Misteri Salakanegara, Kerajaan Tertua di Nusantara

Jum'at, 19 Oktober 2018 - 05:00 WIB
Misteri Salakanegara,...
Misteri Salakanegara, Kerajaan Tertua di Nusantara
A A A
Salakanegara diyakini oleh sebagian masyarakat adalah sebagai kerajaan tertua di nusantara jauh sebelum Kerajaan Kutai. Dimana sebelumnya menurut berbagai literatur dan buku sejarah Kerajaan Kutai ditetapkan sebagai kerajaan tertua dan pertama di Nusantara. Hal ini berdasarkan adanya bukti adanya beberapa arca dan naskah Wangsekerta (sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa Kuno yang berasal dari Cirebon).

Dimana pada naskah tersebut disebutkan bahwa Kerajaan Salakanegara didirikan pada 130 Masehi oleh Dewawarman dengan beribukota di Rajatapura (sekarang masuk wilayah Teluk Lada, Pandeglang, Banten). Konon, Kota Rajatapura inilah yang disebut Argyre oleh Claudius Ptolemaeus, seorang ahli geografi, astronom, dan astrolog Romawi.

Claudius Ptolemaeus menyebutkan sebuah negeri bernama Argyrè yang terletak di wilayah Timur Jauh. Negeri ini terletak di ujung barat Pulau Iabodio yang selalu dikaitkan dengan Yawadwipa yang kemudian diasumsikan sebagai Jawa. Argyrè sendiri berarti perak yang kemudian ”diterjemahkan” oleh para ahli sebagai Merak.

Sementara seorang sejarawan Sunda, Dr Edi S. Ekajati, memperkirakan bahwa letak ibukota Kerajaan Salakanegara adalah Kota Merak sekarang. Dalam bahasa Sunda, Merak artinya 'membuat perak'.

Sedangkan sebuah berita China yang berasal dari tahun 132 M menyebutkan wilayah Ye-tiao yang sering diartikan sebagai Yawadwipa dengan rajanya Pien yang merupakan lafal China dari bahasa Sansakerta Dewawarman.

Salakanegara adalah Kerajaan Hindu yang mempunyai beberapa kerajaan kecil sebagai bawahan. Kerajaan-kerajaan itu tersebar di Provinsi Banten sekarang Jawa Barat, Selat Sunda hingga ke Provinsi Lampung yaitu, Pertama, Kerajaan Agnynusa yang terletak di Pulau Krakatau, Selat Sunda, atau tepat di kaki Gunung Krakatau.

Kedua, Kerajaan Aghrabinta di Pulau Panaitan, yang berada di Selat Sunda dengan ibukotanya adalah Aghrabintapura. Hal ini berdasarkan data arkeologi dari Pulau Panaitan yang ditemukan arca Siwa, Ganesha dan Lingga Semu/Lingga Patok. Sekarang arca itu disimpan di Museum Negeri Sri Badhuga, Bandung, dengan nomor inventaris 306.2981.

Ketiga, Kerajaan Nusamandala yang berkedudukan di Pulau Sangiang. Dimana pulau ini juga masih berada di Selat Sunda, tepatnya di sebelah barat lepas pantai Kota Cilegon.

Keempat, Kerajaan Hujung Kulo yang berkedudukan di Ujung Kulon, Pandeglang, Banten. Berdasarkan buku 'Sejarah Jawa Barat' (Yuganing Rajakawasa) karya Drs Yoseph Iskandar, bahwa raja daerah Kerajaan Hujung Kulon yang pertama adalah Senapati Bahadura Harigana Jayasakti, adiknya Dewawarman I.

Kelima, Kerajaan Tanjung Kidul (daerah Pelabuhanratu, Sukabumi). Tanjung Kidul adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang didirikan di Selatan Jawa Barat, hingga Cianjur sekarang. Rajanya ialah Swetalimansakti, adik dari Senapati Bahadura dan Dewawarman I.

