Bisnis Semut Rangrang Ditutup, Bos CV MSB Janji Tetap Bayar Hasil panen
A
A
A
SRAGEN - Bos CV Mitra Sejahtera Bersama (MSB) Sragen Sugiyono akhirnya angkat bicara menyusul kabar miring bisnis peternakan semut rangrang yang dikelolanya. Dia berjanji kepada mitra bisnis tetap membayar hasil panen meski usaha itu telah ditutup pertengahan Mei lalu.
Pascapenutupan peternakan semut rangrang, dirinya dalam dan satu minggu bertemu dengan para mitra yang ada di Jawa Tengah Jawa Timur.
“Yang hadir ribuan, selesai acara berikan suport saya tetap sehat. Kalau saya tak sehat uang nggak bakal kembali. Sehingga tak salah mitra memberikan suport sehat,” kata Sugiyono saat jumpa pers di Sragen, Senin (17/6/2019). Dia juga mengklaim tidak ada gejolak saat penutupan diberitahukan kepada para mitra.
Sugiyono mengaku tujuan mendirikan CV MSB adalah sejak awal dalam rangka berbagi manfaat, berbagi keuntungan. Jika masyarakat nanti banyak menerima manfaat, dirinya yakin akan memberikan perubahan hidup yang lebih baik.
“Tujuan itu sudah terwujud dalam lima tahun. Setiap pertemuan, semua bercerita tentang perubahan hidup mulai bangun rumah beli kendaraan ibadah haji atau umrah,” timpalnya.
Bisnis ternak semut rangrang MSB dimulai tahun 2014 lalu. Dalam satu periode panen waktunya hanya lima bulan. Sehingga bagi mitra yang telah ikut sejak awal maka sudah panen ratusan kali. Sebab terdapat mitra yang ambilnya setiap minggu. Selain itu, bisnis yang dijalankan MSB memberikan manfaat penyerapan tenaga kerja.
Bahkan, pihaknya membeli daun mangga sekali beli nilainya mencapai Rp300 juta. Ia menegaskan bahwa MSB bukan bergerak di bidang investasi. Namun kemitraan agrobisnis dengan pengamanan berlapis. “Sejak awal dimulai kami telah sampaikan kepada mitra dan calon mitra bahwa bukan bisnis investasi,” tegasnya.
MSB menyiapkan koloni paket ternak rangrang agar dipelihara oleh mitra, diantaranya dengan memberikan gula dan makanan. Dalam kemitraan itu, disepakati dalam kurun waktu hingga panen kembali diberikan keuntungan Rp700 ribu/paket.
Bisnis yang dijalanan diberikan pengamanan berlapis karena berkaca dari tahun 1998 ketika krisis banyak usaha yang gulung tikar.
Seperti usaha gurame, bebek, dan lele tumbang semua dengan dengan meninggalkan kerugian bagi mitra yang ikut. Sehingga apa yang dilakukan MSB diklaim berbeda dengan apa yang telah terjadi da merugikan banyak orang. Sementara, pengamanan berlapis yang dimaksud adalah bisnis sumber uang yang disiapkan MSB.
Sehingga ketika bisnis ternak rangrang belum menghasilkan komoditas, namun dalam kemitraan pihaknya mampu membayar panen selama lima tahun. Jika dihitung, pihaknya telah membayar panen dengan total nilai mencapai Rp7 triliun. Nilai itu berdasarkan jumlah paket dikalikan Rp2,2 juta yang merupakan angka pembelian saat panen per paket.
Sementara, pihaknya terpaksa menutup usaha karena kondisi yang tak memungkinkan. “Problem utama kami adalah kualitas panen yang mengakibatkan pembengkakan produksi,” terangnya.
Pihaknya harus membeli bisnis sesuai kebutuhan yang digunakan karena panen dari mitra tak sesuai yang diharapkan. Kondisi itu berlangsung lama namun pihaknya terus berupaya bertahan.
Pihaknya berharap jika tutup kuota maka tidak menerima anggota baru. Jika ada anggota baru, maka ada proses seleksi. Dalam artian bagi yang panennya jelek tidak boleh ikut lagi agar diisi orang baru.
Alasannya, pihaknya kesulitan menerapkan kualitas panen karena panen kondisinya jelek dengan jumlah yang tak kecil.
Padahal, biaya produksi bibit, tenaga besarnya mencapai Rp3 miliar dalam seminggu. “Kondisi itu tak terjadi kalau panen mitra bagus,” ucapnya . Dirinya yakin usaha itu akan tetap selamat jika mitra yang panennya jelek dapat diganti dengan mitra yang serius. Namun di tahun 2019 baru satu bulan berjalan kuota tak terpenuhi.
