Muhammad Febrian, Bocah dengan Kanker Mata Butuh Solusi Medis
A
A
A
MOJOKERTO - Raut minder terpancar dari wajah Muhammad Febrian Syahputra. Setiap kali bertemu dengan wajah baru, ia selalu terlihat malu,seakan ingin menyembunyikan kondisinya.
Bola mata kanannya yang terus membesar akibat kanker yang diidap seakan menjadi aib besar bagi dirinya. Meski baru berumur tiga tahun, Febrian terlihat sudah bisa merasakan rasa malu atas kondisinya itu. Ia merasa tak nyaman orang lain menatapnya.
Tangisnya juga sering pecah saat tak kuasa menahan rasa malu. Ia lebih memilih meminta sang ayah untuk menjauh dari orang-orang baru yang ditemui. Namun di balik rasa mindernya yang tinggi, Febrian adalah sosok bocah tangguh yang jarang mengeluh. Meski sakit yang diderta sangat hebat, sulung pasangan Mochammad Yusuf dan Denis Mega Kejati Putri ini memilih diam daripada menangis.
Cerita bola mata Febrian yang terus membesar ini bermula saat ia berumur empat bulan. Kala itu, do retina mata kanannya terlihat bintil mirip mata kucing. Beberapa bulan setelah itu, sang ayah berupaya mencari kesembuhan dengan berobat ke rumah sakit.
Hati Yusuf tersayat ketika dokter memvonis kanker di mata kanan anaknya itu. Terlebih, vonis ini harus dibarengi dengan diangkatnya bola mata Febrian yang diserang kanker itu.
Meski dengan berat hati, Yusuf harus merelakan bola mata kanan anaknya ini untuk diangkap dari kelopaknya. Karena itulah satu-satunya saran dari dokter spsialis mata asal Surabaya yang menangani penyakit Febrian. ”Awalnya saya periksakan di dokter spesialis mata Mojokerto. Saya disarankan ke spesialis mata di Surabaya.
Dari sana, saya disarankan untuk operasi mengangkat mata Febrian di RS dr Soetomo, Surabaya,” kata Yusuf di rumah kontrakannya, Lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Yusuf berharap, operasi untuk mengangkat bola mata Febrian ini bisa menjadi langkah terakhir penyembuhan. Namun sayang, derita Febrian tak harus berakhir.
Dokter menyarankan agar Febrian menjalani kemoterapi secara rutin untuk membunuh sel-sel kanker yang masih hinggap di kelopak matanya. Terlebih, pasca operasi, mata kanan Febrian terus membengkak hingga besarnya berkejaran dengan kepalanya. ”Setelah terjatuh, di kelopak mata kanannya ada benjolan yang terus membesar hingga saat ini,” ujarnya.
Kemoterapi rutin yang diharapkan menjadi akhir dari upaya penyembuhan, kini tak bisa dilakukan lagi. Pasca kemoterapi pertama beberapa waktu lalu, kondisi Febrian justru drop.
Itu karena kondisi tubuhnya tak bisa menerima efek obat. Bahkan, Febrian sempat tak bisa berjalan pasca kemoterapi pertamanya. ”Jadi kemoterapi tak bisa dilanjutkan, padahal kata dokter, itu satu-satunya cara untuk bisa sembuh dari kanker yang masih hinggap di tulang kelopak mata Febrian,” ungkap pria berumur 30 tahun yang bekerja sebagai buruh pabrik ini.
Yusuf seakan kehilangan pilihan untuk kesembuhan anaknya. Namun begitu, ia terus berupaya untuk mencari kesembuhan dari upaya non medis. Beberapa kali ia mendatangi tempat pengobatan alternatif untuk mendapatkan kesembuhan.
Di balik itu, ada kepasrahan mendalam yang selalu ia sebut. ”Bagaimanapun saya dan istri akan berupaya untuk kesembuhan anak saya ini, meski kondisi ekonomi kami seperti ini. Apalagi, saya di sini tak banyak mengenal warga karena saya bukan warga asli sini,” tutur Yusuf.
Dari beberapa kali berobat ke tempat pengobatan alternatif, ada harapan kesembuhan yang muncul. Namun, harapan itu langsung saja kabur saat mengingat vonis dokter yang menyatakan kesembuhan Febrian hanya dari kemoterapi yang kini tak lagi bisa menjadi pilihan pengobatan bagi Febrian.
