Karhutla Diprediksi Berlangsung hingga Akhir Oktober 2019
A
A
A
JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang telah menganggu aktivitas warga di sejumlah wilayah Indonesia diprediksi berlangsung hingga akhir Oktober 2019. Pemerintah sudah menggelar operasi untuk melakukan modifikasi cuaca guna membuat hujan buatan.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo mengatakan, BMKG telah menyatakan bahwa musim kemarau di wilayah Riau masih akan terjadi sampai pertengahan Oktober 2019. Sedang di wilayah lain bisa berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2019.
"Ini berarti kemungkinan kebakaran hutan dan lahan masih akan terjadi sampai akhir Oktober 2019," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/9/2019).
Agus menyebutkan, pada Minggu pagi terdeteksi ada 27 titik api kategori tinggi di Riau. Secara umum Kota Pekanbaru masih diselimuti asap tipis dengan jarak pandang mencapai 1 km pada pukul 07.00 WIB dan pada pukul 10.00 WIB masih berasap dengan jarak pandang 2.2 km.
Sedangkan beberapa titik api yang dipadamkan pada hari kemarin antara lain di Kerumutan Kabupaten Pelalawan dan akan dilanjutkan pemadaman pada hari ini. Kualitas udara berdasar pengukuran PM10 pada pukul 07.00-10.00 WIB berada pada kisaran 182-201 ugram/m3 atau tidak sehat.
"Untuk antisipasi karhutla agar tidak tambah banyak dan tambah luas, maka pemerintah menyiagakan 3 pesawat untuk teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan," terangnya.
Pessawat Cassa 212-200 dengan kapasitas 1 ton sudah beroperasi di Riau sejak bulan 26 Februari 2019. Untuk memperkuat armada TMC Pemerintah menambah 1 pesat CN 295 dengan kapasitas 2.4 ton yang sudah berada di Pekanbaru dan 1 Hercules dengan kapasitas 5 ton yang direncanakan datang di Pekanbaru pada hari Senin 16 September 2019.
Menurut Agus, operasi TMC sangat tergantung dengan keberadaan awan potensial hujan yang secara rutin diperkirakan oleh BMKG. Seluruh pesawat dalam kondisi siaga dan jika terdapat potensi awan makan akan segera terbang untuk menyemai awan agar menjadi hujan.
BMKG juga memperkirakan bahwa pertumbuhan awan berasal dari arah utama, sehingga saat ini sebagian wilayah Indonesia di sebelah utara seperti Aceh dan Sumatera Utara sudah mulai hujan. Pada hari ini terdapat potensi awan sedang di wilayah Riau dan Tim masih menunggu sampai pertumbuhan awan potensial cukup banyak dan kemudian dilakukan operasi TMC.
Agus melanjutkan, pesawat CN 295 merupakan pesawat terbang transpor militer taktis dengan 2 mesin turboprop dan diawaki oleh 2 personil. Pesawat ini bisa digunakan untuk mengangkut pasukan, evakuasi medis atau angkutan barang.
"Untuk keperluan TMC CN 295 dikonfigurasi agar dapat mengangkut bahan semai dengan kapasitas 2.4 ton. Bagian perut pesawat dimodifikasi dengan dipasang rel untuk mengangkut 8 x 300 kg bahan semai yang dengan pipa untuk menabur bahan semai secara semi otomatis," paparnya.
Saat pesawat terbang sampai di awan yang potensial hujan maka petugas membuka kran dan garam akan keluar melalui pipa untuk menaburi awan dengan garam. "Bahan semai garam NaCl akan mengikat butiran-butiran air dalam awan, kemudian menggumpal menjadi berat dan akhirnya jatuh menjadi hujan," pungkasnya.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Agus Wibowo mengatakan, BMKG telah menyatakan bahwa musim kemarau di wilayah Riau masih akan terjadi sampai pertengahan Oktober 2019. Sedang di wilayah lain bisa berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2019.
"Ini berarti kemungkinan kebakaran hutan dan lahan masih akan terjadi sampai akhir Oktober 2019," ujar Agus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/9/2019).
Agus menyebutkan, pada Minggu pagi terdeteksi ada 27 titik api kategori tinggi di Riau. Secara umum Kota Pekanbaru masih diselimuti asap tipis dengan jarak pandang mencapai 1 km pada pukul 07.00 WIB dan pada pukul 10.00 WIB masih berasap dengan jarak pandang 2.2 km.
Sedangkan beberapa titik api yang dipadamkan pada hari kemarin antara lain di Kerumutan Kabupaten Pelalawan dan akan dilanjutkan pemadaman pada hari ini. Kualitas udara berdasar pengukuran PM10 pada pukul 07.00-10.00 WIB berada pada kisaran 182-201 ugram/m3 atau tidak sehat.
"Untuk antisipasi karhutla agar tidak tambah banyak dan tambah luas, maka pemerintah menyiagakan 3 pesawat untuk teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan," terangnya.
Pessawat Cassa 212-200 dengan kapasitas 1 ton sudah beroperasi di Riau sejak bulan 26 Februari 2019. Untuk memperkuat armada TMC Pemerintah menambah 1 pesat CN 295 dengan kapasitas 2.4 ton yang sudah berada di Pekanbaru dan 1 Hercules dengan kapasitas 5 ton yang direncanakan datang di Pekanbaru pada hari Senin 16 September 2019.
Menurut Agus, operasi TMC sangat tergantung dengan keberadaan awan potensial hujan yang secara rutin diperkirakan oleh BMKG. Seluruh pesawat dalam kondisi siaga dan jika terdapat potensi awan makan akan segera terbang untuk menyemai awan agar menjadi hujan.
BMKG juga memperkirakan bahwa pertumbuhan awan berasal dari arah utama, sehingga saat ini sebagian wilayah Indonesia di sebelah utara seperti Aceh dan Sumatera Utara sudah mulai hujan. Pada hari ini terdapat potensi awan sedang di wilayah Riau dan Tim masih menunggu sampai pertumbuhan awan potensial cukup banyak dan kemudian dilakukan operasi TMC.
Agus melanjutkan, pesawat CN 295 merupakan pesawat terbang transpor militer taktis dengan 2 mesin turboprop dan diawaki oleh 2 personil. Pesawat ini bisa digunakan untuk mengangkut pasukan, evakuasi medis atau angkutan barang.
"Untuk keperluan TMC CN 295 dikonfigurasi agar dapat mengangkut bahan semai dengan kapasitas 2.4 ton. Bagian perut pesawat dimodifikasi dengan dipasang rel untuk mengangkut 8 x 300 kg bahan semai yang dengan pipa untuk menabur bahan semai secara semi otomatis," paparnya.
Saat pesawat terbang sampai di awan yang potensial hujan maka petugas membuka kran dan garam akan keluar melalui pipa untuk menaburi awan dengan garam. "Bahan semai garam NaCl akan mengikat butiran-butiran air dalam awan, kemudian menggumpal menjadi berat dan akhirnya jatuh menjadi hujan," pungkasnya.
(thm)