Asyik, Ada Kampung Cokelat di Mojokerto
A
A
A
MOJOKERTO - Sukses kampung cokelat di Blitar, sepertinya menjadi inspirasi bagi Mulyono, pemilik pabrik sekaligus kampung cokelat di Dlanggu, Kabupaten Mojokerto.
Berkah kegigihannya memberikan motivasi kepada petani di daerahnya, Mulyono mampu mendirikan wisata baru atau agro wisata, yakni Kampung Cokelat Majapahit. Tak hanya bisa menikmati olahan coklat segar, lokasi ini juga memberikan edukasi bagi pengunjungnya.
Kampung Cokelat Majapahit yang berada satu kawasan di Wisata Desa BMJ, Desa Randugenengan, Kecamatan Dlanggu, Jatim, memiliki lahan yang cukup luas. Pohon Kakao di lahan inidi tanam warga sejak enam tahun yang lalu.
Kini, jerih payah Mulyono itu mulai berbuah manis. Wisata desa yang ia dirikan itu mulai ramai pengunjung. Mereka bisa melihat langsung ribuan pohon kakao yang telah berbuah.
Tak hanya bisa melihat buah kakao saja, pengunjung juga diberikan kesempatan untuk belajar menanam dan merawat tanaman kakao. Bukan itu saja, pengunjung juga bisa menyaksikan proses produksi coklat dengan berbagai varian yang siap makan."Ada 35 jenis olahan coklat yang dibuat di pabrik kami yang kecil ini. Tapi soal rasa, bisa disandingkan dengan cokelat impor," ujar Mulyono.
Pria berumur 52 tahun ini menyebutkan, dalam sehari, pabriknya bisa menghasilkan 2 kuintal coklat olahan yang langsung dikemas dengan label Cokelat Majapahit. Harganya pun, cukup terjangkau bagi masyarakat lokal.
Dengan 30 karyawan lokal, pabrik ini memanfaatkan tanaman kakao petani sekitar untuk diolah menjadi cokelat batangan maupun serbuk. "Kami menggunakan kakao jenis unggul," tandasnya.
Ide membuat kampung coklat ini, muncul dari keresahannya melihat petani yang selalu gagal untung saat menanam tebu dan tembakau. Dari situlah, ia mengajak petani untuk beralih menanam kakao sejak tahun 2012 silam.
Alhasil, kini dia mampu mengorganisir petani yang tergabung dalam 20 kelompok tani. "Kini, ada 1.337 petani yang menanam kakao. Hasilnya, kita ambil untuk dioleh di pabrik coklat mandiri ini," tukasnya.
Saat ini, lanjut Mulyono, ada 450 hektare lahan petani yang ditanami kakao. Dari jumlah itu, dalam sebulan petani bisa menghasilkan 34 ton buah kakao kupas. Ia berharap, kampung coklat dan pabrik cokelat ini bisa meningkatkan ekonomi petani sekitar.
"Ini menjadi sarana wisata desa sekaligus edukasi bagi pengunjung dan petani lainnya. Pabrik ini baru uji coba dua bulan, namun respons dari masyarakat cukup baik," paparnya.
Mulyono sengaja memberikan nama Majapahit untuk kampung coklatnya. Karena menurutnya, Mojokerto memiliki sejarah yang dekat dengan kerajaaan yang berdiri di abad 13 itu."Kami bangga dengan Majapahit. Karena itu, kampung coklat ini kami beri nama Kampung Cokelat Majapahit. Begitupun produk kami, diberi nama Cokelat Majapahit. Kami bermimpi agar kampung ini jauh lebih berdaya dengan adanya wisata baru ini. Terlebih bagi para petaninya," pungkasnya.
Berkah kegigihannya memberikan motivasi kepada petani di daerahnya, Mulyono mampu mendirikan wisata baru atau agro wisata, yakni Kampung Cokelat Majapahit. Tak hanya bisa menikmati olahan coklat segar, lokasi ini juga memberikan edukasi bagi pengunjungnya.
Kampung Cokelat Majapahit yang berada satu kawasan di Wisata Desa BMJ, Desa Randugenengan, Kecamatan Dlanggu, Jatim, memiliki lahan yang cukup luas. Pohon Kakao di lahan inidi tanam warga sejak enam tahun yang lalu.
Kini, jerih payah Mulyono itu mulai berbuah manis. Wisata desa yang ia dirikan itu mulai ramai pengunjung. Mereka bisa melihat langsung ribuan pohon kakao yang telah berbuah.
Tak hanya bisa melihat buah kakao saja, pengunjung juga diberikan kesempatan untuk belajar menanam dan merawat tanaman kakao. Bukan itu saja, pengunjung juga bisa menyaksikan proses produksi coklat dengan berbagai varian yang siap makan."Ada 35 jenis olahan coklat yang dibuat di pabrik kami yang kecil ini. Tapi soal rasa, bisa disandingkan dengan cokelat impor," ujar Mulyono.
Pria berumur 52 tahun ini menyebutkan, dalam sehari, pabriknya bisa menghasilkan 2 kuintal coklat olahan yang langsung dikemas dengan label Cokelat Majapahit. Harganya pun, cukup terjangkau bagi masyarakat lokal.
Dengan 30 karyawan lokal, pabrik ini memanfaatkan tanaman kakao petani sekitar untuk diolah menjadi cokelat batangan maupun serbuk. "Kami menggunakan kakao jenis unggul," tandasnya.
Ide membuat kampung coklat ini, muncul dari keresahannya melihat petani yang selalu gagal untung saat menanam tebu dan tembakau. Dari situlah, ia mengajak petani untuk beralih menanam kakao sejak tahun 2012 silam.
Alhasil, kini dia mampu mengorganisir petani yang tergabung dalam 20 kelompok tani. "Kini, ada 1.337 petani yang menanam kakao. Hasilnya, kita ambil untuk dioleh di pabrik coklat mandiri ini," tukasnya.
Saat ini, lanjut Mulyono, ada 450 hektare lahan petani yang ditanami kakao. Dari jumlah itu, dalam sebulan petani bisa menghasilkan 34 ton buah kakao kupas. Ia berharap, kampung coklat dan pabrik cokelat ini bisa meningkatkan ekonomi petani sekitar.
"Ini menjadi sarana wisata desa sekaligus edukasi bagi pengunjung dan petani lainnya. Pabrik ini baru uji coba dua bulan, namun respons dari masyarakat cukup baik," paparnya.
Mulyono sengaja memberikan nama Majapahit untuk kampung coklatnya. Karena menurutnya, Mojokerto memiliki sejarah yang dekat dengan kerajaaan yang berdiri di abad 13 itu."Kami bangga dengan Majapahit. Karena itu, kampung coklat ini kami beri nama Kampung Cokelat Majapahit. Begitupun produk kami, diberi nama Cokelat Majapahit. Kami bermimpi agar kampung ini jauh lebih berdaya dengan adanya wisata baru ini. Terlebih bagi para petaninya," pungkasnya.
(vhs)