Bersama Wakil dari Nahdiyin
A
A
A
PUNYA elektabilitas di atas 50% tak lantas membuat jalan Ganjar Pranowo lempang untuk maju pada pemilihan gubernur Jawa Tengah (Jateng). Dalam sigi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada awal Desember lalu, tingkat keterpilihannya meninggalkan calon-calon pesaingnya, seperti Bupati Kudus Musthofa. Bahkan, Sudirman Said lawannya yang diusung Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hanya memiliki elektabilitas di bawah 4%.
Pengumuman cagub Jateng dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sempat molor dari jadwal, yakni 4 Januari 2018. Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri, baru menyebut nama Ganjar sehari menjelang pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jateng. Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai lamanya PDIP menetapkan Ganjar karena melihat perkembangan peradilan dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP el).
Ganjar yang pernah duduk di Komisi II yang membidangi lahirnya KTP-el selalu dikaitkan dengan kasus korupsi itu. "Berpotensi menjadi serangan dari lawan politik," ujarnya kepada SINDO Weekly. Meski Jateng merupakan basis utama PDIP di Pulau Jawa, tentu tetap memerlukan perhitungan matang agar tak salah memunculkan calon yang diusung. "Mereka bisa tragis seperti Jakarta. Itu yang sangat dikhawatirkan oleh Megawati," tuturnya.
Secara kapasitas, Ganjar memang punya kapasitas dan pemikiran yang progresif untuk memajukan Jateng. Namun, kasus korupsi KTP-el yang merugikan negara Rp2,3 triliun menjadi dilema besar bagi PDIP. Dengan pilihan jatuh pada Ganjar, menurut Ubedilah, kini PDIP harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa politisinya itu tidak terlibat.
Tiket Ganjar seperti semakin kuat dengan pemilihan wakil dari Nahdlatul Ulama (NU), Taj Yasin. Gus Yasin -sapaan akrabnya- merupakan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan putra dari tokoh karismatik NU, K.H. Maimoen Zubair. Pengaruh Mbah Moen sangat besar di Jateng. Waketum PPP, Arwani Thomafi, mengatakan Ganjar dan PDIP-lah yang memilih Gus Yasin sebagai cawagub. "PPP sadar dengan modal delapan kursi, tidak mengejar kursi cagub," ujarnya kepada SINDO Weekly, Kamis (11/1/2018) pekan lalu.
Lalu bagaimana peluang Calon Gubernur Jateng lainnya, Sudirman Said yang juga berpasangan dengan kader Nahdlatul Ulama (NU) Ida Fauziyah, untuk memenangkan Pilkada 2018? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 46/VI/2017 yang terbit Senin (15/01/2018).
Pengumuman cagub Jateng dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sempat molor dari jadwal, yakni 4 Januari 2018. Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri, baru menyebut nama Ganjar sehari menjelang pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jateng. Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai lamanya PDIP menetapkan Ganjar karena melihat perkembangan peradilan dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP el).
Ganjar yang pernah duduk di Komisi II yang membidangi lahirnya KTP-el selalu dikaitkan dengan kasus korupsi itu. "Berpotensi menjadi serangan dari lawan politik," ujarnya kepada SINDO Weekly. Meski Jateng merupakan basis utama PDIP di Pulau Jawa, tentu tetap memerlukan perhitungan matang agar tak salah memunculkan calon yang diusung. "Mereka bisa tragis seperti Jakarta. Itu yang sangat dikhawatirkan oleh Megawati," tuturnya.
Secara kapasitas, Ganjar memang punya kapasitas dan pemikiran yang progresif untuk memajukan Jateng. Namun, kasus korupsi KTP-el yang merugikan negara Rp2,3 triliun menjadi dilema besar bagi PDIP. Dengan pilihan jatuh pada Ganjar, menurut Ubedilah, kini PDIP harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa politisinya itu tidak terlibat.
Tiket Ganjar seperti semakin kuat dengan pemilihan wakil dari Nahdlatul Ulama (NU), Taj Yasin. Gus Yasin -sapaan akrabnya- merupakan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan putra dari tokoh karismatik NU, K.H. Maimoen Zubair. Pengaruh Mbah Moen sangat besar di Jateng. Waketum PPP, Arwani Thomafi, mengatakan Ganjar dan PDIP-lah yang memilih Gus Yasin sebagai cawagub. "PPP sadar dengan modal delapan kursi, tidak mengejar kursi cagub," ujarnya kepada SINDO Weekly, Kamis (11/1/2018) pekan lalu.
Lalu bagaimana peluang Calon Gubernur Jateng lainnya, Sudirman Said yang juga berpasangan dengan kader Nahdlatul Ulama (NU) Ida Fauziyah, untuk memenangkan Pilkada 2018? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 46/VI/2017 yang terbit Senin (15/01/2018).
(amm)