Kisah Kiai Zamroji yang Terusir dari Ponpes karena Dituduh Ajarkan Aliran Sesat
A
A
A
TRENGGALEK - Sudah enam bulan bulan Zamroji Ashari (48) dan keluarganya bertempat tinggal di rumah kontrakan di pinggiran Kota Kediri. Zamroji, Siti Qoidah (istrinya), Ayu Afifah, tiga putri bungsunya dan dua keponakan yang masih bersekolah. Sedangkan Ayunadia (15) si putri sulung (kelas 3 SMP) dia titipkan di salah satu kerabat di wilayah Kecamatan Gandusari, Trenggalek.
Pascaaksi demo disertai insiden pengerusakan oleh ratusan massa, pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Ulul Azmi itu belum juga berani pulang ke rumah.
Untuk kembali ke Dusun Tanggung, Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Kiai Zamroji begitu biasa disapa masih berfikir panjang. Salah satunya keselamatan keluarga.
"Kami belum berani pulang. Apalagi rumah masih disegel. Disana diberi tulisan pokok minggato (minggat red). Kami sekeluarga diusir," tutur Zamroji lirih kepada Koran SINDO Senin (19/2/2018). Berbaju motif garis garis, bercelana gelap dan peci hitam, Zamroji terlihat tenang. Sepintas raut mukanya seperti orang tidak dirundung masalah.
Padahal demo massa yang mendakwanya mengajarkan kesesatan, Zamroji nyaris tidak memiliki apa apa. Keluarga ini keluar rumah hanya berbalut pakaian di badan. Kemudian sejumlah uang tunai yang hanya cukup untuk menyambung hidup beberapa hari. Seluruh aset pencahariannya, yakni kolam ikan gurami tidak terurus di Trenggalek.
Namun kedua mata Zamroji mendadak berkaca kaca saat ditanya bagaimana caranya makan dan memenuhi kebutuhan sehari hari lainya?. Dia terdiam. Sebentar menundukkan kepala serta beberapa kali menarik nafas berat.
"Dari uluran orang orang yang merasa kasihan," jawabnya lirih nyaris tidak terdengar. Dia bercerita, pascainsiden dia berkeliling, mencari tempat yang dirasa aman bagi keluarganya. Dengan roda empat pinjaman pilihannya jatuh ke wilayah Kediri. Selain cukup jauh dari Trenggalek, Zamroji memiliki filosofis tersendiri dengan nama Kediri, yakni ke diri sendiri.
Didemo dan Diusir dari Rumah
Unjuk rasa disertai insiden kekerasan itu terjadi 19 September 2017 lalu. Sekitar pukul 15.30 WIB sore, selepas adzan salat asar berkumandang.
Tidak diketahui siapa yang menghimpun dan menggerakkan, kurang lebih 400 orang mendatangi rumah Kiai Zamroji. Massa tumpah ruah di jalan dan pelataran rumah yang satu komplek dengan ponpes.
Mulai mengajarkan kesesatan, melakukan praktik perdukunan, tidak hormat pada kiai hingga membakar kitab suci Alquran, dituduhkan semua ke Zamroji.
Massa menuntut Zamroji menghentikan seluruh aktifitas keagamaanya. Awalnya hanya berorasi. Namun kemudian memaki maki sambil berteriak "Usir Zamroji sekeluarga dari Dusun Tanggung".
Diiringi takbir dan salawat beberapa butir telur busuk dilemparkan. Juga sejumlah batu dan potongan kayu. Beberapa diantaranya terlihat mengenakan atribut salah satu ormas.
Mungkin mencari Zamroji, sejumlah pendemo menerobos masuk ke dalam rumah. Di dalam mereka hanya menemukan sejumlah santriwati yang bersembunyi ketakutan.
Para santri langsung dibawa keluar, disisihkan dari lokasi. Mungkin jengkel gagal menemui Zamroji, sejumlah pendemo mengacak acak isi almari dan barang barang di ruangan.
