Polda Jabar Berpeluang Kembali Buka Kasus Perusakan Ruko di Bandung

Jum'at, 17 Mei 2019 - 14:28 WIB
Polda Jabar Berpeluang...
Polda Jabar Berpeluang Kembali Buka Kasus Perusakan Ruko di Bandung
A A A
JAKARTA - Kasus pengerusakan, penjarahan dan keterangan palsu di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar) dengan pelapor Budi Hartono Tengadi terus bergulir. Kasus yang sempat dihentikan (SP3) penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jabar berpeluang kembali dibuka.

"Kami akan mempelajari dan ranahnya adalah fungsi pengawasan internal akan melakukan penelitian terhadap perkara yang dimaksudkan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (17/5/2019).

Menurut Trunoyudo, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan membuka kembali kasus tersebut. Tetapi semua itu mengacu pada undang-undang (UU) yang berlaku. "Sesuai aturan UU (penelitian kasus itu). Terima kasih sudah menjadi sarana kontrol sosial," ujarnya.
Polda Jabar Berpeluang Kembali Buka Kasus Perusakan Ruko di Bandung
Sebelumnya Budi mengirimkan surat terbuka kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian karena mendapat ketidakadilan dalam kasus yang menimpanya. Budi menyurati Kapolri lantaran menduga adanya ketidak profesionalan oknum anggota Polri dalam menangani laporannya di Ditreskrimum Polda Jabar terkait perusakan, penjarahan dan keterangan palsu.
Budi telah membuat laporan dengan nomor LP/680/VII/2017/Bareskrim tertanggal 12 Juli 2017 dengan terlapor Swasta Permana Tanujaya, Ketua LBH Baladhika Karya Adhi Ramdhani dan Advokat Wahyu Setiazie sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP.

Budi sendiri sudah menempuh proses hukum melalui Pengadilan Negeri Bandung. Hasilnya diputuskan untuk pemeriksaan saksi-saksi dan penyidik serta dilakukan penyitaan barang bukti tindak pidana yang berada di dalam tempat dan penguasaan terlapor.

Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri juga telah memerintahkan Direskrimum Polda Jabar menindaklanjuti secara profesional, proposional, objektif, transparan dan akutabel serta mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada pihak pelapor secara periodik. Namun sampai saat ini perintah tersebut belum ditindaklanjuti.

Budi menceritakan perusakan dan penjarahan bermula ketika dia dengan terlapor telah mengadakan hubungan sewa-menyewa sebuah ruko di Bandung. Namun sebelum proses berakhir, terlapor bersama sekelompok massa yang diduga berasal dari ormas langsung mengeluarkan barang-barang dari dalam ruko tanpa izin dirinya.

"Secara paksa mereka membawa ke tempat milik terlapor yang mengakibatkan barang saya rusak dan hilang tanpa pertanggungjawaban dari terlapor," ujarnya.

Sebelum proses pengeluaran paksa barang-barang miliknya, siang harinya Budi juga mendapatkan tekanan dan persekusi dari puluhan anggota ormas tersebut. Ia mengaku diancam dan bahkan diintimidasi terkait keselamatan dirinya.

Beberapa bulan setelah kasus tersebut dilaporkan justru penyidik mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). Alasannya, laporan tersebut masuk dalam ranah perdata bukan pidana.

Budi juga telah melaporkan kasua ini ke Itwasum Mabes Polri. Dalam laporan yang tecantum dengan Nomor B/1175/II/WAS.2.4/2018/Itwasum telah merekomendasikan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Jabar untuk melakukan pengkajian kembali atas laporan tersebut.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)