Rencana Penerapan ERP di Margonda, DPRD Minta Dikaji Matang

Rencana Penerapan ERP di Margonda, DPRD Minta Dikaji Matang
A
A
A
DEPOK - Ketua DPRD Kota Depok, Hendrik Tangke Allo mengatakan sampai saat ini belum mendapat informasi resmi soal wacana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar di Jalan Margonda yang dilontarkan Pemprov Jabar.
Menurut Hendrik, program yang diwacanakan oleh Pemprov Jabar itu bukan ide yang ngawur. "Hanya saja harus diperhatikan dulu kesiapannya. Itu boleh saja dan rencana bagus tapi harus dipikirkan solusi lainnya bagaimana," katanya, Kamis (12/4/2018).
Hendrik mengatakan, yang harus disiapkan adalah soal alternatif jalan lain untuk pengguna non berbayar. Dan jika jalur Margonda dibuat pemisahan antara berbayar dan non bayar maka akan sangat mustahil. "Sudah ada jalur alternatifnya belum? Lalu bagaimana soal kajiannya?" tanyanya.
Dia menuturkan, ERP di Margonda hanya akan membuat kemacetan baru di titik lain. Karena pengendara lain akan mencari alternatif jalan yang tidak berbayar.
"Sama saja hanya memindahkan kemacetan saja. Margonda bisa jadi tidak macet, tapi kemacetan bisa jadi ada di titik lain," ungkapnya. (Baca: Wacana Jalan Berbayar di Depok, Dishub: Sangat Sulit Diterapkan )
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Depok, Sri Utami menutukan, kajian terhadap Jalan Margonda mutlak dilakukan sebelum penerapan ERP. Saat ini kata dia, secara umum kondisi Margonda saat ini memang sering mengalami kemacetan panjang terutama di jam-jam sibuk.
"Keterlambatan pembngunan infrastruktur transport publik yang nyaman, aman, terintegrasi dan terjangkau kita saksikan dampaknya saat ini," katanya.
Hal ini diiringi kemudahan kepemilikam kendaraan pribadi serta maraknya transportasi online. Jadi, katanya, pendekatan penyelesaiannya harus terintegrasi.
"Pelebaran jalan bisa jadi opsi tapi tidah boleh mengorbankan jalur hijau di tengah. Karena itu jalur supply oksigen dan penyerapan polusi yang intensitasnya cukup pekat pada jam- jam padat," ungkapnya.
Solusi sementara lain adalah dengan membongkar separator jalur lambat dan cepat. Tujuannya kata dia agar kapasitas jalan bisa sedikit lebih lebar.
"Jika feasibitasnya baik ERP bisa saja diterapkan tapi tujuannya bukan untuk peningkatan PAD tetapi untuk mengalihkan preferensi masyarakat pada jam sibuk dan agar lebih merata penyebarannya di jam-jam lain," pungkasnya.
Menurut Hendrik, program yang diwacanakan oleh Pemprov Jabar itu bukan ide yang ngawur. "Hanya saja harus diperhatikan dulu kesiapannya. Itu boleh saja dan rencana bagus tapi harus dipikirkan solusi lainnya bagaimana," katanya, Kamis (12/4/2018).
Hendrik mengatakan, yang harus disiapkan adalah soal alternatif jalan lain untuk pengguna non berbayar. Dan jika jalur Margonda dibuat pemisahan antara berbayar dan non bayar maka akan sangat mustahil. "Sudah ada jalur alternatifnya belum? Lalu bagaimana soal kajiannya?" tanyanya.
Dia menuturkan, ERP di Margonda hanya akan membuat kemacetan baru di titik lain. Karena pengendara lain akan mencari alternatif jalan yang tidak berbayar.
"Sama saja hanya memindahkan kemacetan saja. Margonda bisa jadi tidak macet, tapi kemacetan bisa jadi ada di titik lain," ungkapnya. (Baca: Wacana Jalan Berbayar di Depok, Dishub: Sangat Sulit Diterapkan )
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Depok, Sri Utami menutukan, kajian terhadap Jalan Margonda mutlak dilakukan sebelum penerapan ERP. Saat ini kata dia, secara umum kondisi Margonda saat ini memang sering mengalami kemacetan panjang terutama di jam-jam sibuk.
"Keterlambatan pembngunan infrastruktur transport publik yang nyaman, aman, terintegrasi dan terjangkau kita saksikan dampaknya saat ini," katanya.
Hal ini diiringi kemudahan kepemilikam kendaraan pribadi serta maraknya transportasi online. Jadi, katanya, pendekatan penyelesaiannya harus terintegrasi.
"Pelebaran jalan bisa jadi opsi tapi tidah boleh mengorbankan jalur hijau di tengah. Karena itu jalur supply oksigen dan penyerapan polusi yang intensitasnya cukup pekat pada jam- jam padat," ungkapnya.
Solusi sementara lain adalah dengan membongkar separator jalur lambat dan cepat. Tujuannya kata dia agar kapasitas jalan bisa sedikit lebih lebar.
"Jika feasibitasnya baik ERP bisa saja diterapkan tapi tujuannya bukan untuk peningkatan PAD tetapi untuk mengalihkan preferensi masyarakat pada jam sibuk dan agar lebih merata penyebarannya di jam-jam lain," pungkasnya.
(ysw)