Larang Deddy Mizwar Main Sinetron, KPI Dinilai Tidak Profesional
A
A
A
BANDUNG - Kalangan seniman Jawa Barat menilai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak profesional dan menghambat profesi seniman menyusul larangan bermain sinetron bagi para calon kepala daerah, termasuk di dalamnya Calon Gubernur Jabar Deddy Mizwar.
Artis dan seniman senior asal Jabar Acil Darmawan Hardjakusuma atau yang akrab disapa Acil Bimbo itu menyatakan, larangan peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) tampil di televisi tidak jelas, rancu, dan berlebihan. Terlebih, aturan tersebut tidak dirumuskan terlebih dahulu dengan para stakeholder terkait lainnya secara jelas.
KPI, kata Acil, menerapkan aturan tersebut hanya berlandaskan pada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penayangan iklan kampanye peserta pilkada. Oleh karenanya, mewakili para seniman Jabar, Acil mendesak KPI mencabut aturan tersebut.
"Bagi saya itu tidak bagus, tidak jelas aturannya, harusnya itu dirumuskan dulu dengan lainnya, bagaimana aturan yang harus diterapkan," jelas Acil, Selasa (29/5/2018).
Menurutnya, aturan KPI itu tentunya akan merugikan banyak pihak, terutama peserta pilkada yang memiliki latar belakang aktor, seperti Deddy Mizwar yang kini maju di ajang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018.
"Aturan KPI itu tidak jelas bagaimana pasal-pasalnya, sehingga membuat bingung. Seperti halnya Deddy Mizwar, aturan tersebut tentunya akan membuat dia bingung. Sebetulnya aturan itu tidak tepat karena itu adalah masalah profesi, sedangkan profesi itu diatur dengan aturan berbeda," jelasnya.
Dia mengatakan, profesi seorang seniman tidak bisa diatur dengan sewenang-wenang. Kalaupun mau diatur, tentunya harus dibuat aturannya terlebih dahulu dan dibahas dengan para stakeholder lainnya, sehingga aturannya jelas dan detail.
"Nggak bisa dong profesi itu diatur-atur dengan aturan tidak jelas, profesi itu bukan suatu kejahatan, bukan juga sebuah pelanggaran. Kalau aturannya nggak jelas itu bisa menghambat karier dan mata pencaharian para seniman lain, ini bahaya," papar Acil.
Karena itu, pihaknya mendesak KPI segera mencabut dan merevisi larangan tersebut, agar tidak merugikan para seniman yang bergerak di bidang tersebut.
"KPI nggak boleh menghalang-halangi profesi, pemerintah (KPI) di sini salah. Tolong dilihat lagi aturannya, aturan itu harus ditinjau ulang, nggak bisa begitu, walaupun sedang menjalankan pilkada. Ini bisa tabrakan antara profesi dengan aturan, sebuah profesi itu nggak bisa dihalang-halangi," tandasnya.
Hal senada diungkapkan Ulli, ketua 2 Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ) Jabar. Dia juga menilai KPI tidak profesional karena mengeluarkan aturan tersebut. Terlebih, kata Ulli, yang namanya profesi tidak bisa diatur dengan aturan yang tidak jelas.
"Masak profesi orang dihambat begitu. Sebagai seniman, saya melihat ini ada kepentingan karena Pilkada Jabar ini rasa pilpres. Ada pihak-pihak yang bermain, berusaha menjegal Deddy Mizwar," tegasnya.
Menurutnya, aturan KPI yang melarang peserta pilkada tampil di televisi sangat tidak jelas dan tidak profesional. Apalagi, hingga saat ini, banyak juga anggota dewan yang tampil di televisi.
"Kan banyak anggota dewan yang main film tiap sahur, seperti Eko Patrio kan figurnya sama, kenapa nggak dilarang main di TV. Jangan hanya yang maju di gubernur saja, kan banyak anggota dewan juga yang main di TV. Kalau mau larang mah tuh ada acara yang menyesatkan, itu nggak cocok, itu mengarah ke syirik. Mestinya itu dilarang, tapi mana gerakan KPI? Kan nggak ada," bebernya.
Ulli juga mendesak KPI bersikap profesional dan harus mau turun langsung ke bawah mengawasi berbagai penayangan di televisi. Terlebih, saat ini, banyak acara TV yang melanggar dan tidak cocok untuk ditayangkan, bahkan acara tidak mendidik pun sangat banyak.
