Harga Kopra Terpuruk, Ratusan Mahasiswa Duduki Kantor DPRD Sulut
A
A
A
MANADO - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Kolektif Perjuangan Rakyat Sulawesi Utara (Sulut) atau disingkat Gerakan Kopra Sulut menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut, Senin (26/11/2018).
Gerakan Kopra Sulut yang merupakan gabungan beberapa organisasi mahasiswa seperti LMND, GMKI, HMI, API Kartini dan lainnya itu melakukan unjuk rasa menuntut pemerintah dan dewan memperhatikan harga kopra yang terus terpuruk.
Pasalnya kata mereka, anjloknya harga kopra yang berkepanjangan menyebabkan petani kopra Sulut akan semakin susah.
Mahasiswa menuntut wakil rakyat dan pemerintah peka terhadap petani kelapa yang kian sulit dengan aksi nyata memperjuangkan perbaikan harga. Apalagi kondisi harga kopra yang saat ini terjun bebas.
“Kami minta para wakil rakyat di gedung ini peka dan peduli terhadap nasib petani kopra antara lain menerbitkan regulasi yang akan menyelamatkan keterpurukkan harga kopra,” kata pengunjuk rasa dalam orasinya.
Suasana demo pun sempat memanas. Mahasiswa melakukan pembakaran karton air mineral. Mahasiswa lainnya membentangkan baliho dan spanduk.
Para pendemo berupaya menerobos barikade polisi untuk menemui para anggota dewan. Polisi sampai mengerahkan mobil water canon untuk langkah antisipasi namun suasana terkendali.
Dalam kesempatan tersebut, sejumlah orator bergantian memaparkan keprihatinannya terhadap jatuhnya harga kopra.
Menurut mereka harga kopra setahun belakangan ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2017 harga kopra masih berkisar antara Rp11.000 per kg. Di semester pertama 2018 harga kopra turun menjadi Rp6.000 per kg.
“Sedangkan di akhir tahun 2018 harga kopra anjlok di harga Rp3.000 sampai Rp2.000 per kgnya,” katanya.
Sayangnya kata salah satu orator lagi, banyak pihak yang melempar tanggung jawab atas jatuhnya harga kopra ini ke dalam mekanisme pasar.
“Harga kopra tidak seharusnya diserahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar karena hal ini sangat merugikan para petani kopra kita. Negara harus hadir dan menunjukan keberpihakannya kepada rakyat dalam bentuk tindakan konkrit, negara juga harus kembali ke sistem ekonomi yang berlandasakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai jawaban atas kondisi ekonomi bangsa hari ini,”ujarnya.
Ada lima tuntutan yang diajukan peserta aksi unjuk rasa. Pertama, DPRD Provinsi Sulut mendesak pemerintah Provinsi Sulut agar segera menstabilkan kembali harga Kopra.
Kedua, Pemerintah daerah Sulut membuat regulasi Peraturan Daerah (Perda) untuk mengontrol harga komoditas pertanian (Kopra).
Ketiga, Pemerintah harus menghadirkan BUMN untuk mengelola dan memproduksi hasil pertanian (Kopra) sebagai bentuk Industrialisasi di sektor pertanian.
Keempat, Pemerintah harus memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi hasil produk lokal seperti minyak kelapa Kopra.
Kelima, Pemerintah harus mempertegas sistem ekonomi bangsa dan kembali pada pasal 33 UUD 1945.
Aksi demo yang mendapat pengawalan ketat dari aparat Kepolisian Kota Manado itu, disambut oleh anggota DPRD Provinsi Sulut diantaranya Rocky Wowor II, Netty Pantouw dan Billy Lombok.
Gerakan Kopra Sulut yang merupakan gabungan beberapa organisasi mahasiswa seperti LMND, GMKI, HMI, API Kartini dan lainnya itu melakukan unjuk rasa menuntut pemerintah dan dewan memperhatikan harga kopra yang terus terpuruk.
Pasalnya kata mereka, anjloknya harga kopra yang berkepanjangan menyebabkan petani kopra Sulut akan semakin susah.
Mahasiswa menuntut wakil rakyat dan pemerintah peka terhadap petani kelapa yang kian sulit dengan aksi nyata memperjuangkan perbaikan harga. Apalagi kondisi harga kopra yang saat ini terjun bebas.
“Kami minta para wakil rakyat di gedung ini peka dan peduli terhadap nasib petani kopra antara lain menerbitkan regulasi yang akan menyelamatkan keterpurukkan harga kopra,” kata pengunjuk rasa dalam orasinya.
Suasana demo pun sempat memanas. Mahasiswa melakukan pembakaran karton air mineral. Mahasiswa lainnya membentangkan baliho dan spanduk.
Para pendemo berupaya menerobos barikade polisi untuk menemui para anggota dewan. Polisi sampai mengerahkan mobil water canon untuk langkah antisipasi namun suasana terkendali.
Dalam kesempatan tersebut, sejumlah orator bergantian memaparkan keprihatinannya terhadap jatuhnya harga kopra.
Menurut mereka harga kopra setahun belakangan ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2017 harga kopra masih berkisar antara Rp11.000 per kg. Di semester pertama 2018 harga kopra turun menjadi Rp6.000 per kg.
“Sedangkan di akhir tahun 2018 harga kopra anjlok di harga Rp3.000 sampai Rp2.000 per kgnya,” katanya.
Sayangnya kata salah satu orator lagi, banyak pihak yang melempar tanggung jawab atas jatuhnya harga kopra ini ke dalam mekanisme pasar.
“Harga kopra tidak seharusnya diserahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar karena hal ini sangat merugikan para petani kopra kita. Negara harus hadir dan menunjukan keberpihakannya kepada rakyat dalam bentuk tindakan konkrit, negara juga harus kembali ke sistem ekonomi yang berlandasakan Pasal 33 UUD 1945 sebagai jawaban atas kondisi ekonomi bangsa hari ini,”ujarnya.
Ada lima tuntutan yang diajukan peserta aksi unjuk rasa. Pertama, DPRD Provinsi Sulut mendesak pemerintah Provinsi Sulut agar segera menstabilkan kembali harga Kopra.
Kedua, Pemerintah daerah Sulut membuat regulasi Peraturan Daerah (Perda) untuk mengontrol harga komoditas pertanian (Kopra).
Ketiga, Pemerintah harus menghadirkan BUMN untuk mengelola dan memproduksi hasil pertanian (Kopra) sebagai bentuk Industrialisasi di sektor pertanian.
Keempat, Pemerintah harus memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi hasil produk lokal seperti minyak kelapa Kopra.
Kelima, Pemerintah harus mempertegas sistem ekonomi bangsa dan kembali pada pasal 33 UUD 1945.
Aksi demo yang mendapat pengawalan ketat dari aparat Kepolisian Kota Manado itu, disambut oleh anggota DPRD Provinsi Sulut diantaranya Rocky Wowor II, Netty Pantouw dan Billy Lombok.
(sms)