"Kebetulan saat itu saya dan keluarga sedang berada di Kediri. Di tempat notaris dalam rangka mengurus legalitas Ponpes Ulul Azmi. Namun saya memiliki bukti rekaman dan foto aksi itu," terang Zamroji.
Melalui via telepon selular, ada kerabat yang mengabarinya. Sejak saat itu Zamroji tidak berani pulang ke rumah lagi. Tidak hanya sekedar marah marah. Beberapa orang dalam teriakannya sudah mengarah pada ancaman jiwa. Saat itu juga para santri luar kota juga memutuskan pulang.
Bangunan ponpes dan musala itu, kata Zamroji berdiri tahun 2015. Selain dari kantong pribadi, biaya pembangunan berasal dari sedekah dan jariyah.
"Saya memulai kegiatan keagamaan ini dari khataman Alquran pada tahun 2013. Karena jamaahnya semakin banyak, dan tempatnya tidak cukup, makan saya membikin musala dan ponpes," terangnya.
Jauh sebelum demo, yakni saat musala dan ponpes (2015) proses pondasi, seorang warga lain dusun, kata Zamroji memang pernah mendatanginya. Yang bersangkutan meminta dirinya menghentikan pembangunan, bahkan mengancam mendatangkan alat berat untuk merobohkan pondasi, jika nekat diteruskan.
Alasannya, sejak mengaji di tempatnya (Zamroji), istrinya berani melawan perintahnya. "Saat itu saya memang mengatakan tidak bisa menghentikan aktifitas keagamaan saya. Lagipula saya mengajarkan Alquran dan Hadist. Apa yang salah?, "tegasnya. Sebagai alumni Ponpes Lirboyo dan Ponpes Alfalah Ploso Kediri, Zamroji merasa tidak ada yang keliru.
Dia mengajarkan ilmu yang diperoleh dari para kiainya terdahulu. Cara salat, berwudlu, membaca Al quran serta ibadah yang lain. Dia juga mengajarkan isi kitab Al Tibriz dan Sirojul Tholibin karya Syech Ihsan Jampes Kediri yang berisi bagaimana menjadi muslim yang soleh dan solihah.
"Terus dimana letak kesesatan saya?, kalau memang dituduh sesat, "tanyanya. Menurut Zamroji sebelum unjuk rasa terjadi, dirinya juga pernah dipanggil majelis ulama Indonesia (MUI) dengan fasilitas kepolisian Pogalan. Dalam forum tabayyun (musyawarah) yang katanya meindaklanjut laporan warga terkait kesesatan itu dirinya telah menjelaskan panjang lebar.
Bahkan Zamroji menyatakan, rela berhenti jika memang terbukti sesat. Kesimpulanya, kata dia tidak ada masalah. Aktifitasnya dalam mengaji dan membagikan ajaran agama Islam, dikatakan tidak ada yang menyimpang. "Anehnya kenapa saya masih dituduh sesat?, bahkan dikembangkan telah membakar Al quran dan tuduhan lain sebagainya. Bagi saya ini fitnah yang kejam," keluhnya.
Dan akibat tuduhan sesat itu, kata Zamroji hidupnya kini berantakan. Dia dan keluarganya telah terusir dari rumahnya sendiri. Dibantu advokat asal Kediri yang prihatin terhadap nasibnya, Zamroji membawa persoalan ini ke ranah hukum.
"Ini bagian dari ikhtiar saya mencari keadilan. Semoga keadilan itu datang," katanya penuh harap.
Abu Kamami Ketua RT 34 Dusun Tanggung ditemui Koran SINDO di rumahnya membenarkan telah terjadi unjuk rasa yang berakhir dengan pengusiran Kiai Zamroji Ashari.
Menurut Abu sebagian besar massa berasal dari luar Dusun Tanggung. Bahkan diduga tidak sedikit dari desa lain, karena dirinya tidak banyak yang kenal. Pascakejadian itu, lanjut dia rumah Kiai Zamroji tertutup rapat. Seluruh aktifitas Ponpes Ulul Azmi juga berhenti total.
