Kebutuhan Alat Deteksi Tsunami Mendesak

Senin, 24 Desember 2018 - 09:40 WIB
Kebutuhan Alat Deteksi Tsunami Mendesak
Kebutuhan Alat Deteksi Tsunami Mendesak
A A A
YOGYAKARTA - Meski berada di daerah rawan bencana, alat deteksi bencana di Indonesia masih terbatas. Bahkan BMKG belum memiliki alat pendeteksi tsunami seperti yang terjadi di Selat Sunda kemarin.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut Indonesia belum memiliki alat deteksi tsunami yang diakibatkan longsoran bawah laut dan aktivitas vulkanik gunung berapi. Alat deteksi tsunami yang dimiliki BMKG saat ini adalah alat deteksi tsunami yang di akibatkan gempa bumi.

“Alat peringatan dini tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran dan erupsi gunung belum ada,” ujar Sutopo saat menggelar jumpa pers di kantor BPBD DIY, Yogyakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, untuk tsunami yang terjadi akibat gempa, BMKG dengan cepat di bawah lima menit bisa langsung mengeluarkan peringatan dini. Sebab BMKG memang sudah memiliki alat untuk mendeteksi tsunami yang diakibatkan gempa.

“Ini seperti yang terjadi kemarin (tsunami Selat Sunda). Kejadiannya tiba-tiba tanpa ada peringatan dini dan tanda-tanda. Memang sistem peringatan dini yang diakibatkan longsoran bawah laut belum ada,” tegas Sutopo. Sutopo juga menyebut bahwa belum semua daerah yang rawan bencana ada sensornya. Dia memperkirakan saat ini baru ada sekitar 300-400 alat sensor peringatan dini bencana dari ratusan ribu sensor yang dibutuhkan.

“Dari ratusan ribu yang dibutuhkan baru ada sekitar 300-400. Termasuk deteksi banjir. Belum semua memiliki alat deteksi dini banjir,” sebut Sutopo. Dia menyebut dalam peristiwa bencana yang menimpa Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan ini gelombang tsunami datang secara tiba-tiba dengan ketinggian antara 2 meter hingga 3 meter.

Awalnya BMKG menyampaikan peristiwa yang terjadi pada Sabtu (22/12) pukul 21.27 itu adalah akibat gelombang pasang karena bersamaan dengan bulan purnama. “Hasil sementara gelom bang tsunami ini dipicu oleh adanya longsoran bawah laut akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau yang bersamaan dengan gelombang pasang,” tegasnya.

Dua kombinasi faktor alam inilah yang diduga sebagai pemicu tsunami. Aktivitas Gunung Anak Krakatau selama ini juga stabil dan tidak membahayakan asal di luar zona 2 km yang ditetapkan. “Setiap tahun Gunung Anak Krakatau ini juga mengalami penambahan tinggi antara 4 meter hingga 6 meter. Ini aman asal di luar jarak 2 km,” terangnya.

Meski demikian potensi tsunami masih saja bisa terjadi mengingat aktivitas Gunung Anak Kra katau masih terus berlangsung. Rawannya potensi tsunami susulan ini juga ditambah be lum adanya alat peringatan dini tsunami yang diakibatkan aktivitas gunung berapi dan guguran bawah laut.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rachmat Triyono mengakui bahwa saat kejadian tidak ada peringatan dini tentang tsunami yang diakibatkan oleh longsoran bawah laut dan aktivitas vulkanik gunung berapi. Sebab, alat yang dimiliki BMKG saat ini hanya untuk melaporkan peringatan dini alias early warning system untuk tsunami yang diakibatkan gempa tektonik. Menurut dia, aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau ditengarai sebagai penyebab tsunami yang melanda Pantai Anyer, Banten, dan Lampung. Dia menjelaskan, kekuatan tsunami bertambah saat bergabung dengan gelombang pasang air laut yang tinggi akibat dari fenomena bulan purnama.

“Tsunami Banten-Lampung ini diakibatkan oleh gempa vulkanik, yang saat ini belum ada alatnya,” tegas Rachmat. Meski begitu dia mengatakan bahwa sebelumnya, BMKG pada Sabtu pagi (22/12) pukul 07.00 WIB telah mengeluarkan peringatan dini adanya gelombang pasang setinggi 2 meter di per airan Selat Sunda.

Peringatan tersebut berlaku hingga 25 Desember 2018 mendatang. “Kalau soal gelombang tinggi sekitar 2 meter, BMKG sudah memberikan peringatan dini. Peristiwa ini ke depannya dapat meningkatkan sinergitas dalam memberikan peringatan dini terkait kasus serupa. Pusat Geologi juga memberikan warning terkait aktivitas Gunung Anak Krakatau, bahkan BMKG memberikan warning daerah-daerah yang akan terdampak,” jelasnya.

Bahkan, kemarin, BMKG juga kembali peringatan dini gelombang tinggi yang di prediksi akan terjadi di beberapa wilayah Indonesia pada 23 Desember 2018 pukul 07.00 WIB-26 Desember 2018 pukul 07.00 WIB. “Kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut Jawa bagian barat, Laut Sulawesi, Perairan utara Halmahera hingga Papua. Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di wilayah-wilayah tersebut,” ujar Prakirawan BMKG Gatot Defriyantoro, dalam keterangan tertulisnya kemarin.

Menurut dia, tinggi gelombang mencapai 1,25-2,5 meter berpeluang terjadi di beberapa daerah di antaranya Perairan Utara Sabang, Perairan Sabang-Banda Aceh, dan Perairan Barat Aceh. Begitu juga Selat Sunda bagian Selatan, Perairan selatan Jawa, hingga Pulau Sumba di prediksi akan terkena gelombang tinggi.

“Masyarakat dan kapal-kapal yang melakukan aktivitas di pesisir barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, NTB, NTT serta daerah lainnya harap mempertimbangkan kondisi tersebut. Begitu juga dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada,” ujar Gatot. (Ainun Najib/ Binti Mufarida)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6626 seconds (0.1#10.140)