HNW: Bangsa Indonesia Lahir dari Kaum Profesional yang Mencintai Indonesia
A
A
A
MAKASSAR - Bangsa Indonesia lahir dari para tokoh yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi dan pemikiran luas serta mencintai Indonesia.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) saat sosialisasi 4 Pilar MPR RI kepada ratusan anggota dan pengurus GENPRO Sulawesi Selatan di Kota Makassar, Minggu (15/9/209).
HNW memaparkan bahwa dalam sejarah menjelang kemerdekaan Indonesia, anggota BPUPKI merupakan adalah orang-orang yang ahli, seperti Mohammad Hatta ahli ekonomi lulusan Belanda, M Yamin ahli hukum alumni Belanda, Soekarno insinyur lulusan Belanda, tokoh Muhammadiyah, NU, hingga H Agus Salim yang menguasai 7 bahasa. “Kalau bicara profesionalisme, Indonesia lahir dari mereka,” paparnya.
Bahkan, Indonesia tumbuh dari kalangan profesionalisme tak hanya pada masa lalu. "Profesor BJ Habibie juga seorang profesional dan mencintai Indonesia tegasnya.
Untuk itu dirinya mengajak masyarakat meningkatkan profesionalisme guna menjaga bangsa ini. “Ke depan Indonesia juga bisa dijaga kaum profesional yang mencintai Indonesia,” ucapnya.
Menurut HNW, kegiatan ini untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sosialisasi semacam ini telah dikerjasamakan dengan berbagai ormas, organisasi pemuda, kampus, dan kelompok masyarakat lainnya. “Dengan berbagai metode,” ujarnya.
Metode yang digunakan di antaranya training of trainers, lomba cerdas cermat, seni budaya, focus group of discussion, legal drafting, bela negara, dan outbound. Sosialisasi yang dilakukan oleh MPR, menurut alumni Pondok Modern Gontor ini sudah dilakukan sejak dirinya menjadi Ketua MPR Periode 2004-2009. “Waktu itu namanya sosialisasi Putusan MPR,” ungkapnya.
Bagi HNW, sosialisasi nilai-nilai kebangsaan itu tak mungkin bila hanya dilakukan oleh MPR. Salah satu alasannya, MPR tak mempunyai perwakilan di daerah, tuturnya.
Untuk itu dirinya mengajak eksekutif ikut melakukan hal yang sama seperti Orde Baru dengan membentuk BP7 dan melaksanakan Penataran P4. “Meski demikian metode sosialisasi yang dilakukan oleh MPR bukan dengan cara indoktrinisasi tapi secara demokrasi,” tegasnya.
Sosialisasi yang sekarang dilakukan berlandaskan pada UU No 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan undang-undang itu maka seluruh anggota MPR diberi amanat untuk melakukan sosialisasi.
Apa yang disosialisasikan ini adalah bagian dari tuntutan gerakan Reformasi 1998 yakni dilakukannya amandemen UUD Tahun 1945. “Amandemen boleh dilakukan, yang tak boleh adalah mengubah Pembukaan UUD,” tuturnya.
Penanaman pemahaman nilai-nilai kebangsaan ditegaskan oleh HNW sangat penting. Gerakan itu untuk membangunkan kesadaran akan nilai-nilai kebangsaan. "Juga untuk mengantisipasi tantangan global,” ucapnya.
Dia mengingatkan bagaimana Uni Soviet sebagai negara adidaya pada masanya bisa pecah. Terpecahnya negara yang disegani oleh Amerika Serikat itu menurut HNW karena adanya kebijakan Glasnost dan Perestroika. "Mereka hancur bukan karena tembakan namun karena kebijakan seperti itu", ungkapnya.
Indonesia, lanjut dia, luasnya lebih kecil dibanding Uni Soviet. Namun Indonesia lebih banyak memiliki suku serta sebagai negara kepulauan yang terpisah-pisah wilayahnya sehingga potensi perpecahan itu ada. Untuk itu dirinya mengajak kepada semua melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
“Jangan sampai kita melaksanakan Pancasila karena kepentingan politik sehingga kemudian menuduh kelompok lain dengan stigma yang tak relevan. Pancasila, ditegaskan untuk menjadi rujukan sebagai tonggak untuk menghadirkan Indonesia sebagaimana mestinya,” tandasnya.
Sementara menurut Ketua GENPRO Sulawesi Selatan Rusdi Hidayat, bangsa ini sebenarnya resource atau sumber daya alam yang besar. Namun sayang hal demikian belum dikelola secara maksimal oleh bangsa Indonesia sendiri.
“Salah satu kelemahan kita adalah ketidakmampuan dalam mengelola resources. Karena itu kita harus bisa mengenali, mengembangkan dan mengeploitasinya,” katanya.
