Telur Sortiran alias Telur Bentesan Mendadak Jadi Rebutan Warga

Senin, 23 Juli 2018 - 17:40 WIB
Telur Sortiran alias...
Telur Sortiran alias Telur Bentesan Mendadak Jadi Rebutan Warga
A A A
BLITAR - Ditengah tingginya harga telur ayam di pasaran, telur sortiran mendadak dicari dan dibutuhkan sebagian besar masyarakat Blitar, Jawa Timur. Apa itu telur sortiran? Sebagian besar masyarakat Blitar menyebutnya telur sortiran atau telur bentesan (retak).
Dinamakan demikian karena cangkang telur ayam buras itu memang tidak sempurna. Benturan antar telur saat proses pengambilan di kandang membuat fisik permukaan (cangkang) telur rusak. Dari sela retakan, putih telur bahkan ada yang merembes keluar. "Sebab harganya (telur bentesan) memang lebih murah," tutur Susi (42) ibu rumah tangga asal Kecamatan Wonodadi.
Melambungnya harga telur hingga Rp 26 ribu per kg atau bahkan di beberapa daerah tembus Rp30.000 membuat telur bentesan menjadi solusi alternatif. Setiap kilo telur bentesan hanya Rp20.000, lebih murah Rp6.000 ketika harga telur mencapai Rp26.000. Bahkan ada yang jual Rp15.000. Tentu tergantung tingkat kerusakan cangkang. Bagi Susi mengkonsumsi telur bentesan bukan persoalan.

Juga bukan fenomena baru bagi sebagian masyarakat Blitar. Sebelum terjadi gonjang ganjing telur mahal, kata dia tidak sedikit warga Blitar yang sudah mengkonsumsi telur bentesan. Hanya saja kini jumlahnya semakin meluas.

Tidak hanya masyarakat bawah. Kelompok menengah juga turut menjadi konsumen baru. Memang ada yang beralasan higenitas sehingga bertahan tidak mengkonsumsi telur bentesan. Namun jumlah itu menurut Susi tidak banyak. "Toh telur bentesan itu telur baru. Hanya cangkangnya saja yang retak," paparnya.

Faktor lain yang membuat telur bentesan menjadi solusi alternatif adalah mudah mendapatkannya. Di warung warung kecil, yakni terutama wilayah pedesaan selalu tersedia. Diluar itu masih penjual yang menjajakannya keliling dari kampung ke kampung.

Maklum, Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah penghasil telur ayam buras terbesar di Indonesia. Dengan populasi ayam petelur 11 juta ekor dan 4.431 peternak, jumlah telur yang dihasilkan mencapai 450 ton per hari. Dan dari jumlah itu selalu ada telur yang tersortir akibat retak cangkang (bentesan).

Heri, pedagang telur di Pasar Templek Kota Blitar membenarkan banyak konsumen yang memilih telur bentesan. Daripada merogoh kocek untuk telur utuh yang mahal, mereka lebih memilih bentesan yang lebih murah.

Akibatnya, kata Heri omzet penjualan telur utuhnya merosot hingga 60 persen per hari. "Biasanya telur utuh bisa habis 50 kilo per hari, sekarang laku 10 kilo sudah bagus. Rata rata pembeli pilih yang bentesan," tuturnya.

Hal senada disampaikan Dina, ibu rumah tangga yang juga pengusaha kue home industri. Untuk produksi kue kuenya, dia memilih telur bentesan. Sebab dari sisi harga lebih ekonomis. Juga tidak mengubah rasa dan kualitas produk.

"Dengan harga telur yang mahal seperti ini pakai telur utuh bisa merugi. Lagipula telur bentesan sama saja. Tidak mengubah kualitas rasa kue," ungkapnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4200 seconds (0.1#10.140)