Menjaring Dolar dari Ikan
A
A
A
DI SELA sidang Tanwir Muhammadiyah, akhir Februari lalu, Gubernur Maluku Said Assagaf menumpahkan unek-uneknya. Bukan soal agama, tetapi terkait potensi perikanan yang tak berbanding lurus dengan kesejahteraan nelayan. Padahal, dari luas wilayah Maluku 712.479 kilometer persegi dan 92,4% merupakan hamparan biru laut. Nelayan dan masyarakat pesisir masih banyak yang hidup miskin. "Jauh dari hidup layak," katanya.
Said tidak berlebihan. Soalnya, 35% produksi ikan nasional berasal dari Maluku. Dari 9 juta ton produksi ikan nasional pada tahun lalu, Maluku menyumbang lebih dari 3 juta ton. Provinsi ini punya tiga wilayah pengelolaan perikanan (WPP), yakni 714 untuk Laut Banda 715 di Laut Seram dan 718 di Laut Arafura.
Perairan Maluku merupakan jalur ikan dengan nilai ekonomi tinggi, seperti tuna. Ikan gemar bermukim di perairan Maluku karena wilayahnya sangat subur. Ini disebabkan arus aliran air yang silih berganti dari Samudra Pasifik dan Hindia. Selain itu, ada proses pengadukan (up welling) massa air pada musim Timur yang terjadi sekitar Agustus. Tiga WPP di perairan Maluku telah ditetapkan sebagai kawasan penghasil ikan utama Indonesia. "Pengelolaannya terintegrasi dalam kerangka sistem logistik ikan nasional (SLIN)," ucapnya.
Melihat potensi yang besar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan bahwa SKPT akan selesai dibangun pada akhir tahun ini. KKP merevitalisasi Pelabuhan Ukurlaran.
Sama dengan SKPT lain, SKPT Saumlaki akan dilengkapi dengan gedung pengelolaan bersama, tempat pelelangan ikan, cold storage, air bersih, pusat perbaikan jaring, bengkel mesin kapal, pabrik es, dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan. "Fasilitas listrik pun sekarang sudah masuk," ujarnya.
Sudah sejauh mana SKPT yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 41/VI/2017 yang terbit Senin (11/12/2017).
Said tidak berlebihan. Soalnya, 35% produksi ikan nasional berasal dari Maluku. Dari 9 juta ton produksi ikan nasional pada tahun lalu, Maluku menyumbang lebih dari 3 juta ton. Provinsi ini punya tiga wilayah pengelolaan perikanan (WPP), yakni 714 untuk Laut Banda 715 di Laut Seram dan 718 di Laut Arafura.
Perairan Maluku merupakan jalur ikan dengan nilai ekonomi tinggi, seperti tuna. Ikan gemar bermukim di perairan Maluku karena wilayahnya sangat subur. Ini disebabkan arus aliran air yang silih berganti dari Samudra Pasifik dan Hindia. Selain itu, ada proses pengadukan (up welling) massa air pada musim Timur yang terjadi sekitar Agustus. Tiga WPP di perairan Maluku telah ditetapkan sebagai kawasan penghasil ikan utama Indonesia. "Pengelolaannya terintegrasi dalam kerangka sistem logistik ikan nasional (SLIN)," ucapnya.
Melihat potensi yang besar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan bahwa SKPT akan selesai dibangun pada akhir tahun ini. KKP merevitalisasi Pelabuhan Ukurlaran.
Sama dengan SKPT lain, SKPT Saumlaki akan dilengkapi dengan gedung pengelolaan bersama, tempat pelelangan ikan, cold storage, air bersih, pusat perbaikan jaring, bengkel mesin kapal, pabrik es, dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan. "Fasilitas listrik pun sekarang sudah masuk," ujarnya.
Sudah sejauh mana SKPT yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 41/VI/2017 yang terbit Senin (11/12/2017).
(amm)