Penyalahgunaan Narkoba di Sleman Paling Tinggi
A
A
A
YOGYAKARTA - Banyaknya perguruan tinggi, pusat bisnis, termasuk hotel di Sleman, di satu sisi berdampak pada perekonomian, terutama di daerah yang dekat dengan kawasan tersebut.
Di antaranya tumbuhnya berbagai usaha, seperti kos-kosan, warung makan, laundry, ataupun jasa pendukung lainnya. Sebab, tempat itu banyak pendatang. Baik pelajar, mahasiswa, maupun pegawai dari luar daerah.
Di sisi lain, dengan banyaknya pendatang ini, muncul permasalahan baru, selain penduduk di Sleman menjadi banyak, juga rawan terhadap gesekan sosial, baik antar-pendatang maupun warga setempat.
Juga kriminalitas, termasuk penyalahgunaan narkoba. Indikasinya, di daerah ini banyak terjadi kasus kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba. Khusus untuk narkoba, kebanyakan adalah generasi muda dan usia produktif.
Data Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) setempat, dari 60.128 jumlah penyalahgunaan narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2016 sepertiga atau 22.000 di antaranya terjadi di Sleman. Sleman menempati urutan pertama untuk penyalahgunaan narkoba di DIY.
Selain itu, kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba generasi muda. Di mana 20% penyalahgunaan narkoba tersebut adalah pelajar dan mahasiswa. Sementara dari kasus yang terungkap, kerawanan dalam penyalahgunaan narkoba terbagi menjadi wilayah rawan I di lima kecamatan dan rawan II di 12 kecamatan.
Sleman terdiri atas 17 kecamatan. Daerah rawan I meliputi Kecamatan Depok, Gamping, Ngaglik, Mlati, dan Kalasan. Rawan II, Pakem, Moyudan, Minggir, Tempel, Godean, Ngemplak, Prambanan, Berbah, Seyegan, Ngaglik, Cangkringan, dan Turi.
Penyebab lainnya, karena wilayah DIY saat ini menjadi pasar narkoba sehingga untuk mendapatkan narkoba sangat mudah, termasuk kemajuan teknologi juga mendukung peredaran narkoba di DIY.
Terbukti dari tersangka penyalahgunaan narkoba, dalam mendapatkan termasuk untuk pengirimannya dengan memanfaatkan teknologi tersebut, yaitu lewat online ataupun media sosial (medsos). Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, karena penyalahgunaan narkoba merupakan masalah besar dan serius.
Apalagi peredaran narkoba saat ini sudah bersifat lintas negara, lintas daerah, dan terorganisasi sehingga menjadi ancaman nyata yang harus ditangani dengan serius dan mendesak.
Jadi, penanggulangan penyalahgunaan narkona merupakan sebuah prioritas yang tidak bisa ditunda lagi karena merupakan ancaman serius bagi masyarakat, bahkan bagi kelanjutan generasi bangsa. “Untuk itu, kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama menyatakan perang terhadap narkoba,” katanya.
Sri Purnomo menjelaskan, atas kondisi ini berbagai langkah telah dilakukan, selain penyuluhan dan pembinaan, juga dengan membentuk satuan tugas (satgas) antinarkoba, mulai tingkat dusun hingga kabupaten, termasuk sekolah.
Untuk memerangi penyalahgunaan narkoba juga memerlukan kerja sama semua pihak. Tidak hanya Badan Narkotika Nasional (BNN), tapi semua pihak harus turun tangan membantu melawan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
“Kami harapkan dengan langkah ini, masyarakat Sleman terlebih generasi muda terhindar dari narkoba dan Sleman bersih dari narkoba,” harapnya. Kepala BNNK Sleman Kuntadi mengatakan, banyaknya penyalahgunaan narkoba di Sleman ini memang harus menjadi perhatian khusus.
Terutama dalam menekan bertambahnya penyalahgunaan narkoba. Apalagi 830.000 usia 10-59 tahun pendudukan Sleman, prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2%. “Karena ini bukan pekerjaan yang mudah, maka perlu kerja sama dari semua pihak,” sebut Kuntadi.
Dia menjelaskan, sebenarnya untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah menerapkan pengendalian, baik permintaan (demand reduce) maupun persediaan (supply reduce) narkoba. Untuk pengendalian, di antaranya dengan melakukan pemberdayaan dan rehabilitasi pengguna narkoba.
