Penjelasan PVMBG soal Gempa Besar di Lombok

Senin, 06 Agustus 2018 - 14:46 WIB
Penjelasan PVMBG soal Gempa Besar di Lombok
Penjelasan PVMBG soal Gempa Besar di Lombok
A A A
BANDUNG - Gempa besar terjadi di Lombok dua kali dalam kurun waktu cukup dekat, yaitu pada 29 Juli dan 5 Agustus. Pada 29 Juli, kekuatan gempa adalah 6,4 SR. Tapi, gempa lebih besar terjadi pada 5 Agustus kemarin dengan kekuatan 7,0 SR.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan penjelasan soal gempa bumi tersebut, khususnya yang berkekuatan 7,0 Skala Richter (SR)."Gempa ini terjadi karena aktivitas sesar naik di belakang busur Flores yang disebut dengan Flores Back Arc Thrust. Ini sesar naik yang berada di busur vulkanik antara Nusa Tenggara dan Lombok," kata Kepala PVMBG Kasbani di Kantor PVMBG, Kota Bandung, Senin (6/8/208).
Informasi terbaru, jumlah korban jiwa akibat gempa kemarin mencapai 91 orang. Banyak bangunan yang hancur dan mengalami kerusakan.

PVMBG pun sudah mengirimkan tim ahli di bidang gempa bumi dan gerakan tanah ke Lombok sejak gempa pada 29 Juli lalu. Tugas mereka melakukan penelitian di sana, khususnya selama masa tanggap darurat.

PVMBG saat ini masih menunggu laporan hasil penelitian dari tim tersebut. Sambil menunggu hasil penelitian, PVMBG mengimbau masyarakat untuk menerapkan kewaspadaan.

"Tentunya kami dari tim Badan Geologi, hasilnya tentu menunggu (dari anggota tim) ya. Imabauannya masyarakat diharapkan tetap tenang, mengikuti arahan dari pemda di sana dan juga mengikuti informasi terkait kegempaan disitu (dari pihak terkait)," jelas Kasbani.

Kasbani mengatakan, kawasan Lombok dan sekitarnya tersusun dari batuan vulkanik dan banyak terdapat sesar. Jika terjadi gempa, sesar-sesar itu akan teraktifkan sehingga menimbulkan gerakan berujung rekahan sesar. Dampaknya, banyak bangunan yang akan terdampak, mulai dari retak hingga roboh.

Berdasarkan peta rawan bencana yang dirilis PVMBG, kawasan Lombok dan sekitarnya memang masuk kategori wilayah rawan gempa. Skalanya adalah menengah.

"Daerah lombok dan sekitarnya, terutama daerah utara, itu mempunyai kerentanan menengah. Dia ada potensi untuk terjadi goncangan disitu sekitar 7-8 skala MMI, artinya ini bangunan-bangunan yang kualitas tidak bagus akan roboh," ungkap Kasbani.

Berkaca dari hal itu, pemda dan masyarakat setempat harus memiliki kewaspadaan tinggi. Sebab, gempa bisa kapan saja terjadi. Ke depan, bangunan- bangunan yang ada harus sesuai standar. Tujuannya agar bangunan tidak mudah terdampak saat terjadi gempa bumi.

Kasbani sendiri sudah memantau secara langsung ke lokasi setelah gempa pada 29 Juli lalu. Hasilnya, terlihat bangunan di sana banyak yang tidak memenuhi standar. Sehingga ketika terjadi gempa besar, banyak yang retak dan roboh.

"Sebagian besar iya (tidak memenuhi standar). Saya sendiri berada di sana pada saat itu, kami melakukan pemantauan, bangunan-bangunan di situ tidak memenuhi standar teknis yang ada," tandas Kasbani.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1942 seconds (0.1#10.140)