ITB Berhasil Kembangkan Katalis Penghasil Solar Nabati
A
A
A
DUMAI - Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil mengembangkan katalis yang dapat membantu peningkatan produksi solar nabati. Katalis yang diberi nama Merah Putih itu pun sukses diujicobakan Pertamina di kilang minyak Dumai. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, dengan katalis yang bisa memproduksi green diesel atau solar nabati ini, maka akan berpengaruh pada pengurangan impor migas setiap tahunnya.
Dia pun sangat mengapresiasi PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai yang telah berhasil memproduksi green diesel atau solar nabati D-10 dengan kandungan 87,5 % solar minyak bumi dan 12,5 % minyak sawit. Keberhasilan ini berkat Katalis Merah Putih yang dikembangkan Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Institut Teknologi Bandung (TRKK ITB) dan diproduksi oleh PT Pupuk Kujang.
“Ternyata kita mampu (produksi green diesel). Kualitasnya juga jauh lebih naik. Pertamina baru mampu hasilkan 12.000 barel per hari. Kalau 10%-nya dari sawit, kita hemat 1.200 barel per hari. Sekarang (komposisi sawitnya) di angka 12,5 %. Ini harus kita tingkatkan terus supaya menjadi lebih baik di angka 20% atau 30%,” tandas Nasir saat mengunjungi pengolahan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menjadi green diesel dengan teknologi co-processing di Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai, Riau, kemarin.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini menyatakan, Indonesia dapat menghemat solar dari minyak bumi yang mayoritas diimpor. Minyak bumi tersebut digantikan dengan minyak sawit yang sudah diolah hingga mencapai RBDPO atau Minyak Sawit Tersuling, Cerah, dan Tak Berbau.
Dia menghitung, jika kandungan sawitnya itu 10%, maka dalam satu tahun Indonesia bisa kurangi 10% dari total impor minyak bumi yang habiskan USD17,6 miliar per tahun. Dengan demikian, maka penghematan bisa mencapai 10% atau USD1,6 miliar per tahun atau Rp25 triliun.
Green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina dengan Katalis Merah Putih dari ITB ini tidak hanya menghemat anggaran impor bahan bakar dari fosil, tetapi juga memiliki cetane atau tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.
“Kalau dengan fosil murni, cetane number-nya 51%. Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 %, jauh lebih baik dan lebih bersih. Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” ungkap Nasir.
Menurut dia, katalis penghasil solar nabati ini selain untuk mengurangi impor migas juga bisa mendongkrak harga sawit yang kini sedang jatuh. Dia pun mendorong agar porsi sawit sebagai bahan baku solar nabati dapat ditingkatkan sehingga menurunkan kebutuhan minyak fosil.
General Manager Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai Nandang Kurnaedi mengungkapkan, Pertamina sedang mempertimbangkan untuk memproduksi lebih banyak green diesel D-10. Menurut dia, produksi solar nabati ini untuk menunjang swasembada energi bangsa.
Katalis Merah Putih yang berhasil dimanfaatkan di Pertamina Refinery Unit II Dumai ini adalah hasil kerja sama ITB dengan Research Technology Center (RTC) Pertamina. Pertamina mendukung Katalis Merah Putih melalui pengujian Katalis Merah Putih dengan reaktor yang dimiliki RTC Pertamina selama lebih dari 10 bulan.
Kemenristekdikti juga mendukung inovasi dari ITB ini sejak 2017 melalui program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI) salah satunya dengan diresmikannya Industri Katalis Pendidikan di Laboratorium TRKK ITB pada 11 Oktober 2018.
Dia pun sangat mengapresiasi PT Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai yang telah berhasil memproduksi green diesel atau solar nabati D-10 dengan kandungan 87,5 % solar minyak bumi dan 12,5 % minyak sawit. Keberhasilan ini berkat Katalis Merah Putih yang dikembangkan Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Institut Teknologi Bandung (TRKK ITB) dan diproduksi oleh PT Pupuk Kujang.
“Ternyata kita mampu (produksi green diesel). Kualitasnya juga jauh lebih naik. Pertamina baru mampu hasilkan 12.000 barel per hari. Kalau 10%-nya dari sawit, kita hemat 1.200 barel per hari. Sekarang (komposisi sawitnya) di angka 12,5 %. Ini harus kita tingkatkan terus supaya menjadi lebih baik di angka 20% atau 30%,” tandas Nasir saat mengunjungi pengolahan refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) menjadi green diesel dengan teknologi co-processing di Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai, Riau, kemarin.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini menyatakan, Indonesia dapat menghemat solar dari minyak bumi yang mayoritas diimpor. Minyak bumi tersebut digantikan dengan minyak sawit yang sudah diolah hingga mencapai RBDPO atau Minyak Sawit Tersuling, Cerah, dan Tak Berbau.
Dia menghitung, jika kandungan sawitnya itu 10%, maka dalam satu tahun Indonesia bisa kurangi 10% dari total impor minyak bumi yang habiskan USD17,6 miliar per tahun. Dengan demikian, maka penghematan bisa mencapai 10% atau USD1,6 miliar per tahun atau Rp25 triliun.
Green diesel atau solar nabati yang diproduksi Pertamina dengan Katalis Merah Putih dari ITB ini tidak hanya menghemat anggaran impor bahan bakar dari fosil, tetapi juga memiliki cetane atau tingkat pembakaran diesel yang lebih bersih dengan emisi atau polusi udara yang lebih sedikit.
“Kalau dengan fosil murni, cetane number-nya 51%. Kalau dari hasil Katalis Merah Putih ini, cetane-nya 58 %, jauh lebih baik dan lebih bersih. Nanti pembakarannya lebih sempurna. Ini yang belum pernah ada di Indonesia, bahkan di dunia,” ungkap Nasir.
Menurut dia, katalis penghasil solar nabati ini selain untuk mengurangi impor migas juga bisa mendongkrak harga sawit yang kini sedang jatuh. Dia pun mendorong agar porsi sawit sebagai bahan baku solar nabati dapat ditingkatkan sehingga menurunkan kebutuhan minyak fosil.
General Manager Pertamina Refinery Unit (RU) II Dumai Nandang Kurnaedi mengungkapkan, Pertamina sedang mempertimbangkan untuk memproduksi lebih banyak green diesel D-10. Menurut dia, produksi solar nabati ini untuk menunjang swasembada energi bangsa.
Katalis Merah Putih yang berhasil dimanfaatkan di Pertamina Refinery Unit II Dumai ini adalah hasil kerja sama ITB dengan Research Technology Center (RTC) Pertamina. Pertamina mendukung Katalis Merah Putih melalui pengujian Katalis Merah Putih dengan reaktor yang dimiliki RTC Pertamina selama lebih dari 10 bulan.
Kemenristekdikti juga mendukung inovasi dari ITB ini sejak 2017 melalui program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI) salah satunya dengan diresmikannya Industri Katalis Pendidikan di Laboratorium TRKK ITB pada 11 Oktober 2018.
(don)