Muddai Madang Berharap Saham SFC Dibeli BMUD
A
A
A
PALEMBANG - Pemilik saham mayoritas PT Sriwijaya Optimis Mandiri selaku pengelola klub profesional Sriwijaya FC, Muddai Madang menyatakan dirinya sangat merespons positif keinginan pemerintah provinsi untuk membeli saham miliknya.
Muddai dalam konferensi pers di Palembang, Kamis (20/12/2018) mengatakan, jika hal itu terwujud maka bisa memastikan keikutsertaan klub berkompetisi di Liga 2 pada musim depan.
"Saya sudah mendengar dari media massa keinginan bapak Gubernur itu. Saya tentunya sangat senang sekali, apalagi jika yang membeli sahamnya dari pemerintah provinsi. Artinya SFC ini ke depannya benar-benar menjadi milik rakyat. Selama ini saya yang punya sejak jadi PT, karena saya yang danai," kata Muddai.
Namun, ia melanjutkan mekanisme pembeliannya tentunya tidak boleh melanggar aturan mengingat dana APBD tidak boleh masuk ke klub profesional. Menurut Muddai, pembelian itu dapat dilakukan pemprov melalui Badan Usaha Milik Daerah.
"Sumsel kan punya BUMD yang bergerak di bidang olahraga, PT Jakabaring Sport City. Atau mungkin yang lain karena pemprov punya banyak BUMD, ini salah satu contohnya saja dari saya," kata dia.
Bahkan, demi mulusnya keinginan Gubernur Sumsel itu, Muddai pun bersedia menjual saham di bawah harga pasar dan menjual seluruh saham miliknya.
"Tentunya beda, jika pemprov yang beli saya akan utamakan. Harganya pun tidak komersil karena saya juga ingin SFC ini miliki dari dalam sendiri, jadi tidak kepentingan bisnis semata yang ada," kata mantan Ketua KONI Sumsel ini.
Muddai Madang menjabat sebagai komisaris utama PT SOM sejak tahun 2008. Selama ini, ia hanya berada dibalik layar pengelolaan Sriwijaya FC dengan posisi sebagai pemilik saham mayoritas 88,0 persen.
Pengelolaan SFC, kemudian diserahkan ke Presiden Klub Dodi Reza Alex dan jajaran direktur.
Namun, lantaran terjadi persoalan finansial yang cukup pelik di pertengahan tahun 2018, tepatnya di bulan Juni membuat Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terpaksa turun tangan. Apalagi Dodi Reza melepaskan jabatan sebagai presiden klub sejak menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin.
Saat turun langsung mengurus SFC, Muddai hanya ingin menjaga eksistensi Sriwijaya FC berkompetisi di Liga 1, dengan menanggulangi persoalan keterlambatan pembayaran gaji hingga memastikan adanya dana untuk keberangkatan tim melakoni laga away.
"Itulah saya gencar sekali mencari investor ketika itu, tapi karena situasi gaduh terus dan di bawah ke arah politik membuat investor mundur. Tapi saya tetap berupaya menjaga eksistensi SFC meski akhirnya saya juga terpukul karena tim ini juga terdegrasi. Untuk ini, saya juga meminta maaf ke pencinta SFC," kata dia.
Ketika ditanya andaikata saham yang dimilikinya tak kunjung laku atau hingga batas waktu tertentu tidak menemukan titik terang, Muddai mengatakan dirinya tidak dapat lagi memastikan kelangsungan SFC ke depannya. Menurutnya, untuk berlaga di Liga 2 setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp20 miliar dengan target juara agar bisa naik lagi ke Liga 1.
"Yang jelas saya sudah tidak sanggup lagi, karena ke depannya ini bakal berat. Selama saya urus saja setiap bulan pasti keluar dana untuk bayar gaji Rp1,3 miliar dan belum lagi biaya away sebanyak dua kali sebulan," kata dia.
Untuk itu, dirinya juga berharap sahamnya itu cepat terjual karena sejatinya tim ini tetap harus beraktivitas meski kompetisi sudah berakhir. Setidaknya dari mulai Februari harus start membangun tim meski liga dimulai pada Juni 2019.
"Yang diurus ini pemain bola, mereka harus diberikan kontrak, gaji, harus latihan, harus tinggal di mess. Tidak boleh menggangur lama. Kita juga harus segera cari pelatihnya. Semoga saja semuanya lancar," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bakal membeli saham mayoritas milik komisaris utama PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) Muddai Madang.
Pemprov Sumsel bahkan mempersiapkan anggaran belanja tambahan (ABT) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sumsel 2019 mendatang. Untuk tahap awal akan membeli sebanyak 51,0 persen.
