Relokasi PKL Semarang, Pedagang Bawa Sendiri Barang Dagangannya
A
A
A
SEMARANG - Ratusan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Banjir Kanal Timur Kota Semarang beramai-ramai membawa barang dagangan masing-masing untuk pindah. Tak ada bentrok, tanpa ketegangan. Sebelum mulai boyongan, ada ritual siram air dan pecah kendi.
Sebanyak 464 pedagang meninggalkan lapak masing-masing yang telah dikosongkan. Mereka lantas berkumpul di depan Kantor Kecamatan Semarang Timur. Mereka bersiap melakukan doa bersama sebelum meninggalkan lokasi yang bertahun-tahun digunakan berjualan.
Kemudian Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi maju dari kerumunan warga sambil membawa kendi berisi air. Sebagian air disiramkan membasahi tanah. Tak berselang lama, kendi dari bahan tanah itu dibanting hingga pecah.
Pria yang akrab disapa Hendi itu menyampaikan, boyongan PKL ke area Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) sebagai salah satu tahapan dalam rangka normalisasi Banjir Kanal Timur. Selama ini, ratusan PKL berjualan di bantaran Sungai Banjir Kanal Timur sepanjang 14,6 kilometer, sehingga mau tidak mau mereka harus pindah.
Proses relokasi PKL tersebut mendapat acungan jempol. Jika biasanya PKL yang akan direlokasi menolak hingga berujung bentrok, kali ini tidak terjadi. Mereka justru dengan swadaya boyongan, serta membangun sendiri kios yang bakal ditempati di kawasan MAJT.
"Dan ini luar biasa boyongan terhebat di dunia, tidak ada PKL mau boyongan dengan biaya sendiri kecuali di sini," ujar Hendi yang disambut tepuk tangan para PKL, belum lama ini.
Kesediaan PKL untuk pindah tidak lepas dari pendekatan yang intens dari berbagai pihak. Pemerintah terus meyakinkan PKL normalisasi BKT ini sangat penting guna mencegah banjir di daerah Semarang Timur, Semarang Utara, dan Gayamsari.
"Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang melakukan pendekatan dengan rekan-rekan PKL bahwa normalisasi BKT ini yg membantu 376.976 jiwa yg berada di Semarang Timur, Semarang Utara, Gayamsari, yang kalau hujan mesti deg-degan karena banjir," ujarnya.
Masalah yang muncul kemudian adalah pemerintah tidak punya anggaran untuk membangun lapak relokasi PKL. Setelah dilakukan komunikasi, disepakati bahwa PKL mendanai sendiri kios yang akan ditempati. Sedangkan Pemerintah Kota Semarang yang menyediakan lahan dan melengkapi fasilitasnya.
Sementara terkait fasilitas yang belum tersedia, para pedagang meminta supaya dilengkapi prasarana air dan listrik, serta jalan mesti diaspal. Hendi menyanggupi untuk segera melengkapi dan meminta pihak terkait seperti PDAM segera menyambungkan instalasi air.
"Kami berkomitmen untuk melengkapi fasilitas infrastruktur yang masih belum tersedia. Sementara untuk kelengkapan lainnya yang membuat pasar ini lebih nyaman, akan diselesaikan di tahun anggaran 2019. Misalnya seperti ketersediaan saluran drainase dan yang lain," paparnya.
Sebanyak 464 pedagang meninggalkan lapak masing-masing yang telah dikosongkan. Mereka lantas berkumpul di depan Kantor Kecamatan Semarang Timur. Mereka bersiap melakukan doa bersama sebelum meninggalkan lokasi yang bertahun-tahun digunakan berjualan.
Kemudian Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi maju dari kerumunan warga sambil membawa kendi berisi air. Sebagian air disiramkan membasahi tanah. Tak berselang lama, kendi dari bahan tanah itu dibanting hingga pecah.
Pria yang akrab disapa Hendi itu menyampaikan, boyongan PKL ke area Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) sebagai salah satu tahapan dalam rangka normalisasi Banjir Kanal Timur. Selama ini, ratusan PKL berjualan di bantaran Sungai Banjir Kanal Timur sepanjang 14,6 kilometer, sehingga mau tidak mau mereka harus pindah.
Proses relokasi PKL tersebut mendapat acungan jempol. Jika biasanya PKL yang akan direlokasi menolak hingga berujung bentrok, kali ini tidak terjadi. Mereka justru dengan swadaya boyongan, serta membangun sendiri kios yang bakal ditempati di kawasan MAJT.
"Dan ini luar biasa boyongan terhebat di dunia, tidak ada PKL mau boyongan dengan biaya sendiri kecuali di sini," ujar Hendi yang disambut tepuk tangan para PKL, belum lama ini.
Kesediaan PKL untuk pindah tidak lepas dari pendekatan yang intens dari berbagai pihak. Pemerintah terus meyakinkan PKL normalisasi BKT ini sangat penting guna mencegah banjir di daerah Semarang Timur, Semarang Utara, dan Gayamsari.
"Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang melakukan pendekatan dengan rekan-rekan PKL bahwa normalisasi BKT ini yg membantu 376.976 jiwa yg berada di Semarang Timur, Semarang Utara, Gayamsari, yang kalau hujan mesti deg-degan karena banjir," ujarnya.
Masalah yang muncul kemudian adalah pemerintah tidak punya anggaran untuk membangun lapak relokasi PKL. Setelah dilakukan komunikasi, disepakati bahwa PKL mendanai sendiri kios yang akan ditempati. Sedangkan Pemerintah Kota Semarang yang menyediakan lahan dan melengkapi fasilitasnya.
Sementara terkait fasilitas yang belum tersedia, para pedagang meminta supaya dilengkapi prasarana air dan listrik, serta jalan mesti diaspal. Hendi menyanggupi untuk segera melengkapi dan meminta pihak terkait seperti PDAM segera menyambungkan instalasi air.
"Kami berkomitmen untuk melengkapi fasilitas infrastruktur yang masih belum tersedia. Sementara untuk kelengkapan lainnya yang membuat pasar ini lebih nyaman, akan diselesaikan di tahun anggaran 2019. Misalnya seperti ketersediaan saluran drainase dan yang lain," paparnya.
(amm)