”Minimal benjolan ini sudah agak kempes. Kasihan kalau terus membesar. Dia (Febrian) jadi susah bergerak,” ucapnya dan meminta bantuan doa kepada semua yang mengunjungi putranya.
Bola mata kanannya yang terus membesar akibat kanker yang diidap seakan menjadi aib besar bagi dirinya. Meski baru berumur tiga tahun, Febrian terlihat sudah bisa merasakan rasa malu atas kondisinya itu. Ia merasa tak nyaman orang lain menatapnya.
Tangisnya juga sering pecah saat tak kuasa menahan rasa malu. Ia lebih memilih meminta sang ayah untuk menjauh dari orang-orang baru yang ditemui. Namun di balik rasa mindernya yang tinggi, Febrian adalah sosok bocah tangguh yang jarang mengeluh. Meski sakit yang diderta sangat hebat, sulung pasangan Mochammad Yusuf dan Denis Mega Kejati Putri ini memilih diam daripada menangis.
Cerita bola mata Febrian yang terus membesar ini bermula saat ia berumur empat bulan. Kala itu, do retina mata kanannya terlihat bintil mirip mata kucing. Beberapa bulan setelah itu, sang ayah berupaya mencari kesembuhan dengan berobat ke rumah sakit.
Hati Yusuf tersayat ketika dokter memvonis kanker di mata kanan anaknya itu. Terlebih, vonis ini harus dibarengi dengan diangkatnya bola mata Febrian yang diserang kanker itu.
Meski dengan berat hati, Yusuf harus merelakan bola mata kanan anaknya ini untuk diangkap dari kelopaknya. Karena itulah satu-satunya saran dari dokter spsialis mata asal Surabaya yang menangani penyakit Febrian. ”Awalnya saya periksakan di dokter spesialis mata Mojokerto. Saya disarankan ke spesialis mata di Surabaya.
Dari sana, saya disarankan untuk operasi mengangkat mata Febrian di RS dr Soetomo, Surabaya,” kata Yusuf di rumah kontrakannya, Lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Yusuf berharap, operasi untuk mengangkat bola mata Febrian ini bisa menjadi langkah terakhir penyembuhan. Namun sayang, derita Febrian tak harus berakhir.
Dokter menyarankan agar Febrian menjalani kemoterapi secara rutin untuk membunuh sel-sel kanker yang masih hinggap di kelopak matanya. Terlebih, pasca operasi, mata kanan Febrian terus membengkak hingga besarnya berkejaran dengan kepalanya. ”Setelah terjatuh, di kelopak mata kanannya ada benjolan yang terus membesar hingga saat ini,” ujarnya.
Kemoterapi rutin yang diharapkan menjadi akhir dari upaya penyembuhan, kini tak bisa dilakukan lagi. Pasca kemoterapi pertama beberapa waktu lalu, kondisi Febrian justru drop.
Itu karena kondisi tubuhnya tak bisa menerima efek obat. Bahkan, Febrian sempat tak bisa berjalan pasca kemoterapi pertamanya. ”Jadi kemoterapi tak bisa dilanjutkan, padahal kata dokter, itu satu-satunya cara untuk bisa sembuh dari kanker yang masih hinggap di tulang kelopak mata Febrian,” ungkap pria berumur 30 tahun yang bekerja sebagai buruh pabrik ini.
Yusuf seakan kehilangan pilihan untuk kesembuhan anaknya. Namun begitu, ia terus berupaya untuk mencari kesembuhan dari upaya non medis. Beberapa kali ia mendatangi tempat pengobatan alternatif untuk mendapatkan kesembuhan.
Di balik itu, ada kepasrahan mendalam yang selalu ia sebut. ”Bagaimanapun saya dan istri akan berupaya untuk kesembuhan anak saya ini, meski kondisi ekonomi kami seperti ini. Apalagi, saya di sini tak banyak mengenal warga karena saya bukan warga asli sini,” tutur Yusuf.
Dari beberapa kali berobat ke tempat pengobatan alternatif, ada harapan kesembuhan yang muncul. Namun, harapan itu langsung saja kabur saat mengingat vonis dokter yang menyatakan kesembuhan Febrian hanya dari kemoterapi yang kini tak lagi bisa menjadi pilihan pengobatan bagi Febrian.
”Minimal benjolan ini sudah agak kempes. Kasihan kalau terus membesar. Dia (Febrian) jadi susah bergerak,” ucapnya dan meminta bantuan doa kepada semua yang mengunjungi putranya.
(vhs)