Pilgub Sumut, Politik Identitas Dongkrak Suara Edy-Ijeck
A
A
A
MEDAN - Dua hasil survei Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara (Sumut) yang dirilis pekan lalu jadi sorotan publik.
Pertama survei Indo Barometer pada 4-10 Februari 2018 yang dirilis pada 23 Maret 2018. Kedua, survei dilakukan Center For Election and Political Party (CEPP) USU yang dilakukan 3-7 Maret 2018 dan dirilis pada 24 Maret 2018. Dalam survei CEPP, paslon Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah unggul atas Djarot-Sihar.
Yang jadi sorotan publik tentu saja rilis survei Indo Barometer. Terutama soal parameter kejujuran paslon antara Cagub nomor urut 1 Edy Rahmayadi dengan Cagub nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat.
Berdasarkan survei tersebut, Djarot unggul dalam indikator jujur dan bebas korupsi yakni sebesar 77,1%. Sedangkan Edy meraih 69,4%. Menurut praktisi politik Sumut, Ikhyar Velayati Harahap, survei merupakan kajian ilmiah.
"Soal legitimasinya, ya silakan publik menilai. Jikapun ada yang merasa janggal, ya bisa dibantah dengan survei juga. Dan survei Indo Barometer kan sudah terbantahkan dengan rilis survei yang dilakukan CEPP Fisip USU. Namun lagi-lagi, publik yang menjadi penilainya," terang Ikhyar kepada wartawan.
Meski begitu, Ikhyar menilai survei yang dilakukan CEPP USU memiliki validasi dan akurasi yang lebih bisa diterima publik. Alasan pertama, lanjut Ketua PKNU Sumut itu, survei CEPP USU lebih aktual karena dilakukan pada Maret 2018 dan dirilis pula pada Maret 2018.
"Kalau Indo Barometer yang dirilis 23 Maret 2018 itu kan surveinya dibuat pada awal Februari 2018. Jadi (survei CEPP USU) ya bisa lebih diterima publik," jelas Ketua Forum Aktivis 1998 Sumut itu.
Alasan kedua yakni soal kedudukan lembaga surveinya. "CEPP USU bisa lebih mendapat legitimasi publik karena merupakan lembaga survei kampus negeri," ujar Ikhyar.
Dalam survei CEPP tersebut, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah unggul di angka 49,3 persen dari Djarot-Sihar yang ada di angka 34,5 persen. Bagaimana anda melihat hasil survei tersebut?
Menjawab itu, Ikhyar menilai salah satu poin yang menaikkan elektabilitas pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) yakni bergulirnya kasus JR Saragih. Pada kasus itu, publik curiga ada tangan-tangan tak terlihat yang berusaha menggagalkan pasangan JR Saragih-Ance Selian menjadi peserta Pilgub Sumut.
"Kasus itu pula yang akhirnya membuat publik mengalihkan pilihan kepada pasangan Eramas. Terutama kantong-kantong suara Ance Selian yang merupakan pemilih muslim. Dan jangan salah, kantong suara JR Saragih juga akan mengarah ke Eramas," tutur Ikhyar.
Poin lain yang meningkatkan elektabilitas Eramas, sambung Ikhyar, soal konsistensi Edy-Musa Rajekshah yang menerapkan politik identitas pada setiap sosialisasinya.
"Edy-Musa Rajekshah konsisten bahwa agama tak bisa dipisahkan dari politik. Dalam setiap kesempatan mereka dekat dengan ulama. Ini yang tak nampak dari pasangan Djarot-Sihar yang terkesan abu-abu, sebab kadang mengajak memerangi isu SARA terkadang bicara juga politik identitas. Contohnya saat Ketum PDIP mengajak warga Jawa di Sumut memilih Djarot," tegas Ikhyar.
Poin lainnya, sambung Ikhyar, tentu saja soal popularitas Edy Rahmayadi di Sumut. "Orang Sumut lebih mengenal Edy ketimbang Djarot yang bukan warga Sumut. Bahkan sebagian besar warga Sumut juga tak begitu mengenal sosok Sihar Sitorus meski dia bermarga Batak," pungkas Ikhyar.
