Banjir Pontianak, Bukti Wali Kota Kerja Serampangan

Minggu, 14 Januari 2018 - 06:29 WIB
Banjir Pontianak, Bukti...
Banjir Pontianak, Bukti Wali Kota Kerja Serampangan
A A A
PONTIANAK - Keindahan Pontianak yang berjulukan venesia dari timur dengan sungai-sungai yang membelah kotanya hingga dapat dilalui dengan sampan, perlahan memudar dan berganti nyanyian duka tentang banjir.

Tak sulit untuk menjawab sebab-musababnya. Pembangunan tanpa perencanaan dan ugal-ugalan menjadi biang keladinya. Tak dipungkiri, 10 tahun belakangan ini wajah Kota Pontianak jauh berubah jalanan besar dan mulus. Sejumlah pusat perbelanjaan dan perumahan baru tumbuh subur bak jamur di musim hujan, hingga tak kalah dengan ibu kota provinsi lain.

Namun kecantikan Kota Pontianak luntur seketika bila musim hujan tiba. Warga kota pun jadi akrab dengan namanya banjir. Awalnya air akan segera surut hanya hitungan jam saja, namun kini bisa berjam-jam bahkan air masuk hingga ke dalam rumah. Seperti yang terjadi di Istana Rakyat Kalimantan Barat, rumah dinas Gubernur dilanda Banjir setinggi lutut orang dewasa, Sabtu 13 Januari 2018.

Banjir menjadi harga yang harus dibayar mahal, akibat pola pembangunan yang serampangan. Sungai-sungai yang membelah kota dan parit-parit di depan rumah yang menjadi saluran drainase dan saluran pembuangan air di tepi jalan (roil) diperkecil hingga seukuran batu cetakan. Akibatnya, daya tampung air terbatas hingga meluap kepermukaan.

Begitu juga dengan “obral” izin perumahan bagi pengembang. Penguasa dalam mengeluarkan izin tak lagi mengindahkan dampak negatifnya sepertinya hilangnya resapan air dan lahan produktif yang dijadikan pemukiman.

Sepertinya penguasa Pontianak enggan belajar dari daerah-daerah lain yang mulai melakukan evaluasi untuk menertibkan kemudahan izin bagi pengembang. Bahkan ada yang mulai mempertimbangkan untuk menyetop keluarnya izin pembangunan perumahan dalam sekala besar. Pemerintah Kota Balikpapan (Kalimantan Tmur) dan Pemkot Bekasi (Jawa Barat) contohnya.

Kedua Pemko berani mengambil sikap tegas, karena tak ingin kotanya menjadi luatan air ketika musim penghujan tiba dan menyengsarakan rakyatnya. Keberanian ini haruslah diapresisasi, sekaligus membuktikan bahwa tidak selamanya pemerintah hilang keberaniannya saat berhadapan dengan pemilik modal.

Satu lagi, banjir ya banjir tidak perlu dihalus-haluskan dengan menyebutnya genangan. Diberi amanah dua periode mempimpin Kota Pontianak hanyalah banjir yang dihasilkan.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1020 seconds (0.1#10.140)