"Saat itu kami yang tinggal satu lingkungan terus terang terkejut. Ada apa kiai Zamroji kok sampai didemo," tutur Abu.
Sebagai ketua RT dan tetangga, Abu mengaku tidak pernah melihat sesuatu yang aneh pada diri Kiai Zamroji. Meski hanya keluar untuk memberikan doa di acara kendurian atau selametan di lingkungan, warga mengenal Kiai Zamroji sebagai sosok yang baik.
Sejauh ini tidak pernah memiliki masalah dengan warga lain. Bahkan saat pendirian musala dan ponpes, warga sekitar bergotong royong mengulurkan bantuan.
Kakek Kiai Zamroji, yakni alamarhum Kiai Idris sebelumnya juga dikenang sebagai orang yang mengajarkan mengaji di Dusun Tanggung. Terkait tudingan ajaran sesat, Abu mengatakan tidak tahu menahu soal itu.
"Namun kalau sesat tentu anak saya sudah saya larang mengaji di tempat Kiai Zamroji. Sebab selama ini anak saya juga mengaji disana dan baik baik saja, "ungkapnya.
Arsita Lovy Herwanto, kuasa hukum Zamroji mengatakan kasus yang menimpa kliennya adalah persoalan serius. Tidak hanya menyangkut pidana, tapi juga terkait pelanggaran HAM. "Selain itu ada indikasi dugaan pembiaran oleh aparat kepolisian setempat," ujarnya.
Karenanya, meski telah melapor ke Polres Trenggalek, secara resmi pihaknya juga membawa masalah ini ke Polda Jawa Timur. "Kami sengaja membawa penanganan kasus ini ke Polda Jatim. Karena disinyalir ada oknum yang bermain," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui nomor WAnya, Kapolsek Pogalan AKP Warjito mengatakan saat ini kasus telah ditangani Polres Trenggalek. Bukan Polsek Pogalan. Karenanya dia tidak bisa memberikan keterangan terkait perkembangan kasus ini.
"Maaf yang menangani perkara ini adalah Polres. Untuk itu konfirmasi langsung ke Polres, " ujarnya singkat. Sementara itu pihak Polres Trenggalek belum bisa dikonfirmasi.
Pascaaksi demo disertai insiden pengerusakan oleh ratusan massa, pemilik sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Ulul Azmi itu belum juga berani pulang ke rumah.
Untuk kembali ke Dusun Tanggung, Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Kiai Zamroji begitu biasa disapa masih berfikir panjang. Salah satunya keselamatan keluarga.
"Kami belum berani pulang. Apalagi rumah masih disegel. Disana diberi tulisan pokok minggato (minggat red). Kami sekeluarga diusir," tutur Zamroji lirih kepada Koran SINDO Senin (19/2/2018). Berbaju motif garis garis, bercelana gelap dan peci hitam, Zamroji terlihat tenang. Sepintas raut mukanya seperti orang tidak dirundung masalah.
Padahal demo massa yang mendakwanya mengajarkan kesesatan, Zamroji nyaris tidak memiliki apa apa. Keluarga ini keluar rumah hanya berbalut pakaian di badan. Kemudian sejumlah uang tunai yang hanya cukup untuk menyambung hidup beberapa hari. Seluruh aset pencahariannya, yakni kolam ikan gurami tidak terurus di Trenggalek.
Namun kedua mata Zamroji mendadak berkaca kaca saat ditanya bagaimana caranya makan dan memenuhi kebutuhan sehari hari lainya?. Dia terdiam. Sebentar menundukkan kepala serta beberapa kali menarik nafas berat.
"Dari uluran orang orang yang merasa kasihan," jawabnya lirih nyaris tidak terdengar. Dia bercerita, pascainsiden dia berkeliling, mencari tempat yang dirasa aman bagi keluarganya. Dengan roda empat pinjaman pilihannya jatuh ke wilayah Kediri. Selain cukup jauh dari Trenggalek, Zamroji memiliki filosofis tersendiri dengan nama Kediri, yakni ke diri sendiri.