Pertama survei Indo Barometer pada 4-10 Februari 2018 yang dirilis pada 23 Maret 2018. Kedua, survei dilakukan Center For Election and Political Party (CEPP) USU yang dilakukan 3-7 Maret 2018 dan dirilis pada 24 Maret 2018. Dalam survei CEPP, paslon Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah unggul atas Djarot-Sihar.
Yang jadi sorotan publik tentu saja rilis survei Indo Barometer. Terutama soal parameter kejujuran paslon antara Cagub nomor urut 1 Edy Rahmayadi dengan Cagub nomor urut 2 Djarot Saiful Hidayat.
Berdasarkan survei tersebut, Djarot unggul dalam indikator jujur dan bebas korupsi yakni sebesar 77,1%. Sedangkan Edy meraih 69,4%. Menurut praktisi politik Sumut, Ikhyar Velayati Harahap, survei merupakan kajian ilmiah.
"Soal legitimasinya, ya silakan publik menilai. Jikapun ada yang merasa janggal, ya bisa dibantah dengan survei juga. Dan survei Indo Barometer kan sudah terbantahkan dengan rilis survei yang dilakukan CEPP Fisip USU. Namun lagi-lagi, publik yang menjadi penilainya," terang Ikhyar kepada wartawan.
Meski begitu, Ikhyar menilai survei yang dilakukan CEPP USU memiliki validasi dan akurasi yang lebih bisa diterima publik. Alasan pertama, lanjut Ketua PKNU Sumut itu, survei CEPP USU lebih aktual karena dilakukan pada Maret 2018 dan dirilis pula pada Maret 2018.
"Kalau Indo Barometer yang dirilis 23 Maret 2018 itu kan surveinya dibuat pada awal Februari 2018. Jadi (survei CEPP USU) ya bisa lebih diterima publik," jelas Ketua Forum Aktivis 1998 Sumut itu.
Alasan kedua yakni soal kedudukan lembaga surveinya. "CEPP USU bisa lebih mendapat legitimasi publik karena merupakan lembaga survei kampus negeri," ujar Ikhyar.
Dalam survei CEPP tersebut, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah unggul di angka 49,3 persen dari Djarot-Sihar yang ada di angka 34,5 persen. Bagaimana anda melihat hasil survei tersebut?
Menjawab itu, Ikhyar menilai salah satu poin yang menaikkan elektabilitas pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) yakni bergulirnya kasus JR Saragih. Pada kasus itu, publik curiga ada tangan-tangan tak terlihat yang berusaha menggagalkan pasangan JR Saragih-Ance Selian menjadi peserta Pilgub Sumut.
"Kasus itu pula yang akhirnya membuat publik mengalihkan pilihan kepada pasangan Eramas. Terutama kantong-kantong suara Ance Selian yang merupakan pemilih muslim. Dan jangan salah, kantong suara JR Saragih juga akan mengarah ke Eramas," tutur Ikhyar.
Poin lain yang meningkatkan elektabilitas Eramas, sambung Ikhyar, soal konsistensi Edy-Musa Rajekshah yang menerapkan politik identitas pada setiap sosialisasinya.
"Edy-Musa Rajekshah konsisten bahwa agama tak bisa dipisahkan dari politik. Dalam setiap kesempatan mereka dekat dengan ulama. Ini yang tak nampak dari pasangan Djarot-Sihar yang terkesan abu-abu, sebab kadang mengajak memerangi isu SARA terkadang bicara juga politik identitas. Contohnya saat Ketum PDIP mengajak warga Jawa di Sumut memilih Djarot," tegas Ikhyar.
Poin lainnya, sambung Ikhyar, tentu saja soal popularitas Edy Rahmayadi di Sumut. "Orang Sumut lebih mengenal Edy ketimbang Djarot yang bukan warga Sumut. Bahkan sebagian besar warga Sumut juga tak begitu mengenal sosok Sihar Sitorus meski dia bermarga Batak," pungkas Ikhyar.
(rhs)