Ini Analisa Pakar Hidrologi Terkait Bencana Banjir Bandang Bandung
A
A
A
BANDUNG - Bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan Cicaheum, Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung, pada Selasa 20 Maret 2018 sudah mendapatkan peringatan dari sejumlah ahli lingkungan. Bencana alam ini bukan hanya faktor cuaca akibat hujan deras yang terjadi, tetapi adanya fenomena perubahan landscape yang terjadi di Kawasan Bandung Utara (KBU).
Pakar Hidrologi dan Lingkungan Universitas Padjadjaran, Chay Asdak mengatakan, kekhawatiran bencana alam seperti ini sudah pernah disampaikan kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi pada 10-15 tahun lalu. Para ahli telah memberikan masukan kepada pemerintah agar kawasan KBU dilakukan moratorium.
Bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan Cicaheum itu diakibatkan adanya fenomena perubahan landscape di daerah KBU. "Saya kira apa yang kita kemukakan 10-15 tahun lalu jadi kenyataan, karena dulu kita all out mencegah KBU 750 meter dpl itu untuk dibuat moratorium tapi ternyata jalan terus. Lihat di Dago atas," kata Chay Asdak saat dihubungi Rabu (21/3/2018).
Dia menyebutkan, bencana alam yang terjadi bukan fenomena alam biasa. Tetapi, bencana alam ini dampak dari kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara. Pembangunan perumahan dari kawasan Dago hingga Pasir Impun terus bermunculan.
"Itu yang menjadikan kejadian kemarin tak hanya persoalan air besar tetapi ada campuran lumpur. Artinya ada longsoran kecil terjadi di atas dan longsoran itu karena penutupan lahan yang minimal. Akumulasi longsoran kecil yang tersapu saat debit air besar," jelasnya.
Dia mengungkapkan, persoalan banjir Cicaheum bukan masalah drinase yang buruk. Tetapi memang akibat adanya kiriman air dari atas dan ditambah rontokan yang terdesposisi longsoran kecil di atas. "Sebenarnya hujan kemarin tidak terlalu besar di kawasan Cicaheum. Hujan deras terjadi di wilayah utara," ujarnya.
Dia berharap, pemerintah harus segera melakukan langkah antisipasi terkait kerusakan lahan di KBU. Jika persoalan ini dibiarkan tidak menutup kemungkinan bencana kebih besar terjadi.
Pakar Hidrologi dan Lingkungan Universitas Padjadjaran, Chay Asdak mengatakan, kekhawatiran bencana alam seperti ini sudah pernah disampaikan kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi pada 10-15 tahun lalu. Para ahli telah memberikan masukan kepada pemerintah agar kawasan KBU dilakukan moratorium.
Bencana banjir bandang yang terjadi di kawasan Cicaheum itu diakibatkan adanya fenomena perubahan landscape di daerah KBU. "Saya kira apa yang kita kemukakan 10-15 tahun lalu jadi kenyataan, karena dulu kita all out mencegah KBU 750 meter dpl itu untuk dibuat moratorium tapi ternyata jalan terus. Lihat di Dago atas," kata Chay Asdak saat dihubungi Rabu (21/3/2018).
Dia menyebutkan, bencana alam yang terjadi bukan fenomena alam biasa. Tetapi, bencana alam ini dampak dari kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan di Kawasan Bandung Utara. Pembangunan perumahan dari kawasan Dago hingga Pasir Impun terus bermunculan.
"Itu yang menjadikan kejadian kemarin tak hanya persoalan air besar tetapi ada campuran lumpur. Artinya ada longsoran kecil terjadi di atas dan longsoran itu karena penutupan lahan yang minimal. Akumulasi longsoran kecil yang tersapu saat debit air besar," jelasnya.
Dia mengungkapkan, persoalan banjir Cicaheum bukan masalah drinase yang buruk. Tetapi memang akibat adanya kiriman air dari atas dan ditambah rontokan yang terdesposisi longsoran kecil di atas. "Sebenarnya hujan kemarin tidak terlalu besar di kawasan Cicaheum. Hujan deras terjadi di wilayah utara," ujarnya.
Dia berharap, pemerintah harus segera melakukan langkah antisipasi terkait kerusakan lahan di KBU. Jika persoalan ini dibiarkan tidak menutup kemungkinan bencana kebih besar terjadi.
(wib)