Sepanjang 2017, 72 Warga Asing Diusir dari Kota Kembang
A
A
A
BANDUNG - Sebanyak 72 Warga Negara Asing (WNA) dideportasi dari Kota Bandung karena melanggar aturan keimigrasian. Sebagian besar WNA yang dideportasi itu melakukan pelanggaran over stay (tinggal melebihi izin dan ketentuan) atau tinggal di Kota Kembang tanpa izin.
Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Bandung Sri Warnati mengatakan, sepanjang 2017, selain memproses pembuatan paspor bagi masyarakat dan izin tinggal bagi WNA, pihaknya juga telah melakukan penindakan hukum keimigrasian.
"Total penegakan hukum keimigrasian yang kami lakukan terhadap 222 WNA. Sebanyak 72 WNA dideportasi dan sisanya 150 orang dikenakan biaya beban atau denda. Pelanggaran keimigrasian yang banyak terjadi sehingga deportasi dilakukan adalah overstay dan illegal stayer," kata Sri kepada wartawan saat rilis capaian akhir tahun di Kanim Kelas I Bandung, Jalan Surapati, Selasa (19/12/2017).
Sri mengemukakan, tindakan deportasi ada dua jenis, yakni tidak disertai usulan penangkalan dan disertai usulan penangkalan. Disertai tidak usulan penangkalan maksudnya adalah, warga asing yang tidak memiliki kasus apapun, namun karena tinggal telah melampaui batas izin yang berlaku, maka harus dideportasi.
Sedangkan deportasi disertai usulan penangkalan adalah, selain karena melebihi izin tinggal, yang bersangkutan juga melakukan beberapa pelanggaran lain.
"Pembayaran denda atau biaya beban dikenakan karena batas izin tinggal yang bersangkutan habis kurang dari enam bulan. Itu diatur dalam UU Nomor 6/2011 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 44 tahun 2016," ujar dia.
Selain deportasi, Imigrasi Bandung juga melakukan penolakan kedatangan WNA di Bandara Husein Sastranegara Bandung. Sepanjang 2017, Kanim Bandung menolak kedatangan 26 WNA. Sebagian besar WNA yang ditolak masuk ke Bandung berasal dari Republik Rakyat China (RRC) sebanyak 8 orang dan Nigeria 8 orang. Banglades 4, Korea Selatan 1, Prancis 1, Malaysia 1, Mesir 1, dan Maroko 1.
Sri menuturkan, penolakan terhadap WNA datang ke Indonesia itu sesuai kebijakan selektif. Imigrasi hanya mengizinkan WNA yang bermanfaat bagi Indonesia yang boleh masuk. Jika ada orang asing yang dicurigai dan berdasarkan informasi bermasalah, yang bersangkutan pasti ditolak saat akan masuk ke Indonesia.
"Bagi WNA yang tak memenuhi persyaratan, dicurigai akan menimbulkan hal-hal negatif bagi Indonesia, akan ditolak. Apalagi mereka yang masuk dalam daftar cegah tangkal (cekal)," pungkasnya.
Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Bandung Sri Warnati mengatakan, sepanjang 2017, selain memproses pembuatan paspor bagi masyarakat dan izin tinggal bagi WNA, pihaknya juga telah melakukan penindakan hukum keimigrasian.
"Total penegakan hukum keimigrasian yang kami lakukan terhadap 222 WNA. Sebanyak 72 WNA dideportasi dan sisanya 150 orang dikenakan biaya beban atau denda. Pelanggaran keimigrasian yang banyak terjadi sehingga deportasi dilakukan adalah overstay dan illegal stayer," kata Sri kepada wartawan saat rilis capaian akhir tahun di Kanim Kelas I Bandung, Jalan Surapati, Selasa (19/12/2017).
Sri mengemukakan, tindakan deportasi ada dua jenis, yakni tidak disertai usulan penangkalan dan disertai usulan penangkalan. Disertai tidak usulan penangkalan maksudnya adalah, warga asing yang tidak memiliki kasus apapun, namun karena tinggal telah melampaui batas izin yang berlaku, maka harus dideportasi.
Sedangkan deportasi disertai usulan penangkalan adalah, selain karena melebihi izin tinggal, yang bersangkutan juga melakukan beberapa pelanggaran lain.
"Pembayaran denda atau biaya beban dikenakan karena batas izin tinggal yang bersangkutan habis kurang dari enam bulan. Itu diatur dalam UU Nomor 6/2011 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 44 tahun 2016," ujar dia.
Selain deportasi, Imigrasi Bandung juga melakukan penolakan kedatangan WNA di Bandara Husein Sastranegara Bandung. Sepanjang 2017, Kanim Bandung menolak kedatangan 26 WNA. Sebagian besar WNA yang ditolak masuk ke Bandung berasal dari Republik Rakyat China (RRC) sebanyak 8 orang dan Nigeria 8 orang. Banglades 4, Korea Selatan 1, Prancis 1, Malaysia 1, Mesir 1, dan Maroko 1.
Sri menuturkan, penolakan terhadap WNA datang ke Indonesia itu sesuai kebijakan selektif. Imigrasi hanya mengizinkan WNA yang bermanfaat bagi Indonesia yang boleh masuk. Jika ada orang asing yang dicurigai dan berdasarkan informasi bermasalah, yang bersangkutan pasti ditolak saat akan masuk ke Indonesia.
"Bagi WNA yang tak memenuhi persyaratan, dicurigai akan menimbulkan hal-hal negatif bagi Indonesia, akan ditolak. Apalagi mereka yang masuk dalam daftar cegah tangkal (cekal)," pungkasnya.
(nag)