Tanahnya Dijadikan TPS Tanpa Izin, Pemilik Lahan Berang
A
A
A
BANDUNG BARAT - Selama tiga tahun lebih, tanah milik warga di RW 09, Desa Sariwangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB), menjadi tempat pembuangan sampah (TPS) dan berangkal ilegal.
Selama ini, pemilik tanah tidak pernah dimintai persetujuan atau diajak komunikasi terlebih dahulu jika lahannya akan menjadi TPS, sehingga pemilik lahan merasa dirugikan.
"Saya tidak pernah dimintai izin atau diajak bicara sebelumnya, tiba-tiba tanah saya sudah menjadi lautan sampah dan berangkal. Kalau melihat lokasi bisa jadi aktivitas buang sampah sudah berlangsung tiga tahun lebih karena sampahnya sudah banyak," tutur pemilik lahan Lidia, Rabu (1/5/2019).
Lahan tersebut oleh dirinya sempat dipagar dan ditanami pohon pisang, namun belum juga buahnya dipanen semua pohon itu rusak oleh sampah dan berangkal. Yang juga dikhawatirkan olehnya adalah karena di belakangnya berupa tebing dan terdapat sungai, sampah dan berangkal bisa menyumbat aliran sungai sehingga bisa menyebabkan banjir atau longsor.
Dirinya pernah melaporkan penyerobotan tanah dan perusakan pagar tersebut kepada pihak desa, namun sepertinya peringatan dari perangkat desa tidak digubris. Oleh karena itu, dirinya sedang mempertimbangkan untuk melaporkan hal ini kepada pihak berwajib, karena sebagai pemilik tanah dia merasa dirugikan dengan penyerobotan dan perusakan itu.
"Saya akan lapor polisi, karena merasa dirugikan dimana tanah saya jadi tempat pembuangan sampah yang tidak pernah mengizinkan," tuturnya.
Sementara itu, pada Senin (29/4/2019) bertempat di kantor Desa Sariwangi sudah dilakukan pembahasan soal persoalan ini. Dari informasi diketahui jika di lokasi lahan tersebut dijaga oleh Mumuh dan Endang warga RW 09, Desa Sariwangi, yang mendapatkan bayaran Rp50.000/hari. Pihak RW, Babinsa, Babinkamtibmas, Kasi Trantib, hingga kepala desa pernah melakukan teguran langsung kepada pembuang sampah, tapi tidak pernag digubris.
"Teguran itu tidak digubris dengan alasan tidak ada tempat lagi untuk membuang sampah. Saya ingin agar pemerintah desa tegas mengambil keputusan agar ada efek jera kepada mereka yang membuang sampah di tempat saya," imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang warga kompleks yang tinggal tidak jauh dari lokasi pembuangan sampah dan berangkal, Beni, mengaku setelah tempat itu jadi TPS sering tercium aroma tidak sedap. Belum lagi ancaman banjir dan longsor karena semakin hari sampah-sampah dan berangkal yang dibuang ke lokasi terus bertambah banyak.
"Ini kan wilayah permukiman jadi tidak cocok ada TPS, karena kalau hujan bau sampah jelas tercium dan sungai di belakangnya bisa tertutup sehingga berpotensi banjir," kata dia.
Selama ini, pemilik tanah tidak pernah dimintai persetujuan atau diajak komunikasi terlebih dahulu jika lahannya akan menjadi TPS, sehingga pemilik lahan merasa dirugikan.
"Saya tidak pernah dimintai izin atau diajak bicara sebelumnya, tiba-tiba tanah saya sudah menjadi lautan sampah dan berangkal. Kalau melihat lokasi bisa jadi aktivitas buang sampah sudah berlangsung tiga tahun lebih karena sampahnya sudah banyak," tutur pemilik lahan Lidia, Rabu (1/5/2019).
Lahan tersebut oleh dirinya sempat dipagar dan ditanami pohon pisang, namun belum juga buahnya dipanen semua pohon itu rusak oleh sampah dan berangkal. Yang juga dikhawatirkan olehnya adalah karena di belakangnya berupa tebing dan terdapat sungai, sampah dan berangkal bisa menyumbat aliran sungai sehingga bisa menyebabkan banjir atau longsor.
Dirinya pernah melaporkan penyerobotan tanah dan perusakan pagar tersebut kepada pihak desa, namun sepertinya peringatan dari perangkat desa tidak digubris. Oleh karena itu, dirinya sedang mempertimbangkan untuk melaporkan hal ini kepada pihak berwajib, karena sebagai pemilik tanah dia merasa dirugikan dengan penyerobotan dan perusakan itu.
"Saya akan lapor polisi, karena merasa dirugikan dimana tanah saya jadi tempat pembuangan sampah yang tidak pernah mengizinkan," tuturnya.
Sementara itu, pada Senin (29/4/2019) bertempat di kantor Desa Sariwangi sudah dilakukan pembahasan soal persoalan ini. Dari informasi diketahui jika di lokasi lahan tersebut dijaga oleh Mumuh dan Endang warga RW 09, Desa Sariwangi, yang mendapatkan bayaran Rp50.000/hari. Pihak RW, Babinsa, Babinkamtibmas, Kasi Trantib, hingga kepala desa pernah melakukan teguran langsung kepada pembuang sampah, tapi tidak pernag digubris.
"Teguran itu tidak digubris dengan alasan tidak ada tempat lagi untuk membuang sampah. Saya ingin agar pemerintah desa tegas mengambil keputusan agar ada efek jera kepada mereka yang membuang sampah di tempat saya," imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang warga kompleks yang tinggal tidak jauh dari lokasi pembuangan sampah dan berangkal, Beni, mengaku setelah tempat itu jadi TPS sering tercium aroma tidak sedap. Belum lagi ancaman banjir dan longsor karena semakin hari sampah-sampah dan berangkal yang dibuang ke lokasi terus bertambah banyak.
"Ini kan wilayah permukiman jadi tidak cocok ada TPS, karena kalau hujan bau sampah jelas tercium dan sungai di belakangnya bisa tertutup sehingga berpotensi banjir," kata dia.
(pur)