Didemo dan Diusir dari Rumah
Unjuk rasa disertai insiden kekerasan itu terjadi 19 September 2017 lalu. Sekitar pukul 15.30 WIB sore, selepas adzan salat asar berkumandang.
Tidak diketahui siapa yang menghimpun dan menggerakkan, kurang lebih 400 orang mendatangi rumah Kiai Zamroji. Massa tumpah ruah di jalan dan pelataran rumah yang satu komplek dengan ponpes.
Mulai mengajarkan kesesatan, melakukan praktik perdukunan, tidak hormat pada kiai hingga membakar kitab suci Alquran, dituduhkan semua ke Zamroji.
Massa menuntut Zamroji menghentikan seluruh aktifitas keagamaanya. Awalnya hanya berorasi. Namun kemudian memaki maki sambil berteriak "Usir Zamroji sekeluarga dari Dusun Tanggung".
Diiringi takbir dan salawat beberapa butir telur busuk dilemparkan. Juga sejumlah batu dan potongan kayu. Beberapa diantaranya terlihat mengenakan atribut salah satu ormas.
Mungkin mencari Zamroji, sejumlah pendemo menerobos masuk ke dalam rumah. Di dalam mereka hanya menemukan sejumlah santriwati yang bersembunyi ketakutan.
Para santri langsung dibawa keluar, disisihkan dari lokasi. Mungkin jengkel gagal menemui Zamroji, sejumlah pendemo mengacak acak isi almari dan barang barang di ruangan.
"Kebetulan saat itu saya dan keluarga sedang berada di Kediri. Di tempat notaris dalam rangka mengurus legalitas Ponpes Ulul Azmi. Namun saya memiliki bukti rekaman dan foto aksi itu," terang Zamroji.
Melalui via telepon selular, ada kerabat yang mengabarinya. Sejak saat itu Zamroji tidak berani pulang ke rumah lagi. Tidak hanya sekedar marah marah. Beberapa orang dalam teriakannya sudah mengarah pada ancaman jiwa. Saat itu juga para santri luar kota juga memutuskan pulang.
Bangunan ponpes dan musala itu, kata Zamroji berdiri tahun 2015. Selain dari kantong pribadi, biaya pembangunan berasal dari sedekah dan jariyah.
"Saya memulai kegiatan keagamaan ini dari khataman Alquran pada tahun 2013. Karena jamaahnya semakin banyak, dan tempatnya tidak cukup, makan saya membikin musala dan ponpes," terangnya.
Jauh sebelum demo, yakni saat musala dan ponpes (2015) proses pondasi, seorang warga lain dusun, kata Zamroji memang pernah mendatanginya. Yang bersangkutan meminta dirinya menghentikan pembangunan, bahkan mengancam mendatangkan alat berat untuk merobohkan pondasi, jika nekat diteruskan.
Alasannya, sejak mengaji di tempatnya (Zamroji), istrinya berani melawan perintahnya. "Saat itu saya memang mengatakan tidak bisa menghentikan aktifitas keagamaan saya. Lagipula saya mengajarkan Alquran dan Hadist. Apa yang salah?, "tegasnya. Sebagai alumni Ponpes Lirboyo dan Ponpes Alfalah Ploso Kediri, Zamroji merasa tidak ada yang keliru.
Dia mengajarkan ilmu yang diperoleh dari para kiainya terdahulu. Cara salat, berwudlu, membaca Al quran serta ibadah yang lain. Dia juga mengajarkan isi kitab Al Tibriz dan Sirojul Tholibin karya Syech Ihsan Jampes Kediri yang berisi bagaimana menjadi muslim yang soleh dan solihah.