“Upaya pencegahan lainnya, dengan menggelar seminar, deseminasi, kegiatan olahraga dan seni, serta dengan melakukan razia setiap dua minggu sekali di kos-kosan dan tempat hiburan,” paparnya.
Menurut Kuntadi, hal lain yang menjadi kendala dalam pencegahan penyalah guna narkoba, yakni masih rendahnya kesadaran para pecandu narkoba untuk melakukan rehabilitasi.
Pasalnya, ada tiga anggapan masyarakat terhadap penyalahgunaan narkoba yang melandasi para pecandu untuk tidak melakukan rehab.
Pertama, narkoba dianggap sebagai kriminal sehingga masyarakat yang mau melapor untuk rehab takut jika nanti ditangkap dan dipenjara pihak berwajib.
Kedua, sebagian masyarakat menganggap kasus narkoba sebagai aib. Banyak yang tahu anaknya menggunakan narkoba, tapi orang tuanya menutup-nutupi.
Padahal, pada Pasal 128 ayat 1 UU No 35/2009 menyebutkan bahwa orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.
Ketiga, yaitu anggapan masyarakat bahwa rehabilitasi membutuhkan biaya besar, padahal biaya rehabilitasi sepenuhnya ditanggung oleh BNN, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial.
“Saat ini BNN Sleman menggandeng sembilan puskesmas dan dua RSUD di Sleman untuk melakukan rehabilitasi dan rawat jalan pada para pecandu narkoba,” tambah mantan Kabag Kesra Pemkab Sleman itu.
Kepala BNNP DIY Brigjen Pol Triwarno Atmojo mengatakan, untuk menekan dan mencegah penyalahgunaan narkoba ini memang harus ada kepedulian dan perhatian bersama. Terbukti dengan usaha keras tersebut, secara nasional untuk penyalahgunaan narkoba di DIY menurun secara nasional.
Yaitu dari peringat lima pada 2015 menjadi urutan delapan pada 2016. “Pada 2018 ini diharapkan kasus penyalahgunaan narkoba terus turun dengan target DIY dapat keluar dari 10 besar penyalahgunaan narkoba nasional,” harap Triwarno. (Priyo Setyawan)
Di antaranya tumbuhnya berbagai usaha, seperti kos-kosan, warung makan, laundry, ataupun jasa pendukung lainnya. Sebab, tempat itu banyak pendatang. Baik pelajar, mahasiswa, maupun pegawai dari luar daerah.
Di sisi lain, dengan banyaknya pendatang ini, muncul permasalahan baru, selain penduduk di Sleman menjadi banyak, juga rawan terhadap gesekan sosial, baik antar-pendatang maupun warga setempat.
Juga kriminalitas, termasuk penyalahgunaan narkoba. Indikasinya, di daerah ini banyak terjadi kasus kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba. Khusus untuk narkoba, kebanyakan adalah generasi muda dan usia produktif.
Data Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) setempat, dari 60.128 jumlah penyalahgunaan narkoba di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2016 sepertiga atau 22.000 di antaranya terjadi di Sleman. Sleman menempati urutan pertama untuk penyalahgunaan narkoba di DIY.
Selain itu, kebanyakan yang menyalahgunakan narkoba generasi muda. Di mana 20% penyalahgunaan narkoba tersebut adalah pelajar dan mahasiswa. Sementara dari kasus yang terungkap, kerawanan dalam penyalahgunaan narkoba terbagi menjadi wilayah rawan I di lima kecamatan dan rawan II di 12 kecamatan.
Sleman terdiri atas 17 kecamatan. Daerah rawan I meliputi Kecamatan Depok, Gamping, Ngaglik, Mlati, dan Kalasan. Rawan II, Pakem, Moyudan, Minggir, Tempel, Godean, Ngemplak, Prambanan, Berbah, Seyegan, Ngaglik, Cangkringan, dan Turi.
Penyebab lainnya, karena wilayah DIY saat ini menjadi pasar narkoba sehingga untuk mendapatkan narkoba sangat mudah, termasuk kemajuan teknologi juga mendukung peredaran narkoba di DIY.