Pada sisi lain, para koordinator mitra telah menyerah karena kesulitan mencari mitra baru. Sementara, pada sisi lain tetap harus menanggung beban produksi dan momentum memperbaikinya ketika kuota terpenuhi.
Dirinya selaku penanggungjawab harus mengambil langkah cepat. Sebab beban beban yang harus ditanggung telah mencapai Rp5 miliar, yang terdiri dari Rp1 miliar untuk biaya produksi dan Rp4 miliar untuk membayar provit mitra. Tercatat jumlah mencapai sekitar 6.000 orang. Namun yang aktif mengambil paket dari dari 5.000 orang.
Selama bisnis berlangsung, diakui belum memiliki produk akhir dari ternak semut rangrang. Ternak rangrang itu bahan baku dan produk akhirnya adalah sama. Produk akhir belum tercapai karena bahan baku akhir belum mencukupi. Produk akhir itu adalah semut rangrang disangrai, ditepung lalu dimasukkan kapsul untuk obat, seperti kolesterol dan penyakit lainnya.
Sebelum disangrai, maka harus ada panen bagus yang diolah menjadi bibit. Jika itu berhasil, maka biaya produksi biaya produksi akan hilang dan bibitnya tak perlu beli lagi. Namun faktanya, ternak semut rangrang yang panennya bagus kurang dari 30%. Jika bibitnya nggak bagus, maka harus membeli lagi yang mengakibatan pembengkakan biaya. Besar dan itu terjadi telah lama .
“Level kami masih menjadikan panen menjadi bibit atau koloni baru. Jika isinya kecil, maka toples dibersihkan untuk membuat koloni baru,” ucapnya
Meski ternak rangrang belum menghasilkan, namun paket ternak dapat terbayar karena banyak pengaman berlapis.
Namun dia enggan membeberkan lebih detail terkait pengamanan berlapis itu. Ia hanya menyebut pengamanan berlapis itu adalah trading dan kriptokurensi (uang digital) yang diantaranya adalah bitcoin. Hal itu sebelumnya juga telah disampaikan kepada mitra sehingga mereka lebih yakin. Bahkan untuk membayar panen mitra, 90 persen diantaranya dari kriptokurensi dan trading.
Dirinya pernah menyimpan satu koin yang kenaikannya menjadi ratusan miliar. “Kami membayar dengan putaran uang dari pengaman berlapis. Selama lima tahun nggak ada masalah bayar,” tegasnya.
Setelah usaha berakhir, maka untuk menyelesaikan pembayaran mitra akan dilakukan dengan cashflow. “Artinya kami harus memperbaiki cash flow kami . Pihaknya tidak akan lari dari tanggungjawab dan akan membayar paket sesuai kesepakatan,” tandasnya.
Pascapenutupan peternakan semut rangrang, dirinya dalam dan satu minggu bertemu dengan para mitra yang ada di Jawa Tengah Jawa Timur.
“Yang hadir ribuan, selesai acara berikan suport saya tetap sehat. Kalau saya tak sehat uang nggak bakal kembali. Sehingga tak salah mitra memberikan suport sehat,” kata Sugiyono saat jumpa pers di Sragen, Senin (17/6/2019). Dia juga mengklaim tidak ada gejolak saat penutupan diberitahukan kepada para mitra.
Sugiyono mengaku tujuan mendirikan CV MSB adalah sejak awal dalam rangka berbagi manfaat, berbagi keuntungan. Jika masyarakat nanti banyak menerima manfaat, dirinya yakin akan memberikan perubahan hidup yang lebih baik.
“Tujuan itu sudah terwujud dalam lima tahun. Setiap pertemuan, semua bercerita tentang perubahan hidup mulai bangun rumah beli kendaraan ibadah haji atau umrah,” timpalnya.
Bisnis ternak semut rangrang MSB dimulai tahun 2014 lalu. Dalam satu periode panen waktunya hanya lima bulan. Sehingga bagi mitra yang telah ikut sejak awal maka sudah panen ratusan kali. Sebab terdapat mitra yang ambilnya setiap minggu. Selain itu, bisnis yang dijalankan MSB memberikan manfaat penyerapan tenaga kerja.
Bahkan, pihaknya membeli daun mangga sekali beli nilainya mencapai Rp300 juta. Ia menegaskan bahwa MSB bukan bergerak di bidang investasi. Namun kemitraan agrobisnis dengan pengamanan berlapis. “Sejak awal dimulai kami telah sampaikan kepada mitra dan calon mitra bahwa bukan bisnis investasi,” tegasnya.
MSB menyiapkan koloni paket ternak rangrang agar dipelihara oleh mitra, diantaranya dengan memberikan gula dan makanan. Dalam kemitraan itu, disepakati dalam kurun waktu hingga panen kembali diberikan keuntungan Rp700 ribu/paket.