"Terus dimana letak kesesatan saya?, kalau memang dituduh sesat, "tanyanya. Menurut Zamroji sebelum unjuk rasa terjadi, dirinya juga pernah dipanggil majelis ulama Indonesia (MUI) dengan fasilitas kepolisian Pogalan. Dalam forum tabayyun (musyawarah) yang katanya meindaklanjut laporan warga terkait kesesatan itu dirinya telah menjelaskan panjang lebar.
Bahkan Zamroji menyatakan, rela berhenti jika memang terbukti sesat. Kesimpulanya, kata dia tidak ada masalah. Aktifitasnya dalam mengaji dan membagikan ajaran agama Islam, dikatakan tidak ada yang menyimpang. "Anehnya kenapa saya masih dituduh sesat?, bahkan dikembangkan telah membakar Al quran dan tuduhan lain sebagainya. Bagi saya ini fitnah yang kejam," keluhnya.
Dan akibat tuduhan sesat itu, kata Zamroji hidupnya kini berantakan. Dia dan keluarganya telah terusir dari rumahnya sendiri. Dibantu advokat asal Kediri yang prihatin terhadap nasibnya, Zamroji membawa persoalan ini ke ranah hukum.
"Ini bagian dari ikhtiar saya mencari keadilan. Semoga keadilan itu datang," katanya penuh harap.
Abu Kamami Ketua RT 34 Dusun Tanggung ditemui Koran SINDO di rumahnya membenarkan telah terjadi unjuk rasa yang berakhir dengan pengusiran Kiai Zamroji Ashari.
Menurut Abu sebagian besar massa berasal dari luar Dusun Tanggung. Bahkan diduga tidak sedikit dari desa lain, karena dirinya tidak banyak yang kenal. Pascakejadian itu, lanjut dia rumah Kiai Zamroji tertutup rapat. Seluruh aktifitas Ponpes Ulul Azmi juga berhenti total.
"Saat itu kami yang tinggal satu lingkungan terus terang terkejut. Ada apa kiai Zamroji kok sampai didemo," tutur Abu.
Sebagai ketua RT dan tetangga, Abu mengaku tidak pernah melihat sesuatu yang aneh pada diri Kiai Zamroji. Meski hanya keluar untuk memberikan doa di acara kendurian atau selametan di lingkungan, warga mengenal Kiai Zamroji sebagai sosok yang baik.
Sejauh ini tidak pernah memiliki masalah dengan warga lain. Bahkan saat pendirian musala dan ponpes, warga sekitar bergotong royong mengulurkan bantuan.
Kakek Kiai Zamroji, yakni alamarhum Kiai Idris sebelumnya juga dikenang sebagai orang yang mengajarkan mengaji di Dusun Tanggung. Terkait tudingan ajaran sesat, Abu mengatakan tidak tahu menahu soal itu.
"Namun kalau sesat tentu anak saya sudah saya larang mengaji di tempat Kiai Zamroji. Sebab selama ini anak saya juga mengaji disana dan baik baik saja, "ungkapnya.
Arsita Lovy Herwanto, kuasa hukum Zamroji mengatakan kasus yang menimpa kliennya adalah persoalan serius. Tidak hanya menyangkut pidana, tapi juga terkait pelanggaran HAM. "Selain itu ada indikasi dugaan pembiaran oleh aparat kepolisian setempat," ujarnya.
Karenanya, meski telah melapor ke Polres Trenggalek, secara resmi pihaknya juga membawa masalah ini ke Polda Jawa Timur. "Kami sengaja membawa penanganan kasus ini ke Polda Jatim. Karena disinyalir ada oknum yang bermain," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah melalui nomor WAnya, Kapolsek Pogalan AKP Warjito mengatakan saat ini kasus telah ditangani Polres Trenggalek. Bukan Polsek Pogalan. Karenanya dia tidak bisa memberikan keterangan terkait perkembangan kasus ini.
"Maaf yang menangani perkara ini adalah Polres. Untuk itu konfirmasi langsung ke Polres, " ujarnya singkat. Sementara itu pihak Polres Trenggalek belum bisa dikonfirmasi.
(sms)