Terbukti dari tersangka penyalahgunaan narkoba, dalam mendapatkan termasuk untuk pengirimannya dengan memanfaatkan teknologi tersebut, yaitu lewat online ataupun media sosial (medsos). Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, karena penyalahgunaan narkoba merupakan masalah besar dan serius.
Apalagi peredaran narkoba saat ini sudah bersifat lintas negara, lintas daerah, dan terorganisasi sehingga menjadi ancaman nyata yang harus ditangani dengan serius dan mendesak.
Jadi, penanggulangan penyalahgunaan narkona merupakan sebuah prioritas yang tidak bisa ditunda lagi karena merupakan ancaman serius bagi masyarakat, bahkan bagi kelanjutan generasi bangsa. “Untuk itu, kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama menyatakan perang terhadap narkoba,” katanya.
Sri Purnomo menjelaskan, atas kondisi ini berbagai langkah telah dilakukan, selain penyuluhan dan pembinaan, juga dengan membentuk satuan tugas (satgas) antinarkoba, mulai tingkat dusun hingga kabupaten, termasuk sekolah.
Untuk memerangi penyalahgunaan narkoba juga memerlukan kerja sama semua pihak. Tidak hanya Badan Narkotika Nasional (BNN), tapi semua pihak harus turun tangan membantu melawan penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
“Kami harapkan dengan langkah ini, masyarakat Sleman terlebih generasi muda terhindar dari narkoba dan Sleman bersih dari narkoba,” harapnya. Kepala BNNK Sleman Kuntadi mengatakan, banyaknya penyalahgunaan narkoba di Sleman ini memang harus menjadi perhatian khusus.
Terutama dalam menekan bertambahnya penyalahgunaan narkoba. Apalagi 830.000 usia 10-59 tahun pendudukan Sleman, prevalensi penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2%. “Karena ini bukan pekerjaan yang mudah, maka perlu kerja sama dari semua pihak,” sebut Kuntadi.
Dia menjelaskan, sebenarnya untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah menerapkan pengendalian, baik permintaan (demand reduce) maupun persediaan (supply reduce) narkoba. Untuk pengendalian, di antaranya dengan melakukan pemberdayaan dan rehabilitasi pengguna narkoba.
“Upaya pencegahan lainnya, dengan menggelar seminar, deseminasi, kegiatan olahraga dan seni, serta dengan melakukan razia setiap dua minggu sekali di kos-kosan dan tempat hiburan,” paparnya.
Menurut Kuntadi, hal lain yang menjadi kendala dalam pencegahan penyalah guna narkoba, yakni masih rendahnya kesadaran para pecandu narkoba untuk melakukan rehabilitasi.
Pasalnya, ada tiga anggapan masyarakat terhadap penyalahgunaan narkoba yang melandasi para pecandu untuk tidak melakukan rehab.
Pertama, narkoba dianggap sebagai kriminal sehingga masyarakat yang mau melapor untuk rehab takut jika nanti ditangkap dan dipenjara pihak berwajib.
Kedua, sebagian masyarakat menganggap kasus narkoba sebagai aib. Banyak yang tahu anaknya menggunakan narkoba, tapi orang tuanya menutup-nutupi.
Padahal, pada Pasal 128 ayat 1 UU No 35/2009 menyebutkan bahwa orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.
Ketiga, yaitu anggapan masyarakat bahwa rehabilitasi membutuhkan biaya besar, padahal biaya rehabilitasi sepenuhnya ditanggung oleh BNN, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial.
“Saat ini BNN Sleman menggandeng sembilan puskesmas dan dua RSUD di Sleman untuk melakukan rehabilitasi dan rawat jalan pada para pecandu narkoba,” tambah mantan Kabag Kesra Pemkab Sleman itu.
Kepala BNNP DIY Brigjen Pol Triwarno Atmojo mengatakan, untuk menekan dan mencegah penyalahgunaan narkoba ini memang harus ada kepedulian dan perhatian bersama. Terbukti dengan usaha keras tersebut, secara nasional untuk penyalahgunaan narkoba di DIY menurun secara nasional.
Yaitu dari peringat lima pada 2015 menjadi urutan delapan pada 2016. “Pada 2018 ini diharapkan kasus penyalahgunaan narkoba terus turun dengan target DIY dapat keluar dari 10 besar penyalahgunaan narkoba nasional,” harap Triwarno. (Priyo Setyawan)
(nfl)