Kemendesa PDTT Canangkan Gerakan Nasional Komunitas Desa di Bandung
A
A
A
BANDUNG - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) mencanangkan Gerakan Nasional Komunitas Desa sebagai perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa.
Staf Khusus Kemendesa PDTT Syaiful Huda menjelaskan, pencanangan Gerakan Nasional Komunitas Desa menjadi momentum untuk meningkatkan peran para penggerak desa demi terwujudnya pembangunan berkesinambungan di desa.
"Khusus Jawa Barat, kami akan angkat isu soal penguatan komunitas penggerak desa. Ini jadi penting bagi kami karena ini menjadi mandat Undang-Undang Desa, pemerintah desa harus aktif, masyarakatnya juga harus aktif," jelas Huda di hadapan ratusan kepala desa saat membuka Pencanangan Gerakan Nasional Komunitas Desa di Hotel Jayakarta, Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Rabu (6/12/2017) malam.
Huda melanjutkan, terwujudnya pembangunan desa juga tak lepas dari kemauan dan inisiatif pemerintah desa dan warganya sendiri. Menurutnya, pemerintah desa dan warganya harus sama-sama menjadi aktor pembangunan desanya masing-masing.
"Jadilah inisiator penggerak desa, jadilah aktor pembangunan di tempat kita masing-masing. Karena kuncinya kemauan, punya inisiatif. Kalau tidak, percuma ada Undang-Undang Desa karena spiritnya adalah ada kemauan untuk membangun desa," tegasnya.
Huda kembali menegaskan, setiap kepala desa harus memiliki inisiatif dan gagasan untuk membangun desanya. Selain itu, kepala desa jangan pernah mematikan gagasan warganya, apalagi memusuhinya.
"Kepala desa harus berinisiatif dan berkolaborasi dengan warganya. Kalau perlu difasilitasi, sangat penting untuk menyambut pelaksanaan tiga tahun Undang-Undang Desa," katanya.
Huda menyebutkan ada empat tipe desa yang berdampak pada perkembangan pembangunan di desa. Tipe pertama, desa dengan pemerintah maupun warganya tidak memiliki prakarsa sama sekali.
"Kalau begitu, kita akan kembali ke zaman dahulu sebelum lahir Undang-Undang Desa. Desa bakal jadi objek lagi, bukan subjek pembangunan. Undang-Undang Desa tidak akan jadi apa-apa, tidak ada bekas," katanya.
Tipe kedua, ada prakarsa dari pemerintah desanya, namun warganya tidak. Menurut Huda, tanpa peran aktif warganya, pembangunan di desa otomatis mati.
"Tipe ketiga sebaliknya, prakarsa kepala desanya lemah, tapi dari warganya kuat. Banyak anak muda yang punya keinginan membangun, tapi tidak terantisipasi oleh pemerintah desanya, akhirnya lemah," jelas Huda.
Tipe terakhir, antara pemerintah desa dan warganya sama-sama aktif membangun. Tipe desa inilah yang hendak diwujudkan Kemendesa PDTT melalui Gerakan Nasional Komunitas Desa.
Dalam kesempatan itu, Huda pun mengingatkan para kepala desa bahwa dana desa yang digelontorkan pemerintah bukan segalanya. Meski nilainya mencapai Rp850 juta per desa per tahun, Huda mengatakan, dana desa tersebut hanyalah sebagai dana stimulus pembangunan desa yang lebih besar.
"Desa Panggungharjo, Yogyakarta pendapatan desanya mencapai Rp13 miliar per tahun di mana keuntungannya mencapai Rp3,5 miliar. Maka, semua beban BPJS warganya ditanggung pemerintah desanya. Semua anak SMA ditanggung biaya kuliah S1-nya oleh pemerintah desa. Ini praktik yang harus kita contoh," pungkasnya.
Gerakan Nasional Komunitas Desa digelar di Bandung 6-7 Desember 2017. Kegiatan ini diikuti ratusan pemangku desa, mulai dari kepala desa, pengelola badan usaha milik desa, aktivis desa, hingga pegiat komunitas desa. Selain menggelar diskusi, mereka juga akan melakukan studi banding ke berbagai komunitas kreatif di Jabar dan sekitarnya.