"Minimal 51 persen. Tinggal bagaimana obrolannya, cocok gak harganya, takeovernya. Kalau APBD kita mampu, ya kita ambil alih sebagian. Nanti baru kita anggarkan di ABT," ujar Herman Deru.
Muddai dalam konferensi pers di Palembang, Kamis (20/12/2018) mengatakan, jika hal itu terwujud maka bisa memastikan keikutsertaan klub berkompetisi di Liga 2 pada musim depan.
"Saya sudah mendengar dari media massa keinginan bapak Gubernur itu. Saya tentunya sangat senang sekali, apalagi jika yang membeli sahamnya dari pemerintah provinsi. Artinya SFC ini ke depannya benar-benar menjadi milik rakyat. Selama ini saya yang punya sejak jadi PT, karena saya yang danai," kata Muddai.
Namun, ia melanjutkan mekanisme pembeliannya tentunya tidak boleh melanggar aturan mengingat dana APBD tidak boleh masuk ke klub profesional. Menurut Muddai, pembelian itu dapat dilakukan pemprov melalui Badan Usaha Milik Daerah.
"Sumsel kan punya BUMD yang bergerak di bidang olahraga, PT Jakabaring Sport City. Atau mungkin yang lain karena pemprov punya banyak BUMD, ini salah satu contohnya saja dari saya," kata dia.
Bahkan, demi mulusnya keinginan Gubernur Sumsel itu, Muddai pun bersedia menjual saham di bawah harga pasar dan menjual seluruh saham miliknya.
"Tentunya beda, jika pemprov yang beli saya akan utamakan. Harganya pun tidak komersil karena saya juga ingin SFC ini miliki dari dalam sendiri, jadi tidak kepentingan bisnis semata yang ada," kata mantan Ketua KONI Sumsel ini.
Muddai Madang menjabat sebagai komisaris utama PT SOM sejak tahun 2008. Selama ini, ia hanya berada dibalik layar pengelolaan Sriwijaya FC dengan posisi sebagai pemilik saham mayoritas 88,0 persen.
Pengelolaan SFC, kemudian diserahkan ke Presiden Klub Dodi Reza Alex dan jajaran direktur.
Namun, lantaran terjadi persoalan finansial yang cukup pelik di pertengahan tahun 2018, tepatnya di bulan Juni membuat Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terpaksa turun tangan. Apalagi Dodi Reza melepaskan jabatan sebagai presiden klub sejak menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin.
Saat turun langsung mengurus SFC, Muddai hanya ingin menjaga eksistensi Sriwijaya FC berkompetisi di Liga 1, dengan menanggulangi persoalan keterlambatan pembayaran gaji hingga memastikan adanya dana untuk keberangkatan tim melakoni laga away.
"Itulah saya gencar sekali mencari investor ketika itu, tapi karena situasi gaduh terus dan di bawah ke arah politik membuat investor mundur. Tapi saya tetap berupaya menjaga eksistensi SFC meski akhirnya saya juga terpukul karena tim ini juga terdegrasi. Untuk ini, saya juga meminta maaf ke pencinta SFC," kata dia.
Ketika ditanya andaikata saham yang dimilikinya tak kunjung laku atau hingga batas waktu tertentu tidak menemukan titik terang, Muddai mengatakan dirinya tidak dapat lagi memastikan kelangsungan SFC ke depannya. Menurutnya, untuk berlaga di Liga 2 setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp20 miliar dengan target juara agar bisa naik lagi ke Liga 1.
"Yang jelas saya sudah tidak sanggup lagi, karena ke depannya ini bakal berat. Selama saya urus saja setiap bulan pasti keluar dana untuk bayar gaji Rp1,3 miliar dan belum lagi biaya away sebanyak dua kali sebulan," kata dia.
Untuk itu, dirinya juga berharap sahamnya itu cepat terjual karena sejatinya tim ini tetap harus beraktivitas meski kompetisi sudah berakhir. Setidaknya dari mulai Februari harus start membangun tim meski liga dimulai pada Juni 2019.
"Yang diurus ini pemain bola, mereka harus diberikan kontrak, gaji, harus latihan, harus tinggal di mess. Tidak boleh menggangur lama. Kita juga harus segera cari pelatihnya. Semoga saja semuanya lancar," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bakal membeli saham mayoritas milik komisaris utama PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) Muddai Madang.
Pemprov Sumsel bahkan mempersiapkan anggaran belanja tambahan (ABT) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Sumsel 2019 mendatang. Untuk tahap awal akan membeli sebanyak 51,0 persen.
"Minimal 51 persen. Tinggal bagaimana obrolannya, cocok gak harganya, takeovernya. Kalau APBD kita mampu, ya kita ambil alih sebagian. Nanti baru kita anggarkan di ABT," ujar Herman Deru.
(rhs)