Nelayan di Natuna Mengeluh BBM Sering Habis
A
A
A
NATUNA - Nelayan di Desa Sepempang, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau mengeluhkan ketersediaan solar di SPBU-N. BBM sering habis sebelum waktunya dan dinilai belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan nelayan.
"Ini harus menjadi perhatian pemerintah khususnya Pertamina agar bisa menambah kuota minyak solar untuk nelayan," kata Boy, nelayan di Desa Sepempang, Natuna.
Boy merasakan perubahan setelah ada SPBU-N. Dia mengaku punya tiga pompong dan bisa menghemat sampai Rp500 ribu ketimbang sebelum ada program itu. Setiap 100 liter, kata dia, bisa menghemat Rp100 ribu. Awak kapal Boy juga mendapat upah lebih besar Rp250 ribu per hari.
Nelayan di Desa Sepempang membeli solar di SPBU Nelayan milik PT Bintang Utara Mandiri. Lokasinya tak begitu jauh dari Pelabuhan Teluk Baruk, persisnya di pintu keluar pelabuhan. Stasiun pengisian BBM yang baru saja diresmikan awal Januari 2018 itu kerap sibuk melayani nelayan yang membeli solar.
SPBU-N ini menjadi tujuan nelayan dari banyak desa di Bunguran, salah satu kecamatan yang punya nelayan paling banyak di Natuna. Nelayan tersebut berasal dari Desa Tanjung, Kelanga, Pengadah, Sungai Ulu termasuk Desa Teluk Buton yang berada di Kecamatan Bunguran Utara.
"Antusias nelayan terhadap BBM Satu Harga ini sungguh luar biasa. Wajar kalau kuota 200 ton per bulan ini habis sebelum waktunya," kata pengawas SPBU-N tersebut, Ujang Barok, sambil menunjukkan buku penjualan.
Saat ini, kata Ujang, kuota 200 ton per bulan itu harus dibagi dengan tiga SPBU-N di Kecamatan Serasan, Pulau Laut dan Pulau Tiga. Sudah barang tentu, pihak SPBU tidak bisa memenuhi kebutuhan nelayan.
"Jangan heran terkadang ada nelayan yang marah karena sudah jauh-jauh datang kemari tetapi minyak habis. Tetapi mereka juga paham dengan jumlah minyak yang ada di SPBU kami," ungkap Ujang.
Setiap penjualan, kata Ujang, petugas selalu meminta nelayan menunjukkan kartu nelayan. Hal ini bertujuan agar penyaluran solar tepat sasaran.
Bagi nelayan yang tidak memiliki kartu nelayan bisa menunjukkan KTP yang menunjukkan pekerjaannya sebagai nelayan. Apalagi sebut Ujang, sejak ada program BBM Satu Harga, banyak nelayan yang kembali aktif melaut.
Alasannya karena harga minyak tidak semahal biasanya. Dia menggambarkan kalau cuaca normal, sehari SPBU bisa menjual 3-4 ton solar.
"Jadi dengan kuota minyak Solar yang kurang dari 100 ton perbulan itu, kini tidak lagi cukup untuk melayani kebutuhan nelayan. Apalagi kuota yang semula 200 ton itu kami harus berbagi dengan tiga SPBU-N yang baru saja beroperasi," jelasnya.
Selain minyak Solar, SPBU-N PT Bintang Utara Mandiri juga menjual minyak Premium dengan harga Rp6.450 perliternya. Kehadiran SPBU-Nelayan dan Program BBM Satu Harga di Natuna jadi berita besar bagi nelayan. Mereka akhirnya merasa diperhatikan pemerintah yang datang dari PT Pertamina (Persero).
Maklum, komponen BBM bagi nelayan, menempati urutan pertama dalam listing biaya operasional selain es batu. Sekali melaut, biaya untuk BBM bisa mencapai 60-70 persen dari total biaya operasional. Karena itulah, BBM Satu Harga, sangat dinanti nelayan Natuna.