Staf Khusus Kemendesa PDTT Syaiful Huda menjelaskan, pencanangan Gerakan Nasional Komunitas Desa menjadi momentum untuk meningkatkan peran para penggerak desa demi terwujudnya pembangunan berkesinambungan di desa.
"Khusus Jawa Barat, kami akan angkat isu soal penguatan komunitas penggerak desa. Ini jadi penting bagi kami karena ini menjadi mandat Undang-Undang Desa, pemerintah desa harus aktif, masyarakatnya juga harus aktif," jelas Huda di hadapan ratusan kepala desa saat membuka Pencanangan Gerakan Nasional Komunitas Desa di Hotel Jayakarta, Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Rabu (6/12/2017) malam.
Huda melanjutkan, terwujudnya pembangunan desa juga tak lepas dari kemauan dan inisiatif pemerintah desa dan warganya sendiri. Menurutnya, pemerintah desa dan warganya harus sama-sama menjadi aktor pembangunan desanya masing-masing.
"Jadilah inisiator penggerak desa, jadilah aktor pembangunan di tempat kita masing-masing. Karena kuncinya kemauan, punya inisiatif. Kalau tidak, percuma ada Undang-Undang Desa karena spiritnya adalah ada kemauan untuk membangun desa," tegasnya.
Huda kembali menegaskan, setiap kepala desa harus memiliki inisiatif dan gagasan untuk membangun desanya. Selain itu, kepala desa jangan pernah mematikan gagasan warganya, apalagi memusuhinya.
"Kepala desa harus berinisiatif dan berkolaborasi dengan warganya. Kalau perlu difasilitasi, sangat penting untuk menyambut pelaksanaan tiga tahun Undang-Undang Desa," katanya.
Huda menyebutkan ada empat tipe desa yang berdampak pada perkembangan pembangunan di desa. Tipe pertama, desa dengan pemerintah maupun warganya tidak memiliki prakarsa sama sekali.
"Kalau begitu, kita akan kembali ke zaman dahulu sebelum lahir Undang-Undang Desa. Desa bakal jadi objek lagi, bukan subjek pembangunan. Undang-Undang Desa tidak akan jadi apa-apa, tidak ada bekas," katanya.
Tipe kedua, ada prakarsa dari pemerintah desanya, namun warganya tidak. Menurut Huda, tanpa peran aktif warganya, pembangunan di desa otomatis mati.
"Tipe ketiga sebaliknya, prakarsa kepala desanya lemah, tapi dari warganya kuat. Banyak anak muda yang punya keinginan membangun, tapi tidak terantisipasi oleh pemerintah desanya, akhirnya lemah," jelas Huda.
Tipe terakhir, antara pemerintah desa dan warganya sama-sama aktif membangun. Tipe desa inilah yang hendak diwujudkan Kemendesa PDTT melalui Gerakan Nasional Komunitas Desa.
Dalam kesempatan itu, Huda pun mengingatkan para kepala desa bahwa dana desa yang digelontorkan pemerintah bukan segalanya. Meski nilainya mencapai Rp850 juta per desa per tahun, Huda mengatakan, dana desa tersebut hanyalah sebagai dana stimulus pembangunan desa yang lebih besar.
"Desa Panggungharjo, Yogyakarta pendapatan desanya mencapai Rp13 miliar per tahun di mana keuntungannya mencapai Rp3,5 miliar. Maka, semua beban BPJS warganya ditanggung pemerintah desanya. Semua anak SMA ditanggung biaya kuliah S1-nya oleh pemerintah desa. Ini praktik yang harus kita contoh," pungkasnya.
Gerakan Nasional Komunitas Desa digelar di Bandung 6-7 Desember 2017. Kegiatan ini diikuti ratusan pemangku desa, mulai dari kepala desa, pengelola badan usaha milik desa, aktivis desa, hingga pegiat komunitas desa. Selain menggelar diskusi, mereka juga akan melakukan studi banding ke berbagai komunitas kreatif di Jabar dan sekitarnya.
(zik)