Ini Kata Psikolog Terkait Pernikahan Kakak Adik Kandung di Karimun

Minggu, 11 Februari 2018 - 15:22 WIB
Ini Kata Psikolog Terkait...
Ini Kata Psikolog Terkait Pernikahan Kakak Adik Kandung di Karimun
A A A
JAKARTA - Psikolog Universitas Pancasila (UP) menilai Aully Grashinta mengatakan, sebenarnya pernikahan saudara sekandung tidak bisa diterima secara norma agama mau pun sosial, meski secara norma hukum tidak ada yang mengaturnya.

Kalau dari sisi kesehatan, perkawinan sedarah (incest) meningkatkan prevalensi terjadinya abnormalitas pada keturunannya. "Misalnya abnormalitas pada fisik, down syndrome atau keterbelakangan mental, dan juga kelainan internal seperti darah sehingga penikahan sedarah dihindari," katanya, Minggu (11/2/2018). (Baca: Pernikahan Kakak Adik Kandung Hebohkan Warga Karimun)

Pada kebudayaan tertentu di Indonesia memang ada suku yang mempertahankan ‘keaslian’ sukunya dengan tidak menikah dengan orang di luar suku. Tapi biasanya ada ketentuan tertentu yang diatur, siapa yang boleh menikah dan tidak.

"Secara psikologis ya sangat mungkin kalo adik dan kakak sekandung kemudian muncul rasa suka karena memang hidup dalam satu pengasuhan. Tetapi dengan pergaulan yang lebih luas ke lingkungan serta pemahaman norma agama maupun norma sosial maka orientasi menikah tentu pada orang di luar rumah," tukasnya.

Soal reaksi masyarakat yang mengusir suami yang menikahi adik kandungnya kata dia itu merupakan reaksi wajar. Karena memang hal tersebut tidak sesuai dengan normal sosial.

"Jika dikembalikan ke UU Perkawinan tentunya menyalahi karena tidak ada bukti pernikahan. Kalau memang menikah siri ya harus dihadirkan dulu saksi-saksi. Kenapa mereka bisa dinikahkan, siapa yang menikahkan dan lainnya," paparnya.

Tetapi kalo kita kembalikan ke norma kemanusiaan sebenarnya reaksi ini berlebihan. Karena jika benar mereka menikah ini kan bukan perbuatan zina dan tidak melawan hukum apa pun.

Mengusir si suami juga tidak menyelesaikan masalah malah muncul masalah sosial baru misalnya anak-anak jadi kehilangan peran ayah dan istri mungkin jadi harus berperan sebagai ayah juga.

"Harusnya peran keluarga besar dan pemerintah juga ada di sini. Misalnya kemudian tinggal di lingkungan keluarga yang bisa menerima. Kalau keluarga besar juga tidak menerima maka sebagai warga negara keluarga ini juga wajib dilindungi. Mereka berhak untuk tinggal di mana saja," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0750 seconds (0.1#10.140)