Untuk diketahui, di Kepulauan Riau, Pertamina membangun tujuh SPBU-N, lima di Natuna, satu di Anambas dan satu di Bintan.
"Ini harus menjadi perhatian pemerintah khususnya Pertamina agar bisa menambah kuota minyak solar untuk nelayan," kata Boy, nelayan di Desa Sepempang, Natuna.
Boy merasakan perubahan setelah ada SPBU-N. Dia mengaku punya tiga pompong dan bisa menghemat sampai Rp500 ribu ketimbang sebelum ada program itu. Setiap 100 liter, kata dia, bisa menghemat Rp100 ribu. Awak kapal Boy juga mendapat upah lebih besar Rp250 ribu per hari.
Nelayan di Desa Sepempang membeli solar di SPBU Nelayan milik PT Bintang Utara Mandiri. Lokasinya tak begitu jauh dari Pelabuhan Teluk Baruk, persisnya di pintu keluar pelabuhan. Stasiun pengisian BBM yang baru saja diresmikan awal Januari 2018 itu kerap sibuk melayani nelayan yang membeli solar.
SPBU-N ini menjadi tujuan nelayan dari banyak desa di Bunguran, salah satu kecamatan yang punya nelayan paling banyak di Natuna. Nelayan tersebut berasal dari Desa Tanjung, Kelanga, Pengadah, Sungai Ulu termasuk Desa Teluk Buton yang berada di Kecamatan Bunguran Utara.
"Antusias nelayan terhadap BBM Satu Harga ini sungguh luar biasa. Wajar kalau kuota 200 ton per bulan ini habis sebelum waktunya," kata pengawas SPBU-N tersebut, Ujang Barok, sambil menunjukkan buku penjualan.
Saat ini, kata Ujang, kuota 200 ton per bulan itu harus dibagi dengan tiga SPBU-N di Kecamatan Serasan, Pulau Laut dan Pulau Tiga. Sudah barang tentu, pihak SPBU tidak bisa memenuhi kebutuhan nelayan.
"Jangan heran terkadang ada nelayan yang marah karena sudah jauh-jauh datang kemari tetapi minyak habis. Tetapi mereka juga paham dengan jumlah minyak yang ada di SPBU kami," ungkap Ujang.
Setiap penjualan, kata Ujang, petugas selalu meminta nelayan menunjukkan kartu nelayan. Hal ini bertujuan agar penyaluran solar tepat sasaran.
Bagi nelayan yang tidak memiliki kartu nelayan bisa menunjukkan KTP yang menunjukkan pekerjaannya sebagai nelayan. Apalagi sebut Ujang, sejak ada program BBM Satu Harga, banyak nelayan yang kembali aktif melaut.
Alasannya karena harga minyak tidak semahal biasanya. Dia menggambarkan kalau cuaca normal, sehari SPBU bisa menjual 3-4 ton solar.
"Jadi dengan kuota minyak Solar yang kurang dari 100 ton perbulan itu, kini tidak lagi cukup untuk melayani kebutuhan nelayan. Apalagi kuota yang semula 200 ton itu kami harus berbagi dengan tiga SPBU-N yang baru saja beroperasi," jelasnya.
Selain minyak Solar, SPBU-N PT Bintang Utara Mandiri juga menjual minyak Premium dengan harga Rp6.450 perliternya. Kehadiran SPBU-Nelayan dan Program BBM Satu Harga di Natuna jadi berita besar bagi nelayan. Mereka akhirnya merasa diperhatikan pemerintah yang datang dari PT Pertamina (Persero).
Maklum, komponen BBM bagi nelayan, menempati urutan pertama dalam listing biaya operasional selain es batu. Sekali melaut, biaya untuk BBM bisa mencapai 60-70 persen dari total biaya operasional. Karena itulah, BBM Satu Harga, sangat dinanti nelayan Natuna.
Untuk diketahui, di Kepulauan Riau, Pertamina membangun tujuh SPBU-N, lima di Natuna, satu di Anambas dan satu di Bintan.
(rhs)