercules dari Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang.
Kedatangan sebanyak 120 pengungsi dari berbagai daerah di Jatim tersebut, disambut langsung oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, bersama Komandan Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Marsma TNI Helsy Paat, Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edy Jarwoko, Kapolres Malang, AKBP Yade Setiawan Ujung, Bupati Malang, Sanusi, dan Bupati Sampang, Slamet Junaedi.
Khofifah yang menyambut kedatangan langsung pengungsi gelombang pertama ini, sempat menitikkan air mata saat melihat kondisi para pengungsi. Disalaminya satu-persatu pengungsi yang tiba di Lanud Abdulrachman Saleh Malang.
"Ini merupakan upaya yang bisa kami lakukan untuk melindungi keselamatan warga. Ke depannya akan kami koordinasikan dengan Pemkab atau Pemkot setempat, untuk penanganan lebih lanjut di daerahnya masing-masing," tuturnya.
Saat ini, para pengungsi yang sudah datang akan langsung diantarkan ke rumah keluarganya masing-masing. "Semua kami antarkan sampai tujuan. Kalaupun ada yang akan singgah ke rumah keluarganya, juga akan kami layani," tegasnya.
Sementara menurut Helsy Paat, saat ini sudah ada tiga unit pesawat angkut berat C130 Hercules dari Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang, yang diterjunkan dalam misi kemanusiaan ini.
"Satu pesawat sudah kembali ke Malang, dengan membawa 120 pengungsi. Dua pesawat lagi masih bertugas di Papua, untuk mengangkut pengungsi dari Wamena, ke Sentani," ujar marsekal bintang satu ini.
Salah seorang pengungsi, Suparman, asal Kabupaten Pasuruan, mengaku sudah enam tahun ini tinggal di Wamena. Selama di sana, dia mencari nafkah sebagai tukang ojek. Usaha yang dirintisnya, terpaksa ditinggalkan begitu saja untuk menyelamatkan diri.
"Kejadiannya waktu itu sangat cepat. Tiba-tiba saja banyak orang datang ke tempat tinggal kami, dan langsung merusak serta membakar rumah. Saya lari menyelamatkan diri ke kantor polisi," ujar bapak satu anak ini.
Dia sendiri menyebut, bahwa orang-orang yang datang menyerbu permukimannya bukanlah warga yang dikenalnya. "Warga asli Wamena, yang ada di sekitar permukiman kami, ikut melindungi kami. Yang datang menyerang, bukan warga asli di situ, mereka tidak kami kenali," tuturnya.
Sementara ini, Suparman akan menetap di kampung halamannya di Kabupaten Pasuruan, sambil mencari pekerjaan lain. Dia belum berani memutuskan untuk kembali ke Wamena, karena masih trauma, dan menunggu kondisinya reda.
Ramadani (23) warga Kabupaten Probolinggo, juga terpaksa pulang kampung bersama istrinya yang sedang hamil lima bulan. Dia baru satu tahun ini tinggal di Wamena, dan bekerja di sebuah toko handphone (HP).
"Semua barang-barang tidak mampu diselamatkan, yang terpeting kami sekeluarga selamat. Saat kerusuhan, kami sekeluarga ditolong warga asli Wamena, yang tinggal di sekat rumah. Kelompok yang datang menyerang, bukan warga asli di situ," tuturnya.
Dia berharap kondisi di Wamena, segera pulih dan damai seperti sedia kala. Saat ini masih banyak kerabat dan warga Jatim yang mengungsi di Bandara Wamena. Mereka belum bisa terangkut ke Sentani.
Sementara itu menurut Komandan Skadron Udara 32 Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Letkol Pnb. Suryo Anggoro menyebutkan, penerbangan untuk membawa 120 orang pengungsi asal Jatim ini, memakan waktu selama delapan jam.
"Kami sebelumnya berangkat dari Wamena, lalu menuju ke Sentani. Dari Sentani, kami terbang ke Biyak. Di Biyak pesawat sempat bermalam satu malam, lalu diberangkatkan menuju Ambon, Makasar, dan baru ke Malang," tuturnya.
Dia menyebutkan, selain dari Skadron Udara 32, juga ada pesawat angkut berat C130 Hercules dari Skadron Udara 31 Halim Perdana Kusuma, dan Skadron Udara 33 yang diperbantukan untuk menjalankan misi kemanusiaan, mengangkut para pengungsi dari Wamena, ke Sentani.
Total ada enam pesawat C130 Hercules, yang dioperasikan TNI AU untuk menangani pengungsi di Wamena. Pesawat-pesawat ini, setiap hari hilir mudik Wamena-Sentani, untuk membawa para pengungsi ke daerah yang tidak dilanda kerusuhan.
(nag)