Takut Perawan Tua dan Hamil, Alasan Maraknya Perkawinan Anak
A
A
A
SEMARANG - Angka perkawinan anak di Jawa Tengah termasuk tertinggi di Tanah Air yakni mencapai 3.876 kasus pada 2016. Beragam faktor menjadi latar belakang perkawinan anak mulai takut menjadi perawan tua hingga anak perempuan itu telah hamil atau berbadan dua.
"Orangtua di sini biasanya merasa malu bila anak perempuannya terlambat kawin karena akan dianggap menjadi perawan tua dan tidak laku," kata Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartikasari, saat deklarasi "Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak", di Semarang, Senin (20/11/2017).
Dia menambahkan, kemiskinan juga menjadi menjadi latar belakang yang kuat, hingga membuat orangtua dengan mudah mengawinkan anaknya untuk membantu perekonomian keluarga. Akibatnya, anak tersebut terpaksa kehilangan masa kanak-kanak dan menjadi istri meski kesiapan mental dan fisik belum memadai.
"Banyak orangtua yang menganggap jika dinikahkan dengan lelaki yang jauh usianya dapat membantu ekonomi keluarga. Padahal nyatanya tidak demikian,” ujarnya.
Ketua Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atiqoh Ganjar Pranowo menambahkan, tingginya kasus perkawinan anak juga diakibatkan anak perempuan tersebut telah berbadan dua atau hamil. Hal inilah yang melatarbelakangi Pengadilan Agama mengeluarkan dispensasi bagi anak itu untuk menikah.
"Pengadilan Agama kenapa mengeluarkan dispensasi karena anak tersebut telah berbadan dua. Mari bersama menjaga anak-anak kita, agar tak terjadi lagi kasus perkawinan anak," katanya di depan audiens yang terdiri aktivis perempuan serta sejumlah pelajar dan mahasiswa.
"Orangtua di sini biasanya merasa malu bila anak perempuannya terlambat kawin karena akan dianggap menjadi perawan tua dan tidak laku," kata Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Dian Kartikasari, saat deklarasi "Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak", di Semarang, Senin (20/11/2017).
Dia menambahkan, kemiskinan juga menjadi menjadi latar belakang yang kuat, hingga membuat orangtua dengan mudah mengawinkan anaknya untuk membantu perekonomian keluarga. Akibatnya, anak tersebut terpaksa kehilangan masa kanak-kanak dan menjadi istri meski kesiapan mental dan fisik belum memadai.
"Banyak orangtua yang menganggap jika dinikahkan dengan lelaki yang jauh usianya dapat membantu ekonomi keluarga. Padahal nyatanya tidak demikian,” ujarnya.
Ketua Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atiqoh Ganjar Pranowo menambahkan, tingginya kasus perkawinan anak juga diakibatkan anak perempuan tersebut telah berbadan dua atau hamil. Hal inilah yang melatarbelakangi Pengadilan Agama mengeluarkan dispensasi bagi anak itu untuk menikah.
"Pengadilan Agama kenapa mengeluarkan dispensasi karena anak tersebut telah berbadan dua. Mari bersama menjaga anak-anak kita, agar tak terjadi lagi kasus perkawinan anak," katanya di depan audiens yang terdiri aktivis perempuan serta sejumlah pelajar dan mahasiswa.
(wib)