Praktisi Hukum Sebut Sultan yang Bertahta di Yogya Tak Harus Laki-laki

Kamis, 15 November 2018 - 21:42 WIB
Praktisi Hukum Sebut Sultan yang Bertahta di Yogya Tak Harus Laki-laki
Praktisi Hukum Sebut Sultan yang Bertahta di Yogya Tak Harus Laki-laki
A A A
YOGYAKARTA - Pengganti Raja Keraton Yogyakarta tak harus seorang lelaki. Gelar Khalifatullah yang melekat pada Raja Yogyakarta tidak identik dengan lelaki. Berdasarkan maknanya kata khalifatullah berarti wakil Tuhan di muka bumi. Di depan peserta Pelatihan Internalisasi Keistimewaan Tahun 2018 di Hotel Inna Garuda, Kamis (15/11/2018) praktisi hukum Irman Putra Sidin menyebut wakil Tuhan tidak hanya laki-laki.

“Perempuan pun juga wakil Tuhan. Ini terungkap di fakta persidangan (MK). Di persidangan, kami juga mendengarkan penjelasan dari ulama,” ungkapnya.

Pelatihan ini dibuka langsung Gubernur DIY Sri Sultan Hamangku Buwono X dan dipandu oleh Sekda DIY Gatot Saptadi.

Dihadapan peserta pelatihan yakni para pejabat eselon II di lingkungna Pemda DIY, Irman banyak mengupas dampak putusan MK terhadap pasal 18 ayat (1) huruf m UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.

Sebelum dibatalkan MK, syarat menjadi gubernur DIY harus melampirkan persyaratan saudara kandung, anak dan istri. Persyaratan menyangkut istri itu kemudian dibatalkan.

”Kini dengan adanya pembatalan itu, sultan yang bertakhta tidak selalu harus laki-laki. Sebab, keputusan itu menjadi ranah internal kasultanan,” tegas Irman.

Irman menyebut dimunculkannya opini Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta harus laki-laki karena motif politik perebutan kekuasaan.

Tentang ketentuan Pasal 1 ayat (4) UUK yang menyatakan gubernur DIY dijabat Sultan Hamengku Buwono, Irman menyebut nama Hamengku Buwono adalah nomenklatur jabatan.

“Sebagai nomenklatur, bisa dijabat siapa pun dengan nama yang berbeda. Nomenklatur jabatan itu juga tidak mengenal laki-laki atau perempuan.

Dalam kesempatan itu Irman juga meminta peserta pelatihan tak perlu kaget jika suatu saat Penghageng Panitrapura Kasultanan mengirimkan nama calon gubernur bukan Hamengku Buwono.

“Sebagai nomenklatur, Hamengku Buwono yang bertakhta bisa saja bernama Ratu Pembayun. Namanya Ratu Pembayun bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono,” jelasnya.

Dalam kesempatan Assekprov Keistimewaan DIY Didik Purwadi menyebut penjelasan yang disampaikan advokat Irman Putra Sidin telah membuat dirinya lebih paham dam menjadikan masalah terang benderang. Menurutnya kalaupun ada masalah itu lantaran orang tidak memahami persoalan.

“Kalau pun ada masalah, itu hanya riak saja karena belum memahami persoalannya,” ungkapnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6125 seconds (0.1#10.140)