Dari kerajaan-kerajaan yang ada dibawah kendalinya tersebut, itu artinya seluruh Selat Sunda berhasil dikuasai Dewawarman I ini, sehingga ia digelari “Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara” atau “Raja Penguasa Gerbang Lautan” (Yogaswara, 1978:38).

Selain itu Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda, hal dikarenakan wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad. Dan yang memperkuat lagi adalah kesamaan kosakata antara Sunda dan Salakanagara.

Disamping itu ditemukan bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam Salakanagara, suatu cara penyebutan Waktu/Jam yang juga berbahasa Sunda.

Konon Kerajaan Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau Prabu Darmawirya Dewawarman terakhir hingga tahun 363 Masehi.

Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.

Selanjutnya Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Dimana Jayasinghawarman adalah menantu Raja Dewawarman IX.

Dia mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta (Raja Chandragupta 1) dari Kerajaan Maurya.

Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah hanya menjadi kerajaan bawahan Kerajaan Tarumanagara.
Beberapa peninggalan Kerajaan Salakanagara diantaranya
- Batu Menhir, di wilayah Desa Cikoneng, Pandeglang
- Situs di Pulosari, Pandeglang
- Situs di Ujung Kulon, Pandeglang, Banten Selatan
- Situs Cihunjuran, Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang
- Batu Menhir, di Cihunjuran, Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang
- Batu Menhir, di Kecamatan Mandalawangi lereng utara Gunung Pulosari.
- Kolam pemandian purba, di Cihunjuran, Kecamatan Jiput, Kabupaten Pandeglang
- Tiga Batu Menhir, di sebuah mata air di Cihunjuran, Kecamatan Jiput, Pandeglang
- Batu Menhir, di Kecamatan Saketi lereng Gunung Pulosari, Kabupaten Pandeglang
- Situs Batu Dakon, di Kecamatan Mandalawangi. Batu ini memiliki beberapa lubang di tengahnya yang berfungsi sebagai tempat meramu obat-obatan. Diambil dari penamaan “Dakon” karena mirip salah satu jenis permainan tradisional dari papan/batu berlubang-lubang yang biasa dimainkan oleh anak-anak.
- Situs Batu Dolmen (disebut juga: Batu Ranjang), terletak di kampung Batu Ranjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang. Berbentuk sebuah batu datar panjang 250 cm, dan lebar 110 cm. Terbuat dari batu andesit yang dikerjakan sangat halus dengan permukaan yang rata dengan pahatan pelipit melingkar ditopang oleh empat buah penyangga yang tingginya masing-masing 35 cm.
- Situs Batu Magnit, di puncak Rincik Manik (di puncak Gunung Pulosari), Desa Saketi, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, adalah sebuah batu yang cukup unik, karena ketika dilakukan pengukuran arah dengan kompas di sekeliling batu dari berbagai arah mata angin, jarum kompas selalu menunjuk pada batu tersebut.
- Situs Batu Peta, di Banten Selatan, yang sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menerjemahkan isi peta tersebut.
- Patung Ganesha dan patung Shiwa, di lereng Gunung Raksa, Pulau Panaitan. Dapatlah diduga bahwa masyarakatnya beragama Hindu Shiwa.

Beberapa peneliti meyakini bahwa sebenarnya ada banyak situs dari kerajaan ini di sepanjang pesisir pantai barat Banten, namun setelah Gunung Krakatau meletus, membuat banyak situs-situs itu musnah dan hanya menyisakan sedikit bukti peninggalannya.
Sumber :
- wikipedia, Salakanagara, Tarumanagara, Kendan, Galuh, Sunda Galuh, Pakuan Pajajaran, Kesultanan Banten, Sundanese people, Prasasti di Tatar Sunda.
- indocropcircles.wordpress.
-sejarahlengkap.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1196 seconds (0.1#10.140)