Dituding Gelapkan Uang, Anggota DPRD Bantul Digugat Rp12 Miliar
A
A
A
YOGYAKARTA - Sudarto, anggota DPRD Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) digugat Rp12 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Bantul. Anggota Partai Gerindra ini dituding telah menggelapkan uang milik mantan bosnya dulu.
Kepada wartawan, kuasa hukum penggugat, Taufiqurrahman menyebut pada 2013 silam, Sudarto berkeluh kesah kepada kliennya, Bontje Andrian John bahwa dirinya terancam tidak mempunyai tempat tinggal lantaran akan diusir dari kontrakannya. Jika tidak ingin diusir, tergugat diminta membeli rumah kontrakan tersebut.
"Atas rasa kemanusiaan klien saya sanggup membeli rumah kontrakan itu. Pada 4 juni 2013 klien saya mentransfer uang Rp310 juta kepada tergugat. Dengan perjanjian bahwa rumah diatasnamakan klien saya," katanya dalam jumpa pers di Kotabaru, Yogyakarta, Sabtu (24/11/2018) siang.
Setelah setahun berjalan, Bontje Andrian kembali menanyakan perihal balik nama rumah yang dibelinya itu kepada tergugat. Saat itu tergugat menyebut bahwa untuk balik nama sertifikat dibutuhkan uag Rp25 juta. Atas permintaan itu, Bontje kemudian menyerahkan uang Rp2 juta dalam bentuk cek Bank Central Asia.
"Setelah penyerahan uang itu sertifikat tak kunjung jadi. Baru pertengahan 2014, tergugat mengaku kepada klien saya bahwa rumah tersebut tidak diatasnamakan klien saya namun justru diatasnamakan tergugat," tutur Taufiq.
Merasa telah dibohongi, Bontje yang asli kelahiran Denhaag, Belanda ini berusaha menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Awalnya dirinya hanya meminta uang yang telah diberikan dikembalikan. Namun tidak ada niat baik dari oknum anggota Dewan tersebut untuk mengembalikan uang yang telah diberikannya.
"Saya sudah mencoba melakukan pembicaraan baik-baik. Sudah beberapa kali dihubungi. Selalu janji-janji, dulu menjanjikan akan menyelesaikan setelah menjadi anggota DPR akan dikembalikan, tapi alasannya macem-macem," ujar Bontje.
Menurutnya, pada 17 Oktober lalu melalui pembicaraan via WhatsApp, Sudarto mengaku sedang kesulitan finansial. Sebelumnya pada 15 Agustus Sudarto juga berjanji menyelesaikan masalah itu setelah September. Namun hingga perkara ini dibawa ke pengadilan, Sudarto tak kunjung mengembalikan uang tersebut.
"Saya terpaksa membawa ke pengadilan lantaran tidak ada niat baik dari mantan karyawan saya itu," ucap Bontje.
Dalam gugatannya Bontje menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp2,185 miliar dan ganti rugi immateriil sebesar Rp10 miliar. Selain itu anggota Dewan ini juga dituntut membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta setiap hari keterlambatan. "Awalnya klien saya hanya meminta dikembalikan uang pinjamannya, tapi karena tidak ada itikad baik akhirnya kita gugat. Nilai rumah itu sekarang ditaksir mencapai Rp2 miliar," kata Taufiqurrahman.
Bantah Lakukan Penggelapan
Sementara itu, Sudarto membantah telah melakukan penggelapan. Anggota DPRD yang tinggal di Grogol, Kretek, Bantul ini mengaku permasalahan dirinya dengan mantan bosnya di Hotel Quen of The South ini murni utang piutang. "Pak Bontje itu dulu bos saya. Memang benar saya pinjam uang Rp310 juta. Tapi itu utang piutang," katanya.
Politikus yang hendak maju lagi dalam Pileg 2019 ini menyatakan permasalahan peminjaman uang itu telah selesai. Alasannya Sudarto pada 2014 berhenti bekerja di Hotel Quen of The South tapi tidak diberikan uang pesangon. Kemudian setelah keluar, dirinya dihubungi lagi oleh Bontje untuk mendirikan restoran Italia. Namun dalam perjalananya dirinya tidak digaji.
"Jadi saya dengan Pak Bontje sudah ada kesepakatan. Saya tidak digaji tapi dipotong utang saya," katanya.
