Polda Bidik Tersangka Lain dalam Kasus Suap Pilkada Garut
A
A
A
BANDUNG - Satuan Tugas Pilkada (Satgasda) Jawa Barat (Jabar) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar membidik tersangka lain dalam kasus suap penyelenggara Pilkada Garut 2018. Penyidik memanggil bakal pasangan calon bupati-wakil bupati Soni Sondani-Usep Nurdin sebagai saksi.
Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, keterangan Soni dan Usep diperlukan karena penyidik memperoleh kesaksian bahwa suap yang diberikan tersangka Didin kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut Ade Sudrajad dan Ketua Panwaslu Heri Hasan Basri, merupakan atas perintah pasangan bakal calon itu.
Namun, penyidik masih membutuhkan alat bukti lain untuk meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka. Sesuai Pasal 184 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa seseorang bisa ditetapkan jadi tersangka jika minimal telah memenuhi dua alat bukti.
"Kami akan panggil Soni dan pasangannya (Usep Nurdin) untuk periksa sebagai saksi dulu kalau betul inisiatif bukan dari Didin mau tidak mau ditingkatkan statusnya. Inisiatif muncul dari Didin mungkin aman untuk bakal paslon (Soni-Usep)," kata Umar seusai ekspos kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan komisioner KPU Garut Ade Sudrajad dan Ketua Panwaslu Garut Heri Hasan Basri di ruang Riung Mungpulung Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (26/2/2018).
Umar mengemukakan, pengakuan terkait keterlibatan pihak lain sudah ada. Baik di institusi maupun peserta pilkada. Penyidik sudah mengantongi satu alat bukti, yakni pengakuan (tersangka Didin) dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Jadi penyidik membutuhkan satu lagi alat bukti untuk menetapkan tersangka lain.
"Tujuan dari semua ini (proses hukum) adalah untuk memastikan bahwa pelaksaan pilkada dilaksanakan oleh orang-orang yang kredibilitasnya bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Tersangka Ade Sudrajad mendapat Rp150 juta dan mobil Daihatsu Sigra tapi pengakuan itu harus dibuktikan dengan alat bukti lain. Penyidik mencocokan komuniksi dalam telepon seluler (ponsel) dengan bukti transfer.
"Uang itu ditransfer teesangka Dd (Didin) ke tersangka AS (Ade Sudrajad) secara bertahap. Ke rekening BCA 12 kali transfer, BRI tiga kali, BNI, dan Mandiri satu kali," jelasnya.
Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat mengatakan, pihaknya mendukung penuh Polda Jabar mengembangkan penyidikan terhadap kasus ini sehingga tidak sampai hanya kepada dua orang ini (Ade Sudrajad dan Heri Hasan Basri).
"Kalau ada indikasi keterlibatan pihak lain, silakan diproses. Kami instruksikan komisoner KPU Garut untuk membantu," kata Yayat di tempat sama.
Dukungan serupa disampaikan oleh Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto. Dia mengatakan, Bawaslu Jabar mendukung pengungkapan lebih lanjut atas kasus ini. "Bakal paslon yang diduga memberi suap juga harus diproses. Seluruh penyelenggaraan pilkada dan Pilgub Jabar harus diawasi," ungkap Harminus.
Sementara itu, Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto menyatakan, semua pihak yang diduga terlibat melakukan pelanggaran akan diproses secara hukum. Siapa saja yg melakukan pelanggaran akan kami tindak. Kami tidak berandai-andai. Sebab langkah kami berdasarkan bukti yuridis," pungkas Kapolda.
Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, keterangan Soni dan Usep diperlukan karena penyidik memperoleh kesaksian bahwa suap yang diberikan tersangka Didin kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut Ade Sudrajad dan Ketua Panwaslu Heri Hasan Basri, merupakan atas perintah pasangan bakal calon itu.
Namun, penyidik masih membutuhkan alat bukti lain untuk meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka. Sesuai Pasal 184 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa seseorang bisa ditetapkan jadi tersangka jika minimal telah memenuhi dua alat bukti.
"Kami akan panggil Soni dan pasangannya (Usep Nurdin) untuk periksa sebagai saksi dulu kalau betul inisiatif bukan dari Didin mau tidak mau ditingkatkan statusnya. Inisiatif muncul dari Didin mungkin aman untuk bakal paslon (Soni-Usep)," kata Umar seusai ekspos kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan komisioner KPU Garut Ade Sudrajad dan Ketua Panwaslu Garut Heri Hasan Basri di ruang Riung Mungpulung Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (26/2/2018).
Umar mengemukakan, pengakuan terkait keterlibatan pihak lain sudah ada. Baik di institusi maupun peserta pilkada. Penyidik sudah mengantongi satu alat bukti, yakni pengakuan (tersangka Didin) dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Jadi penyidik membutuhkan satu lagi alat bukti untuk menetapkan tersangka lain.
"Tujuan dari semua ini (proses hukum) adalah untuk memastikan bahwa pelaksaan pilkada dilaksanakan oleh orang-orang yang kredibilitasnya bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Tersangka Ade Sudrajad mendapat Rp150 juta dan mobil Daihatsu Sigra tapi pengakuan itu harus dibuktikan dengan alat bukti lain. Penyidik mencocokan komuniksi dalam telepon seluler (ponsel) dengan bukti transfer.
"Uang itu ditransfer teesangka Dd (Didin) ke tersangka AS (Ade Sudrajad) secara bertahap. Ke rekening BCA 12 kali transfer, BRI tiga kali, BNI, dan Mandiri satu kali," jelasnya.
Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat mengatakan, pihaknya mendukung penuh Polda Jabar mengembangkan penyidikan terhadap kasus ini sehingga tidak sampai hanya kepada dua orang ini (Ade Sudrajad dan Heri Hasan Basri).
"Kalau ada indikasi keterlibatan pihak lain, silakan diproses. Kami instruksikan komisoner KPU Garut untuk membantu," kata Yayat di tempat sama.
Dukungan serupa disampaikan oleh Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto. Dia mengatakan, Bawaslu Jabar mendukung pengungkapan lebih lanjut atas kasus ini. "Bakal paslon yang diduga memberi suap juga harus diproses. Seluruh penyelenggaraan pilkada dan Pilgub Jabar harus diawasi," ungkap Harminus.
Sementara itu, Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto menyatakan, semua pihak yang diduga terlibat melakukan pelanggaran akan diproses secara hukum. Siapa saja yg melakukan pelanggaran akan kami tindak. Kami tidak berandai-andai. Sebab langkah kami berdasarkan bukti yuridis," pungkas Kapolda.
(rhs)