Tim Jaksa Kembalikan Tanah dan Uang Rp1,8 M ke Yayasan Fapertagama
A
A
A
YOGYAKARTA - Setelah melalui perjuangan panjang, empat dosen Fakultas Pertanian UGM masing-masing Prof Susamto, Ken Suratiyah, Toekidjo, dan Triyanto divonis bebas dari tuduhan korupsi pengalihan lahan aset milik UGM. Setelah putusan bebas ini tim penuntut Kejati DIY mengembalikan tiga bidang tanah milik Yayasan Fapertagama yang dulu bernama Yayasan Pembinaan Fakultas Pertanian UGM.
Penasihat hukum para terpidana, Augustinus Hutajulu menjelaskan, setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) kliennya dikabulkan, tim jaksa penuntut menindaklanjuti dengan mencabut status sita dan mengembalikan barang bukti ke UGM. Barang bukti berupa dua bidang tanah di Wukirsari, Cangkringan, Sleman seluas 9.114 m2, serta satu bidang tanah seluas 29.875 m2 di Desa Banguntapan, Bantul. Selain itu, uang yang disita dan dititipkan di BRI senilai Rp1.808.710.265 juga telah dikembalikan.
"Status sita telah diangkat atau dicabut. Papan pengumuman sita di dua lahan itu juga telah diambil. Uang dan lahan itu kemudian dikembalikan ke Yayasan Fapertagama sebagai pemilik," katanya, Rabu (7/11/2018).
Tiga bidang tanah dan uang milik Fapertagama itu disita sejak 30 April 2014. Tanah yang disita itu awalnya digunakan oleh mahasiswa Fakultas Pertanian UGM untuk praktik. Namun sejak disita tanah itu menjadi terbengkalai, Fakultas Pertanian dan Mahasiswa tidak berani menggunakannya.
Awalnya Yayasan Fapertagama memiliki lahan 3,25 hektare di Banguntapan. Namun lantaran di lokasi itu mulai banyak bangunan penduduk dan sebagian lahan sudah tidak teraliri air dengan baik, dan sudah tidak maksimal untuk lahan praktik maupun penelitian, maka rapat anggota menyepakati sebagian lahan dijual. Hasil penjualan lahan kemudian digunakan untuk membeli dua bidang tanah di Wukirsari.
"Penjualan itu berdasarkan keputusan rapat anggota yayasan karena tidak produktif untuk pertanian maupun penelitian," katanya. (Baca Juga: Guru Besar UGM Divonis Dua Tahun
Dari pembelian tanah di Wukirasari, masih ada sisa uang Rp1,808 miliar. Rencananya uang itu akan digunakan untuk membeli tanah lagi, tapi terlanjur disita oleh penyidik Kejati DIY. "Uang itu sekarang telah dikembalikan. Namun tentu saja nilainya sudah tidak seperti dulu. Dulu kami berangan-angan bisa membeli barang dua hektare lagi dengan uang itu, sekarang sepertinya tidak cukup karena harga tanah sudah naik selama empat tahun ini," tutur Augustinus Hutajulu.
Untuk diketahui, Prof Susamto bersama tiga dosen Fakultas Pertanian UGM pada 27 Oktober 2014 didakwa oleh tim jaksa telah melakukan tindak pidana korupsi. Para pengurus Yayasan Fapertagama (dulu bernama Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM) ini Didakwa secara bersama-sama mengalihkan lahan aset UGM di Dusun Plumbon dan Dusun Wonocatur, Desa Banguntapan, Bantul, masing-masing seluas seluas 4.073 meter persegi dan 29.875 meter persegi pada kurun waktu 1998-2007.
Dalam sidang di tingkat pertama mereka divonis dua tahun dan denda masing-masing Rp100 juta. Sidang di Pengadilan Tinggi memvonis mereka dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dan denda Rp100 juta. Namun pada tingkat PK mereka dinyatakan bebas.
