Betawi Terkenal di Tanah Suci Berkat Syekh Junaid

Senin, 22 Januari 2018 - 05:05 WIB
Betawi Terkenal di Tanah...
Betawi Terkenal di Tanah Suci Berkat Syekh Junaid
A A A
BETAWI secara geografis terletak di pulau Jawa yang penduduknya umumnya bermukim di Jakarta. Secara sosiokultural suku Betawi lebih dekat kepada budaya Melayu Islam. Tak heran jika Betawi banyak melahirkan alim ulama dan dai-dai populer.

Kehidupan dan tradisi Betawi yang identik dengan Islam tentu tak lepas dari pengaruh ulama-ulama terdahulu. Dalam adat Betawi, seorang guru dipandang orang yang sangat alim dan tinggi ilmunya sehingga wajib dihormati.

Cerita Pagi kali ini akan menceritakan kisah seorang ulama Betawi yang masyhur di Tanah Suci. Berkat pengaruh dan keluasan ilmunya, suku Betawi pun menjadi populer di mancanegera.

Ia adalah Syekh Junaid, seorang ulama Betawi kelahiran Pekojan, Jakarta Barat, atau dikenal dengan nama Syekh Junaid Al-Batawi. Ia sangat dihormati karena menjadi imam besar dan guru di Masjidil Haram.

Tak banyak informasi tentang kelahiran Syekh Junaid secara detil. Sejumlah sumber hanya menyebutkan bahwa Syekh Junaid bermukim di Mekkah sejak tahun 1834. Beliau lahir di Pekojan dan wafat pada tahun 1840 saat usianya lebih dari 100 tahun.

Seperti disebutkan Alwi Shahab dalam Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2001) mengatakan, nama Betawi baru populer pada abad ke-19, ketika Syekh Junaid Al-Batawi mengajar di Masjidil Haram. Menurut Alwi Shahab, sejak usia 25 tahun Syekh Junaid beserta keluarganya mulai menetap di Mekkah.

Syekh Junaid adalah sosok ulama yang dihormati di Tanah Suci selain Syekh Nawawi Al Bantani dan Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkawabi yang juga pernah menjadi imam di Masjdil Haram. Sebelum Syekh Nawawi dan Syekh Ahmad Khatib menjadi imam di Masjidil Haram, Syeikh Junaid Al-Batawi lebih dulu menjadi imam besar di Masjidil Haram. Syekh Junaid Al-Batawi menjadi ulama Indonesia pertama yang menjadi imam di Masjidil Haram.

Karena keluasan ilmunya, Syekh Junaid Al-Batawi, disebut-sebut sebagai syaikhul masyaikh para ulama mazhab Syafi’i. Nama Betawi pun menjadi masyhur di Tanah Suci berkat sosoknya.

Syekh Junaid mempunyai dua putera dan dua puteri. Salah satu puterinya menikah dengan Abdullah Al-Misri, seorang ulama Mesir, yang makamnya terdapat di Jatipetamburan, Jakarta Pusat. Seorang puteri lainnya menikah dengan Imam Mujtaba. Sedangkan kedua puteranya, Syekh Junaid As’ad dan Arsyad, menjadi penerus ayahnya mengajar di Masjidil Haram.

Seperti dikutip dari Genealogi Intelektual Ulama Betawi, Jakarta Islamic Centre, (2009) yang dipublikasikan di situs muidkijakarta.or.id tahun 2014 silam menyebutkan, satu-satunya ulama Betawi yang memiliki pengaruh di dunia Islam pada awal ke-19 serta menjadi poros atau ujung puncak utama silsilah ulama Betawi masa kini adalah Syekh Junaid Al-Batawi.

Mengenai tanggal lahirnya, tidak diketahui secara pasti. Tahun wafatnya pun belum diketahui dengan jelas. Alwi Shahab menuliskan tahun 1840 sebagai tahun wafat Syekh Junaid. Padahal menurut Ridwan Saidi, pada tahun 1894-1895 ketika Snouck Hurgronje menyusup ke Makkah, diketahui Syekh Junaid masih hidup dalam usia yang sangat lanjut.

Syekh Junaid Al-Batawi adalah ulama Betawi yang lahir di Pekojan yang berpengaruh di Makkah walau hanya enam tahun bermukim di sana. Ia imam Masjidil Haram, Syaikhul Masyaikh yang terkenal di seantero dunia Islam sunni dan mazhab Syafi’i sepanjang abad ke-18 dan 19.

Syekh Junaid mempunyai banyak murid yang kemudian menjadi ulama terkemuka di Tanah Air bahkan di dunia Islam. Di antaranya, Syekh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi pengarang Tafsir Al-Munir dan 37 kitab lainnya yang masih diajarkan di berbagai pesantren di Indonesia dan luar negeri. Kemudian Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, imam, dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Syekh Nawawi Al-Bantani dikenal sangat dekat dengan gurunya Syekh Junaid. Karenanya, untuk menghormati gurunya itu pada setiap haul Syaikh Nawawi, selalu dibacakan Surah Al-Fatihah untuk arwah Syekh Junaid.

