Ritual Bakar Tongkang Digelar untuk Peringati Sejarah Bagansiapiapi
A
A
A
BATAM - Warga keturunan Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau menggelar ritual bakar tongkang di Klenteng Cetya U Pho Sakadarma, Baloi, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
Bakar tongkang secara turun-temurun diyakini merupakan ritual untuk memperingati hari ulang tahun Dewa Kie Ong Ya, dewa pelindung masyarakat setempat.
Ritual bakar tongkang menyambut hari ulang tahun Dewa Kie Ong Ya ini dihadiri langsung Wakil Bupati Rokan Hilir Jamiludin, Kepala Dinas Pariwisata Batam Ardiwinata, dan ratusan warga perantau Bagansiapiapi di Batam.
Wakil Bupati Rokan Hilir, Jamiludin mengatakan bahwa secara historis, upacara ini merupakan sebuah penanda untuk memperingati hikayat asal-muasal Kota Bagan.
"Dulunya, menurut kisah yang berkembang, sejumlah pengembara asal Fujian, Cina, melakukan pelayaran untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Di tengah perantauan, mereka diombang-ambingkan gelombang hingga tak tahu arah," kata Jamiludin, Jumat (19/7/2019).
Menurut Jamiludin, sewaktu diliput ketakutan para pengembara berdoa kepada Dewa Kie Ong Ya, hingga akhirnya muncul petunjuk berupa kunang-kunang yang mengantarkan rombongan itu sampai di bibir barat tepian Selat Malaka, yang sekarang disebut Kota Bagan.
"Delapan belas orang di kapal selamat. Secara kebetulan, mereka bermarga Ang. Keluarga besar Ang lantas membakar kapal yang ditunggangi dan berjanji tak bakal kembali ke kampung halamannya lantaran ingin menetap di tanah yang mereka pijak selepas lolos dari gulungan ombak," ujarnya.
Jamiludin menjelaskan, sampai sekarang, warga keturunan Tionghoa asal Bagansiapiapi dipercaya menjadi nenek moyang warga Bagan.
"Prosesi pembakaran kapal tongkang dilakukan dengan menumpuk uang di seluruh sisi kapal dan setelah itu di bakar," ungkap Jamiludin.
Jamikudin menuturkan, dengan adanya ritual bakar tongkang di Batam dapat melestarikan budaya Indonesia di Kepri terutama di Kota Batam yang merupakan Kota Pariwisata, hal itu dapat menarik wisatawan datang ke Batam.
"Bakar tongkang ini sudah yang ke-23 Tahun digelar, dan di dalamnya terdapat cerita menarik ditemukannya daerah Bagansiapiapi," katanya.
Sementara itu, Kadis Pariwisata dan Perdagangan Ardiwinata mendukung digelarnya ritual atau budaya bakar tongkang di Kota Batam. Apalagi etnis Tionghua di Batam sangat banyak dan ritual dapat menjadi even tahun.
"Kami ingin ritual bakar tongkang menjadi destinasi baru di Batam, karena ritual ini memiliki cerita," kata Ardi.
Ardi menjelaskan, banyak warga Batam yang tidak tahu asal muasal daerah Bagansiapiapi, apalagi di zaman modern saat ini sudah sulit menemukan orang yang dapat menceritakan leluhur daerah tersebut.
"Saya saja baru tahu, apalagi anak-anak zaman sekarang," ujarnya.
Ardi berharap budaya atau ritual ini menjadi salahsatu distinasi baru bagi pariwisata Batam, karena dapat menarik perhatian wisatawan mancanegara untuk melihat budaya Bagansiapiapi tersebut.
"Batam juga dekat dengan negara tetangga, apalagi Batam adalah kota wisatawan. Ini bagus untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara pertahunnya," ungkap Ardi.
Bakar tongkang secara turun-temurun diyakini merupakan ritual untuk memperingati hari ulang tahun Dewa Kie Ong Ya, dewa pelindung masyarakat setempat.
Ritual bakar tongkang menyambut hari ulang tahun Dewa Kie Ong Ya ini dihadiri langsung Wakil Bupati Rokan Hilir Jamiludin, Kepala Dinas Pariwisata Batam Ardiwinata, dan ratusan warga perantau Bagansiapiapi di Batam.
Wakil Bupati Rokan Hilir, Jamiludin mengatakan bahwa secara historis, upacara ini merupakan sebuah penanda untuk memperingati hikayat asal-muasal Kota Bagan.
"Dulunya, menurut kisah yang berkembang, sejumlah pengembara asal Fujian, Cina, melakukan pelayaran untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Di tengah perantauan, mereka diombang-ambingkan gelombang hingga tak tahu arah," kata Jamiludin, Jumat (19/7/2019).
Menurut Jamiludin, sewaktu diliput ketakutan para pengembara berdoa kepada Dewa Kie Ong Ya, hingga akhirnya muncul petunjuk berupa kunang-kunang yang mengantarkan rombongan itu sampai di bibir barat tepian Selat Malaka, yang sekarang disebut Kota Bagan.
"Delapan belas orang di kapal selamat. Secara kebetulan, mereka bermarga Ang. Keluarga besar Ang lantas membakar kapal yang ditunggangi dan berjanji tak bakal kembali ke kampung halamannya lantaran ingin menetap di tanah yang mereka pijak selepas lolos dari gulungan ombak," ujarnya.
Jamiludin menjelaskan, sampai sekarang, warga keturunan Tionghoa asal Bagansiapiapi dipercaya menjadi nenek moyang warga Bagan.
"Prosesi pembakaran kapal tongkang dilakukan dengan menumpuk uang di seluruh sisi kapal dan setelah itu di bakar," ungkap Jamiludin.
Jamikudin menuturkan, dengan adanya ritual bakar tongkang di Batam dapat melestarikan budaya Indonesia di Kepri terutama di Kota Batam yang merupakan Kota Pariwisata, hal itu dapat menarik wisatawan datang ke Batam.
"Bakar tongkang ini sudah yang ke-23 Tahun digelar, dan di dalamnya terdapat cerita menarik ditemukannya daerah Bagansiapiapi," katanya.
Sementara itu, Kadis Pariwisata dan Perdagangan Ardiwinata mendukung digelarnya ritual atau budaya bakar tongkang di Kota Batam. Apalagi etnis Tionghua di Batam sangat banyak dan ritual dapat menjadi even tahun.
"Kami ingin ritual bakar tongkang menjadi destinasi baru di Batam, karena ritual ini memiliki cerita," kata Ardi.
Ardi menjelaskan, banyak warga Batam yang tidak tahu asal muasal daerah Bagansiapiapi, apalagi di zaman modern saat ini sudah sulit menemukan orang yang dapat menceritakan leluhur daerah tersebut.
"Saya saja baru tahu, apalagi anak-anak zaman sekarang," ujarnya.
Ardi berharap budaya atau ritual ini menjadi salahsatu distinasi baru bagi pariwisata Batam, karena dapat menarik perhatian wisatawan mancanegara untuk melihat budaya Bagansiapiapi tersebut.
"Batam juga dekat dengan negara tetangga, apalagi Batam adalah kota wisatawan. Ini bagus untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara pertahunnya," ungkap Ardi.
(shf)