Polda Jabar Gandeng Ulama dan Media Perangi Hoax
A
A
A
BANDUNG - Polda Jabar menggandeng tokoh agama dan pimpinan media untuk bersama-sama memerangi kabar bohong atau hoax yang marak beredar di media sosial dan meracuni pikiran masyarakat. Deklarasi Jabar Antihoax berlangsung di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Selasa (13/3/2018).
"Hari Ini Selasa 13 Maret 2018, jajaran Polda Jabar bersama elemen masyarakat Jawa Barat mendeklarasikan antihoax. Kegiatan ini bertujuan menjalin silaturahmi, membangun kemitraan, ningkatkan sinergitas, dan sarana sharing informasi terkait situasi kamtibmas," kata Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto seusai deklarasi.
Sebelum deklarasi digelar, Agung menjamu para ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan media di Aula Muryono, Mapolda Jabar dalam acara coffee morning kamtibmas. Tampak hadir sejumlah pimpinan media cetak, elektronik, dan online, termasuk Kepala Biro KORAN SINDO Jabar Khusnul Huda
Hadir juga Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo, Ketua PU Jabar Yayat Hidayat, Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo, dan lain-lain. "Para tokoh agama memiliki pengaruh, disegani, dan dihormati masyarakat. Sebab ulama mampu memberikan pandangan, solusi, dan merekatkan atau mendamaikan hubungan antarsesama masyarakat," ujar Agung.
Karena itu, tutur Kapolda, tokoh agama memiliki tugas sangat penting dan mulia dalam menyebarkan, mengajak kebaikan, dan mencegah atau menghilangkan hal-hal negatif di masyarakat. "Begitu juga media massa. Sampaikan berita atau informasi yang benar kepada masyarakat sehingga terwujud situasi aman, tentram, dan kondusif," tutur Kapolda.
Penyebaran kabar bohong atau hoax, ungkap Agung, tak hanya meresahkan masyarakat, tapi juga dapat memecahbelah, mengadu domba, sehingga mengancam kamtimaa, tapi juga keutungab bangsa dan negara.
Seperti akhir-akhir ini berkembang isu tentang penganiayaan terhadap ulama atau tokoh agama. Berdasarkan data yang tercatat dan ditangani oleh Polda Jabar, terdapat 21 kasus tindak pidana penganiayaan.
"Namun, kenyataannya hanya dua kejadian penganiayaan yang dialami ulama. Sementara 19 isu penganiayaan lainnya adalah hoax atau bohong dan direkayasa seperti kejadian di Pameungpeuk, Garut.," ungkal Agung.
Sementara itu, Yusran Pare, pimpinan salah satu media cetak lokal mengatakan, kegiatan yang dilakukan Polda Jabar ini bentuk dukungan luar biasa bagi kerja jurnalis.
"Karena jurnalis tidak mengenal berita bohong. Jurnalis diikat etika sangat ketat, di antaranya Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik. Jurnalis tidak sebarkan berita bohong. Demikian juga dalam keseharian, jurnalis diikat tata kerja yang tidak bisa sembarangan memberitakan tanpa ada klarifikasi. Yang pasti, berita bohong bukan produk jurnalistik," kata Yusran.
Menurut dia, semua yang terlibat dalam jurnalisme, mendukung langkah Polda Jabar untuk memerangi hoax sekaligus mengapresiasi atas pengungkapan kasus penyebar hoax di Jabar.
"Untuk itu, kita semua sepakat menyatakan menolak hoax. Jurnalis tidak perlu ditanya, kami antikebohongan. Kami tidak hanya bergerak untuk menolak hoax menjelang pilkada saja, tapi selamanya menolak hoax, fitnah, dan ujaran kebencian," ujar Yusran.
"Hari Ini Selasa 13 Maret 2018, jajaran Polda Jabar bersama elemen masyarakat Jawa Barat mendeklarasikan antihoax. Kegiatan ini bertujuan menjalin silaturahmi, membangun kemitraan, ningkatkan sinergitas, dan sarana sharing informasi terkait situasi kamtibmas," kata Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto seusai deklarasi.
Sebelum deklarasi digelar, Agung menjamu para ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan media di Aula Muryono, Mapolda Jabar dalam acara coffee morning kamtibmas. Tampak hadir sejumlah pimpinan media cetak, elektronik, dan online, termasuk Kepala Biro KORAN SINDO Jabar Khusnul Huda
Hadir juga Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo, Ketua PU Jabar Yayat Hidayat, Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo, dan lain-lain. "Para tokoh agama memiliki pengaruh, disegani, dan dihormati masyarakat. Sebab ulama mampu memberikan pandangan, solusi, dan merekatkan atau mendamaikan hubungan antarsesama masyarakat," ujar Agung.
Karena itu, tutur Kapolda, tokoh agama memiliki tugas sangat penting dan mulia dalam menyebarkan, mengajak kebaikan, dan mencegah atau menghilangkan hal-hal negatif di masyarakat. "Begitu juga media massa. Sampaikan berita atau informasi yang benar kepada masyarakat sehingga terwujud situasi aman, tentram, dan kondusif," tutur Kapolda.
Penyebaran kabar bohong atau hoax, ungkap Agung, tak hanya meresahkan masyarakat, tapi juga dapat memecahbelah, mengadu domba, sehingga mengancam kamtimaa, tapi juga keutungab bangsa dan negara.
Seperti akhir-akhir ini berkembang isu tentang penganiayaan terhadap ulama atau tokoh agama. Berdasarkan data yang tercatat dan ditangani oleh Polda Jabar, terdapat 21 kasus tindak pidana penganiayaan.
"Namun, kenyataannya hanya dua kejadian penganiayaan yang dialami ulama. Sementara 19 isu penganiayaan lainnya adalah hoax atau bohong dan direkayasa seperti kejadian di Pameungpeuk, Garut.," ungkal Agung.
Sementara itu, Yusran Pare, pimpinan salah satu media cetak lokal mengatakan, kegiatan yang dilakukan Polda Jabar ini bentuk dukungan luar biasa bagi kerja jurnalis.
"Karena jurnalis tidak mengenal berita bohong. Jurnalis diikat etika sangat ketat, di antaranya Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik. Jurnalis tidak sebarkan berita bohong. Demikian juga dalam keseharian, jurnalis diikat tata kerja yang tidak bisa sembarangan memberitakan tanpa ada klarifikasi. Yang pasti, berita bohong bukan produk jurnalistik," kata Yusran.
Menurut dia, semua yang terlibat dalam jurnalisme, mendukung langkah Polda Jabar untuk memerangi hoax sekaligus mengapresiasi atas pengungkapan kasus penyebar hoax di Jabar.
"Untuk itu, kita semua sepakat menyatakan menolak hoax. Jurnalis tidak perlu ditanya, kami antikebohongan. Kami tidak hanya bergerak untuk menolak hoax menjelang pilkada saja, tapi selamanya menolak hoax, fitnah, dan ujaran kebencian," ujar Yusran.
(rhs)