Kemasyhuran Syekh Junaid di Tanah Hijaz sudah dikenal luas. Buya Hamka dalam ‘Diskusi Perkembangan Islam di Jakarta,’ pada 27-30 Mei 1987 pernah menyebutkan, pada 1925 ketika Syarif Ali (putera Syarif Husin) ditaklukkan oleh Ibnu Saud, di antara syarat penyerahannya adalah, ”Agar keluarga Syekh Junaid tetap dihormati setingkat dengan keluarga Raja Ibnu Saud. Persyaratan yang diajukan Syarif Ali ini diterima oleh Ibnu Saud.”

Karenanya hingga sekarang, keturunan Syekh Junaid ada yang menjadi pengusaha hotel dan pedagang. Mereka bukan berdagang di Pasar Seng, Mekkah, tapi di toko-toko. Konon, sebutan ‘Siti Rohmah.. Siti Rohmah’... yang dilontarkan oleh para pedagang di Mekkah dan Madinah untuk para haji perempuan dikarenakan istri Syekh Junaid Al-Batawi bernama Siti Rohmah.

Mengenai murid-murid Betawinya yang kemudian menjadi ulama terkemuka, belum banyak diketahui kecuali Syekh Mujtaba (Syekh Mujtaba bin Ahmad Al-Batawi) dari Kampung Mester yang dinikahkan dengan puteri Syekh Junaid. Muridnya yang lain adalah Guru Mirshod, Ayah dari Guru Marzuki Cipinang Muara.

Kiprah Syekh Junaid Al-Batawi sedikit banyak terungkap dari catatan perjalanan Snouck Hurgronje, seorang orientalis terkemuka asal Belanda saat menyusup ke Kota Makkah yang perjalanannya ditulis dan dibukukan dengan judul Mecca in the latter part of 19th Century. Saat Snouck Hurgronje ingin bertemu ia ditolak oleh Syekh Junaid.

Menurut Hurgronje, saat ia menyusup ke Makkah diketahui bahwa Syekh Junaid telah bermukim di Makkah selama 60 (enam puluh) tahun, tepatnya sejak tahun 1834. Ia membawa istri dan keempat putera-puterinya saat ia berusia antara 35-40 tahun.
Ketika Hurgronje berada di Makkah, usia Syekh Junaid sudah mendekati 90 tahun.

Namun demikian, di usia yang sudah lanjut tersebut, ulama Makkah masih meminta beliau memimpin zikir dan membaca doa penutup dalam setiap pertemuan ulama.
Syekh Junaid memiliki empat orang anak. Dua laki-laki, yaitu As`ad dan Said; dua perempuan. Seorang puterinya dinikahkan dengan Imam Mujtaba, asal Bukit Duri, Kampung Melayu, Jakarta dan yang seorang lagi dinikahkan dengan Abdurrahman Al-Mishri.

Dari perkawinan puterinya dengan Abdurrahman Al-Mishri lahir seorang perempuan, Aminah, yang kemudian dinikahkan dengan Aqil bin Yahya yang melahirkan Usman bin Yahya. Usman bin Yahya kemudian menjadi mitra Snouck Hurgronje.

Menurut Ridwan Saidi, Guru Mujtaba satu angkatan dengan ulama Indonesia Syekh Nawawi Al Bantani dan Syehh Ahmad Khatib Al Minangkabawi. Dari sekian banyak murid Syekh Junaid, Guru Mujtaba yang juga menantunya mendapat kehormatan dengan gelar waliyullah oleh masyarakat Islam di Tanah Suci.

Terkadang Guru Mujtaba pulang ke Betawi untuk menjenguk istrinya. Pada kesempatan itu ia membawa barang dagangan dari Hijaz (Makkah dan Madinah) dan dijual di Betawi. Ia juga membawa beberapa kitab-kitab agama.

Orang-orang Betawi berguru kepadanya ketika ia bermukim di Makkah selama 40 tahun. Pernikahan puteri Syekh Junaid dengan Guru Mujtaba melahirkan Guru Marzuki, tokoh ulama Betawi dari Cipinang Muara, Jakarta Timur.

Almarhum Guru Marzuki kini memiliki perguruan di Rawabunga, Jakarta Timur, dan mendapat gelar birulwalidain karena khidmatnya kepada kedua orang tuanya. Guru Marzuki memiliki murid yang kemudian menjadi ulama terkemuka di Indonesia, seperti KH Abdullah Syafi’i dari perguruan Assyafiiyah dan KH Tohir Rohili dari perguruan Tohiriah di Bukitduri Tanjakan, Jakarta Timur. Kedua perguruan Islam (Assyafiiyah dan Tahiriah) itu kini berkembang pesat.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2045 seconds (0.1#10.140)