KBI dan Aliansi Sumut Bersatu Gelar Pelatihan Juru Bicara Pancasila
A
A
A
MEDAN - Intoleransi masih menjadi permasalahan di Sumatera Utara, terutama dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini. Gerakannya bahkan sudah masuk ke kampung-kampung.
Fakta ini dikonfirmasi oleh Lely Zailani, salah satu aktivis perempuan di Sumatera Utara. Ini seperti mengonfirmasi hasil riset LSI Denny JA beberapa waktu lalu. Dalam rilis hasil surveinya, LSI Denny JA menemukan data yang mengkhawatirkan. Dalam empat kali survei, yakni tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila terus menurun dari 85,2 % menuju 75,3 %.
Jadi selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 %. Di sisi lain, di era yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018), 13 tahun kemudian.
Hal ini pula yang menjadi pertimbangan Aliansi Sumut Bersatu sebagai lembaga yang memang peduli pada pluralisme dan kebangsaan untuk setuju bekerjasama dengan Komunitas Bela Indonesia (KBI) menyelenggarakan Pelatihan Juru Bicara Pancasila.
“Pelatihan ini adalah pelatihan yang luar biasa karena semangatnya ialah cinta Pancasila dan membela keberagaman Indonesia,” ujar fasilitator KBI Ahmad Khairul Umam dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/11/2018).
Pelatihan Juru Bicara Pancasila ini cukup matang dipersiapkan. KBI sebagai penyelenggara telah lebih dulu membuat buku rujukan utama yang berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia, yang ditulis oleh Denny JA dan Tim.
Bertempat di Hermes Palace Hotel Medan mulai 23-26 November 2018, dalam pelatihan intensif selama 4 hari ini, ada 40 orang peserta terpilih akan dibekali materi menulis, debat, dan manajemen media sosial agar lebih mumpuni dalam berkampanye terkait Pancasila, keberagaman, anti-toleransi, kebhinnekaan, dan anti-radikalisme di media sosial.
Media sosial saat ini memang tengah menjadi ranah penting dari pertarungan wacana. Berkembang luasnya tren penyebaran hoaks dan ujaran kebencian membuat warganet kita mudah terjerumus dalam konflik dan kebencian. Karena itu, diperlukan gerakan bersama untuk membanjiri dunia media sosial dengan konten-konten positif dan mencerahkan.
“Rumah bersama kita Indonesia sedang diganyang, sedang digerogoti untuk diganti ideologinya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tambah perwakilan KBI Nasional Ilma Sovriyanti Ilyas dalam sambutannya.
Fakta ini dikonfirmasi oleh Lely Zailani, salah satu aktivis perempuan di Sumatera Utara. Ini seperti mengonfirmasi hasil riset LSI Denny JA beberapa waktu lalu. Dalam rilis hasil surveinya, LSI Denny JA menemukan data yang mengkhawatirkan. Dalam empat kali survei, yakni tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila terus menurun dari 85,2 % menuju 75,3 %.
Jadi selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 %. Di sisi lain, di era yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018), 13 tahun kemudian.
Hal ini pula yang menjadi pertimbangan Aliansi Sumut Bersatu sebagai lembaga yang memang peduli pada pluralisme dan kebangsaan untuk setuju bekerjasama dengan Komunitas Bela Indonesia (KBI) menyelenggarakan Pelatihan Juru Bicara Pancasila.
“Pelatihan ini adalah pelatihan yang luar biasa karena semangatnya ialah cinta Pancasila dan membela keberagaman Indonesia,” ujar fasilitator KBI Ahmad Khairul Umam dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/11/2018).
Pelatihan Juru Bicara Pancasila ini cukup matang dipersiapkan. KBI sebagai penyelenggara telah lebih dulu membuat buku rujukan utama yang berjudul Rumah Bersama Kita Bernama Indonesia, yang ditulis oleh Denny JA dan Tim.
Bertempat di Hermes Palace Hotel Medan mulai 23-26 November 2018, dalam pelatihan intensif selama 4 hari ini, ada 40 orang peserta terpilih akan dibekali materi menulis, debat, dan manajemen media sosial agar lebih mumpuni dalam berkampanye terkait Pancasila, keberagaman, anti-toleransi, kebhinnekaan, dan anti-radikalisme di media sosial.
Media sosial saat ini memang tengah menjadi ranah penting dari pertarungan wacana. Berkembang luasnya tren penyebaran hoaks dan ujaran kebencian membuat warganet kita mudah terjerumus dalam konflik dan kebencian. Karena itu, diperlukan gerakan bersama untuk membanjiri dunia media sosial dengan konten-konten positif dan mencerahkan.
“Rumah bersama kita Indonesia sedang diganyang, sedang digerogoti untuk diganti ideologinya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” tambah perwakilan KBI Nasional Ilma Sovriyanti Ilyas dalam sambutannya.
(vhs)