Berburu Ikan di Natuna

Senin, 11 Desember 2017 - 08:00 WIB
Berburu Ikan di Natuna
Berburu Ikan di Natuna
A A A
MENGANDALKAN semburat jingga Matahari, Wahab memilah-memilah ikan dari kotak es di perahu mungilnya. Meski sudah tidak terlalu terang, pria paruh baya itu masih dapat mengenali satu per satu jenis ikan hasil tangkapan di Laut Natura Utara. Di bibir dermaga, istrinya telah menyiapkan ember untuk membawa ikan tongkol, kakap, dan kerapu ke pengepul yang ada di Pelabuhan Pring, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna.

Kebanyakan hasil tangkapan adalah ikan tongkol. "Ukuran satu kilogram sekarang dihargai sekitar Rp25 ribu," ujar pria ini saat berbincang dengan SINDO Weekly, Senin (4/12/2107) pekan lalu. Sebagian besar nelayan di pelabuhan yang dikelola Dinas Perikanan Kabupaten Natuna itu memang mengincar ikan-ikan permukaan, seperti tongkol dan kembung. Teknik menangkapnya pun masih konvensional dengan melempar satu atau dua alat pancing bermata kail banyak.

Teman Wahab, Haryadi, mengatakan nelayan di Natuna yang menggunakan kapal berukuran 1–3 gross ton (GT) hanya berlayar sejauh 7–10 mil. Seorang diri pula melawan ombak. Apalagi, saat musim utara ini, mereka tidak berani melaut terlalu jauh karena angin kencang dan ombak yang tinggi. Waktu berlayar pun hanya satu hari: pergi pagi, sore sudah pulang. Perbekalan bahan bakar hanya satu dirigen solar dan es batu dalam 2–3 kotak es. "Modalnya sekitar Rp200 ribu," ucapnya.

Beda cerita jika berlayar untuk satu minggu. Para nelayan harus memboyong solar dan es batu minimal masing-masing sekitar satu ton. Jika dirupiahkan, modalnya sekitar Rp3–8 juta. Kapalnya pun berukuran 10–20 GT dengan awak kapal sekitar 5–7 orang. Jarak tempuh bisa mencapai 150 mil ke arah perbatasan Vietnam. Rata-rata mereka membawa pulang sekitar 8–10 ton ikan. "Hasil jual seluruh ikan bisa sampai Rp15 juta," ujarnya sambil memperbaiki alat pancing di atas kapal.

Laut Natuna Utara menjadi sumber kehidupan bagi seluruh nelayan di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya Kabupaten Natuna. Sebelumnya, nelayan-nelayan asing kerap wara-wiri di sini. Namun, kebebasan itu berakhir di era Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Perempuan asal Pangandaran itu mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Bagaimana kondisi nelayan Natuna setelah ada regulasi tersebut? Apakah kesejahteraan mereka meningkat? Simak laporan selengkapnya di Majalah SINDO Weekly Edisi 41/VI/2017 yang terbit Senin (11/12/2017).

Berburu Ikan di Natuna
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3786 seconds (0.1#10.140)