Sudarto memastikan tuduhan penggelapan itu tidak benar. Dirinya siap membeberkan masalah ini di majelis hakim. "Bayangan saya, saya sudah mengabdi bertahun-tahun ini pesangon saya di Hotel Quen," katanya.
Kepada wartawan, kuasa hukum penggugat, Taufiqurrahman menyebut pada 2013 silam, Sudarto berkeluh kesah kepada kliennya, Bontje Andrian John bahwa dirinya terancam tidak mempunyai tempat tinggal lantaran akan diusir dari kontrakannya. Jika tidak ingin diusir, tergugat diminta membeli rumah kontrakan tersebut.
"Atas rasa kemanusiaan klien saya sanggup membeli rumah kontrakan itu. Pada 4 juni 2013 klien saya mentransfer uang Rp310 juta kepada tergugat. Dengan perjanjian bahwa rumah diatasnamakan klien saya," katanya dalam jumpa pers di Kotabaru, Yogyakarta, Sabtu (24/11/2018) siang.
Setelah setahun berjalan, Bontje Andrian kembali menanyakan perihal balik nama rumah yang dibelinya itu kepada tergugat. Saat itu tergugat menyebut bahwa untuk balik nama sertifikat dibutuhkan uag Rp25 juta. Atas permintaan itu, Bontje kemudian menyerahkan uang Rp2 juta dalam bentuk cek Bank Central Asia.
"Setelah penyerahan uang itu sertifikat tak kunjung jadi. Baru pertengahan 2014, tergugat mengaku kepada klien saya bahwa rumah tersebut tidak diatasnamakan klien saya namun justru diatasnamakan tergugat," tutur Taufiq.
Merasa telah dibohongi, Bontje yang asli kelahiran Denhaag, Belanda ini berusaha menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Awalnya dirinya hanya meminta uang yang telah diberikan dikembalikan. Namun tidak ada niat baik dari oknum anggota Dewan tersebut untuk mengembalikan uang yang telah diberikannya.
"Saya sudah mencoba melakukan pembicaraan baik-baik. Sudah beberapa kali dihubungi. Selalu janji-janji, dulu menjanjikan akan menyelesaikan setelah menjadi anggota DPR akan dikembalikan, tapi alasannya macem-macem," ujar Bontje.
Menurutnya, pada 17 Oktober lalu melalui pembicaraan via WhatsApp, Sudarto mengaku sedang kesulitan finansial. Sebelumnya pada 15 Agustus Sudarto juga berjanji menyelesaikan masalah itu setelah September. Namun hingga perkara ini dibawa ke pengadilan, Sudarto tak kunjung mengembalikan uang tersebut.
"Saya terpaksa membawa ke pengadilan lantaran tidak ada niat baik dari mantan karyawan saya itu," ucap Bontje.
Dalam gugatannya Bontje menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp2,185 miliar dan ganti rugi immateriil sebesar Rp10 miliar. Selain itu anggota Dewan ini juga dituntut membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp10 juta setiap hari keterlambatan. "Awalnya klien saya hanya meminta dikembalikan uang pinjamannya, tapi karena tidak ada itikad baik akhirnya kita gugat. Nilai rumah itu sekarang ditaksir mencapai Rp2 miliar," kata Taufiqurrahman.
Bantah Lakukan Penggelapan
Sementara itu, Sudarto membantah telah melakukan penggelapan. Anggota DPRD yang tinggal di Grogol, Kretek, Bantul ini mengaku permasalahan dirinya dengan mantan bosnya di Hotel Quen of The South ini murni utang piutang. "Pak Bontje itu dulu bos saya. Memang benar saya pinjam uang Rp310 juta. Tapi itu utang piutang," katanya.
Politikus yang hendak maju lagi dalam Pileg 2019 ini menyatakan permasalahan peminjaman uang itu telah selesai. Alasannya Sudarto pada 2014 berhenti bekerja di Hotel Quen of The South tapi tidak diberikan uang pesangon. Kemudian setelah keluar, dirinya dihubungi lagi oleh Bontje untuk mendirikan restoran Italia. Namun dalam perjalananya dirinya tidak digaji.
"Jadi saya dengan Pak Bontje sudah ada kesepakatan. Saya tidak digaji tapi dipotong utang saya," katanya.
Sudarto memastikan tuduhan penggelapan itu tidak benar. Dirinya siap membeberkan masalah ini di majelis hakim. "Bayangan saya, saya sudah mengabdi bertahun-tahun ini pesangon saya di Hotel Quen," katanya.
(amm)