Bisnis yang dijalanan diberikan pengamanan berlapis karena berkaca dari tahun 1998 ketika krisis banyak usaha yang gulung tikar.
Seperti usaha gurame, bebek, dan lele tumbang semua dengan dengan meninggalkan kerugian bagi mitra yang ikut. Sehingga apa yang dilakukan MSB diklaim berbeda dengan apa yang telah terjadi da merugikan banyak orang. Sementara, pengamanan berlapis yang dimaksud adalah bisnis sumber uang yang disiapkan MSB.
Sehingga ketika bisnis ternak rangrang belum menghasilkan komoditas, namun dalam kemitraan pihaknya mampu membayar panen selama lima tahun. Jika dihitung, pihaknya telah membayar panen dengan total nilai mencapai Rp7 triliun. Nilai itu berdasarkan jumlah paket dikalikan Rp2,2 juta yang merupakan angka pembelian saat panen per paket.
Sementara, pihaknya terpaksa menutup usaha karena kondisi yang tak memungkinkan. “Problem utama kami adalah kualitas panen yang mengakibatkan pembengkakan produksi,” terangnya.
Pihaknya harus membeli bisnis sesuai kebutuhan yang digunakan karena panen dari mitra tak sesuai yang diharapkan. Kondisi itu berlangsung lama namun pihaknya terus berupaya bertahan.
Pihaknya berharap jika tutup kuota maka tidak menerima anggota baru. Jika ada anggota baru, maka ada proses seleksi. Dalam artian bagi yang panennya jelek tidak boleh ikut lagi agar diisi orang baru.
Alasannya, pihaknya kesulitan menerapkan kualitas panen karena panen kondisinya jelek dengan jumlah yang tak kecil.
Padahal, biaya produksi bibit, tenaga besarnya mencapai Rp3 miliar dalam seminggu. “Kondisi itu tak terjadi kalau panen mitra bagus,” ucapnya . Dirinya yakin usaha itu akan tetap selamat jika mitra yang panennya jelek dapat diganti dengan mitra yang serius. Namun di tahun 2019 baru satu bulan berjalan kuota tak terpenuhi.
Pada sisi lain, para koordinator mitra telah menyerah karena kesulitan mencari mitra baru. Sementara, pada sisi lain tetap harus menanggung beban produksi dan momentum memperbaikinya ketika kuota terpenuhi.
Dirinya selaku penanggungjawab harus mengambil langkah cepat. Sebab beban beban yang harus ditanggung telah mencapai Rp5 miliar, yang terdiri dari Rp1 miliar untuk biaya produksi dan Rp4 miliar untuk membayar provit mitra. Tercatat jumlah mencapai sekitar 6.000 orang. Namun yang aktif mengambil paket dari dari 5.000 orang.
Selama bisnis berlangsung, diakui belum memiliki produk akhir dari ternak semut rangrang. Ternak rangrang itu bahan baku dan produk akhirnya adalah sama. Produk akhir belum tercapai karena bahan baku akhir belum mencukupi. Produk akhir itu adalah semut rangrang disangrai, ditepung lalu dimasukkan kapsul untuk obat, seperti kolesterol dan penyakit lainnya.
Sebelum disangrai, maka harus ada panen bagus yang diolah menjadi bibit. Jika itu berhasil, maka biaya produksi biaya produksi akan hilang dan bibitnya tak perlu beli lagi. Namun faktanya, ternak semut rangrang yang panennya bagus kurang dari 30%. Jika bibitnya nggak bagus, maka harus membeli lagi yang mengakibatan pembengkakan biaya. Besar dan itu terjadi telah lama .
“Level kami masih menjadikan panen menjadi bibit atau koloni baru. Jika isinya kecil, maka toples dibersihkan untuk membuat koloni baru,” ucapnya
Meski ternak rangrang belum menghasilkan, namun paket ternak dapat terbayar karena banyak pengaman berlapis.
Namun dia enggan membeberkan lebih detail terkait pengamanan berlapis itu. Ia hanya menyebut pengamanan berlapis itu adalah trading dan kriptokurensi (uang digital) yang diantaranya adalah bitcoin. Hal itu sebelumnya juga telah disampaikan kepada mitra sehingga mereka lebih yakin. Bahkan untuk membayar panen mitra, 90 persen diantaranya dari kriptokurensi dan trading.
Dirinya pernah menyimpan satu koin yang kenaikannya menjadi ratusan miliar. “Kami membayar dengan putaran uang dari pengaman berlapis. Selama lima tahun nggak ada masalah bayar,” tegasnya.
Setelah usaha berakhir, maka untuk menyelesaikan pembayaran mitra akan dilakukan dengan cashflow. “Artinya kami harus memperbaiki cash flow kami . Pihaknya tidak akan lari dari tanggungjawab dan akan membayar paket sesuai kesepakatan,” tandasnya.
(sms)