Kegiatan ini untuk mengetahui dari MPR tentang bagaimana mengetahui dan memanfaatkannya secara baik. “Untuk itu perlu kita meningkatkan sumber daya manusia,” tegasnya. Pihaknya ingin menjadikan Empat Pilar sebagai pijakan dalam kehidupan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) saat sosialisasi 4 Pilar MPR RI kepada ratusan anggota dan pengurus GENPRO Sulawesi Selatan di Kota Makassar, Minggu (15/9/209).
HNW memaparkan bahwa dalam sejarah menjelang kemerdekaan Indonesia, anggota BPUPKI merupakan adalah orang-orang yang ahli, seperti Mohammad Hatta ahli ekonomi lulusan Belanda, M Yamin ahli hukum alumni Belanda, Soekarno insinyur lulusan Belanda, tokoh Muhammadiyah, NU, hingga H Agus Salim yang menguasai 7 bahasa. “Kalau bicara profesionalisme, Indonesia lahir dari mereka,” paparnya.
Bahkan, Indonesia tumbuh dari kalangan profesionalisme tak hanya pada masa lalu. "Profesor BJ Habibie juga seorang profesional dan mencintai Indonesia tegasnya.
Untuk itu dirinya mengajak masyarakat meningkatkan profesionalisme guna menjaga bangsa ini. “Ke depan Indonesia juga bisa dijaga kaum profesional yang mencintai Indonesia,” ucapnya.
Menurut HNW, kegiatan ini untuk melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sosialisasi semacam ini telah dikerjasamakan dengan berbagai ormas, organisasi pemuda, kampus, dan kelompok masyarakat lainnya. “Dengan berbagai metode,” ujarnya.
Metode yang digunakan di antaranya training of trainers, lomba cerdas cermat, seni budaya, focus group of discussion, legal drafting, bela negara, dan outbound. Sosialisasi yang dilakukan oleh MPR, menurut alumni Pondok Modern Gontor ini sudah dilakukan sejak dirinya menjadi Ketua MPR Periode 2004-2009. “Waktu itu namanya sosialisasi Putusan MPR,” ungkapnya.
Bagi HNW, sosialisasi nilai-nilai kebangsaan itu tak mungkin bila hanya dilakukan oleh MPR. Salah satu alasannya, MPR tak mempunyai perwakilan di daerah, tuturnya.
Untuk itu dirinya mengajak eksekutif ikut melakukan hal yang sama seperti Orde Baru dengan membentuk BP7 dan melaksanakan Penataran P4. “Meski demikian metode sosialisasi yang dilakukan oleh MPR bukan dengan cara indoktrinisasi tapi secara demokrasi,” tegasnya.
Sosialisasi yang sekarang dilakukan berlandaskan pada UU No 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan undang-undang itu maka seluruh anggota MPR diberi amanat untuk melakukan sosialisasi.
Apa yang disosialisasikan ini adalah bagian dari tuntutan gerakan Reformasi 1998 yakni dilakukannya amandemen UUD Tahun 1945. “Amandemen boleh dilakukan, yang tak boleh adalah mengubah Pembukaan UUD,” tuturnya.
Penanaman pemahaman nilai-nilai kebangsaan ditegaskan oleh HNW sangat penting. Gerakan itu untuk membangunkan kesadaran akan nilai-nilai kebangsaan. "Juga untuk mengantisipasi tantangan global,” ucapnya.
Dia mengingatkan bagaimana Uni Soviet sebagai negara adidaya pada masanya bisa pecah. Terpecahnya negara yang disegani oleh Amerika Serikat itu menurut HNW karena adanya kebijakan Glasnost dan Perestroika. "Mereka hancur bukan karena tembakan namun karena kebijakan seperti itu", ungkapnya.
Indonesia, lanjut dia, luasnya lebih kecil dibanding Uni Soviet. Namun Indonesia lebih banyak memiliki suku serta sebagai negara kepulauan yang terpisah-pisah wilayahnya sehingga potensi perpecahan itu ada. Untuk itu dirinya mengajak kepada semua melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
“Jangan sampai kita melaksanakan Pancasila karena kepentingan politik sehingga kemudian menuduh kelompok lain dengan stigma yang tak relevan. Pancasila, ditegaskan untuk menjadi rujukan sebagai tonggak untuk menghadirkan Indonesia sebagaimana mestinya,” tandasnya.
Sementara menurut Ketua GENPRO Sulawesi Selatan Rusdi Hidayat, bangsa ini sebenarnya resource atau sumber daya alam yang besar. Namun sayang hal demikian belum dikelola secara maksimal oleh bangsa Indonesia sendiri.
“Salah satu kelemahan kita adalah ketidakmampuan dalam mengelola resources. Karena itu kita harus bisa mengenali, mengembangkan dan mengeploitasinya,” katanya.
Kegiatan ini untuk mengetahui dari MPR tentang bagaimana mengetahui dan memanfaatkannya secara baik. “Untuk itu perlu kita meningkatkan sumber daya manusia,” tegasnya. Pihaknya ingin menjadikan Empat Pilar sebagai pijakan dalam kehidupan.
(shf)