"Mestinya KPI bertugas sesuai tupoksinya, sebagai pengawas tayangan di televisi, bukan malah menghambat profesi orang," tegasnya. (Baca juga: Dilarang Main Sinetron, Deddy Mizwar Somasi KPI).
Artis dan seniman senior asal Jabar Acil Darmawan Hardjakusuma atau yang akrab disapa Acil Bimbo itu menyatakan, larangan peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) tampil di televisi tidak jelas, rancu, dan berlebihan. Terlebih, aturan tersebut tidak dirumuskan terlebih dahulu dengan para stakeholder terkait lainnya secara jelas.
KPI, kata Acil, menerapkan aturan tersebut hanya berlandaskan pada aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penayangan iklan kampanye peserta pilkada. Oleh karenanya, mewakili para seniman Jabar, Acil mendesak KPI mencabut aturan tersebut.
"Bagi saya itu tidak bagus, tidak jelas aturannya, harusnya itu dirumuskan dulu dengan lainnya, bagaimana aturan yang harus diterapkan," jelas Acil, Selasa (29/5/2018).
Menurutnya, aturan KPI itu tentunya akan merugikan banyak pihak, terutama peserta pilkada yang memiliki latar belakang aktor, seperti Deddy Mizwar yang kini maju di ajang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018.
"Aturan KPI itu tidak jelas bagaimana pasal-pasalnya, sehingga membuat bingung. Seperti halnya Deddy Mizwar, aturan tersebut tentunya akan membuat dia bingung. Sebetulnya aturan itu tidak tepat karena itu adalah masalah profesi, sedangkan profesi itu diatur dengan aturan berbeda," jelasnya.
Dia mengatakan, profesi seorang seniman tidak bisa diatur dengan sewenang-wenang. Kalaupun mau diatur, tentunya harus dibuat aturannya terlebih dahulu dan dibahas dengan para stakeholder lainnya, sehingga aturannya jelas dan detail.
"Nggak bisa dong profesi itu diatur-atur dengan aturan tidak jelas, profesi itu bukan suatu kejahatan, bukan juga sebuah pelanggaran. Kalau aturannya nggak jelas itu bisa menghambat karier dan mata pencaharian para seniman lain, ini bahaya," papar Acil.
Karena itu, pihaknya mendesak KPI segera mencabut dan merevisi larangan tersebut, agar tidak merugikan para seniman yang bergerak di bidang tersebut.
"KPI nggak boleh menghalang-halangi profesi, pemerintah (KPI) di sini salah. Tolong dilihat lagi aturannya, aturan itu harus ditinjau ulang, nggak bisa begitu, walaupun sedang menjalankan pilkada. Ini bisa tabrakan antara profesi dengan aturan, sebuah profesi itu nggak bisa dihalang-halangi," tandasnya.
Hal senada diungkapkan Ulli, ketua 2 Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ) Jabar. Dia juga menilai KPI tidak profesional karena mengeluarkan aturan tersebut. Terlebih, kata Ulli, yang namanya profesi tidak bisa diatur dengan aturan yang tidak jelas.
"Masak profesi orang dihambat begitu. Sebagai seniman, saya melihat ini ada kepentingan karena Pilkada Jabar ini rasa pilpres. Ada pihak-pihak yang bermain, berusaha menjegal Deddy Mizwar," tegasnya.
Menurutnya, aturan KPI yang melarang peserta pilkada tampil di televisi sangat tidak jelas dan tidak profesional. Apalagi, hingga saat ini, banyak juga anggota dewan yang tampil di televisi.
"Kan banyak anggota dewan yang main film tiap sahur, seperti Eko Patrio kan figurnya sama, kenapa nggak dilarang main di TV. Jangan hanya yang maju di gubernur saja, kan banyak anggota dewan juga yang main di TV. Kalau mau larang mah tuh ada acara yang menyesatkan, itu nggak cocok, itu mengarah ke syirik. Mestinya itu dilarang, tapi mana gerakan KPI? Kan nggak ada," bebernya.
Ulli juga mendesak KPI bersikap profesional dan harus mau turun langsung ke bawah mengawasi berbagai penayangan di televisi. Terlebih, saat ini, banyak acara TV yang melanggar dan tidak cocok untuk ditayangkan, bahkan acara tidak mendidik pun sangat banyak.
"Mestinya KPI bertugas sesuai tupoksinya, sebagai pengawas tayangan di televisi, bukan malah menghambat profesi orang," tegasnya. (Baca juga: Dilarang Main Sinetron, Deddy Mizwar Somasi KPI).
(zik)