Yayasan Fapertagama didirikan pada 1961 berdasarkan pengumpulan harta oleh para dosen, alumni di Fakultas Peternakan dan para relasi. Yayasan baru didaftarkan di notaris pada 1969. "Sebelum adanya UU Yayasan, pendirian yayasan itu berdasarkan kebiasaan masyarakat, tidak harus dengan akte notaris. Prinsipnya, jika sudah ada dana yang dipisahkan dari pemilik semula dan dikumpulkan untuk keperluan sosial maka yayasan dianggap sudah ada. Ada juga degan akta di bawah tangan, ada yang didaftarkan di kepaniteraan, ada juga dengan akta notaris," katanya. (Baca Juga: Berjuang Tiga Tahun, Empat Dosen UGM Bebas dari Tuduhan Korupsi(amm)
Penasihat hukum para terpidana, Augustinus Hutajulu menjelaskan, setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) kliennya dikabulkan, tim jaksa penuntut menindaklanjuti dengan mencabut status sita dan mengembalikan barang bukti ke UGM. Barang bukti berupa dua bidang tanah di Wukirsari, Cangkringan, Sleman seluas 9.114 m2, serta satu bidang tanah seluas 29.875 m2 di Desa Banguntapan, Bantul. Selain itu, uang yang disita dan dititipkan di BRI senilai Rp1.808.710.265 juga telah dikembalikan.
"Status sita telah diangkat atau dicabut. Papan pengumuman sita di dua lahan itu juga telah diambil. Uang dan lahan itu kemudian dikembalikan ke Yayasan Fapertagama sebagai pemilik," katanya, Rabu (7/11/2018).
Tiga bidang tanah dan uang milik Fapertagama itu disita sejak 30 April 2014. Tanah yang disita itu awalnya digunakan oleh mahasiswa Fakultas Pertanian UGM untuk praktik. Namun sejak disita tanah itu menjadi terbengkalai, Fakultas Pertanian dan Mahasiswa tidak berani menggunakannya.
Awalnya Yayasan Fapertagama memiliki lahan 3,25 hektare di Banguntapan. Namun lantaran di lokasi itu mulai banyak bangunan penduduk dan sebagian lahan sudah tidak teraliri air dengan baik, dan sudah tidak maksimal untuk lahan praktik maupun penelitian, maka rapat anggota menyepakati sebagian lahan dijual. Hasil penjualan lahan kemudian digunakan untuk membeli dua bidang tanah di Wukirsari.
"Penjualan itu berdasarkan keputusan rapat anggota yayasan karena tidak produktif untuk pertanian maupun penelitian," katanya. (Baca Juga: Guru Besar UGM Divonis Dua Tahun
Dari pembelian tanah di Wukirasari, masih ada sisa uang Rp1,808 miliar. Rencananya uang itu akan digunakan untuk membeli tanah lagi, tapi terlanjur disita oleh penyidik Kejati DIY. "Uang itu sekarang telah dikembalikan. Namun tentu saja nilainya sudah tidak seperti dulu. Dulu kami berangan-angan bisa membeli barang dua hektare lagi dengan uang itu, sekarang sepertinya tidak cukup karena harga tanah sudah naik selama empat tahun ini," tutur Augustinus Hutajulu.
Untuk diketahui, Prof Susamto bersama tiga dosen Fakultas Pertanian UGM pada 27 Oktober 2014 didakwa oleh tim jaksa telah melakukan tindak pidana korupsi. Para pengurus Yayasan Fapertagama (dulu bernama Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM) ini Didakwa secara bersama-sama mengalihkan lahan aset UGM di Dusun Plumbon dan Dusun Wonocatur, Desa Banguntapan, Bantul, masing-masing seluas seluas 4.073 meter persegi dan 29.875 meter persegi pada kurun waktu 1998-2007.
Dalam sidang di tingkat pertama mereka divonis dua tahun dan denda masing-masing Rp100 juta. Sidang di Pengadilan Tinggi memvonis mereka dengan pidana penjara masing-masing 1 tahun dan denda Rp100 juta. Namun pada tingkat PK mereka dinyatakan bebas.
Yayasan Fapertagama didirikan pada 1961 berdasarkan pengumpulan harta oleh para dosen, alumni di Fakultas Peternakan dan para relasi. Yayasan baru didaftarkan di notaris pada 1969. "Sebelum adanya UU Yayasan, pendirian yayasan itu berdasarkan kebiasaan masyarakat, tidak harus dengan akte notaris. Prinsipnya, jika sudah ada dana yang dipisahkan dari pemilik semula dan dikumpulkan untuk keperluan sosial maka yayasan dianggap sudah ada. Ada juga degan akta di bawah tangan, ada yang didaftarkan di kepaniteraan, ada juga dengan akta notaris," katanya. (Baca Juga: Berjuang Tiga Tahun, Empat Dosen UGM Bebas dari Tuduhan Korupsi(amm)