Azwar Anas Prihatin Proyek Politik yang Diskreditkan PDIP
A
A
A
JAKARTA - Penetapan pasangan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas sebagai cagub dan cawagub Jatim adalah bentuk komitmen bersama PDI Perjuangan dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam membangun kesadaran sejarah dan kultural membangun Indonesia Raya.
“Pencalonan kami berdua menunjukkan bagaimana Ibu Megawati begitu dekat dengan Islam, betapa Bu Mega menerima dengan senang hati saran para kiai. Beliau sosok yang benar-benar menempatkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Selama Ibu Megawati menjadi Presiden, beliau konsisten membela Palestina; paling berani menolak serangan sepihak AS dan sekutunya terhadap Irak,''' tutur Gus Ipul yang tak lain adalah cicit pendiri NU KH Bisri Syansuri.
Sementara itu, Cawagub Azwar Anas menyampaikan rasa prihatinnya atas berbagai proyek lawan politik PDI Perjuangan dan Megawati yang mencoba membenturkan PDI Perjuangan dan Islam. ''Itu tidak akan pernah berhasil, karena sejak dulu kaum nasionalis dan kaum religius selalu bahu-membahu membangun bangsa ini,'' ujarnya.
Menurut Anas, berbagai proyek politik membenturkan dengan Islam tersebut sebagai bagian dari skenario besar untuk menyerang Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan yang elektabilitasnya terus menanjak.
“Masyarakat belajar dari kasus Saracen. Masyarakat juga makin dewasa. Masyarakat akhirnya juga tahu bagaimana Bung Karno, Ibu Megawati dan PDI Perjuangan bersama Islam, namun kesemuanya tetap ditempatkan dalam semangat kebangsaan. Bahkan banyak masyarakat yang tidak tahu, tanpa Bung Karno tidak akan pernah ditemukan makam Imam Al Buchori. Tanpa Bung Karno tidak akan pernah ada Masjid Biru yang berdiri megah di Soviet. Demikian halnya tanpa Ibu Mega, hanya sedikit pemimpin yang berani membela Irak dan mengutuk aksi unilateral Amerika Serikat atas serangan terhadap Irak. Bahkan Ibu Mega juga melanjutkan tradisi Bung Karno, membangun masjid di belahan bumi paling selatan, Afrika Selatan,'' papar Anas.
Anas menambahkan, seluruh umat Muslim perlu mewaspadai berbagai proyek politik yang mengatasnamakan agama. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, berkali-kali momen-momen kritis hanya bisa dilampaui dengan bersatu-padunya kekuatan nasionalis dan santri. ”Jadi upaya mengadu domba kaum nasionalis di PDI Perjuangan dengan kalangan muslim tidak akan pernah berhasil,” tegas Anas.
Anas menambahkan, di awal berdirinya negeri ini, publik tidak akan pernah lupa bahwa Bung Karno bertanya tentang hukum membela negara kepada KH Hasyim Asyari. Pendiri NU itu dengan sepenuh hati menyatakan, perjuangan membela Tanah Air adalah jihad fisabilillah. Ijtihad itu kemudian dalam sejarah dikenal sebagai Resolusi Jihad, yang menunjukkan keterpaduan kaum nasionalis dan kaum santri dalam membela republik.
”Itulah manifestasi komitmen kebangsaan yang utuh secara ideologis dan keimanan yang datang dari ketulusan Bung Karno dan Mbah Hasyim. Patut diingat pula bahwa Bung Karno adalah presiden pertama yang mengutip ayat Alquran di forum PBB yang menjadi perhatian seluruh dunia pada 1960,” kata Anas yang merupakan mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
“Pencalonan kami berdua menunjukkan bagaimana Ibu Megawati begitu dekat dengan Islam, betapa Bu Mega menerima dengan senang hati saran para kiai. Beliau sosok yang benar-benar menempatkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Selama Ibu Megawati menjadi Presiden, beliau konsisten membela Palestina; paling berani menolak serangan sepihak AS dan sekutunya terhadap Irak,''' tutur Gus Ipul yang tak lain adalah cicit pendiri NU KH Bisri Syansuri.
Sementara itu, Cawagub Azwar Anas menyampaikan rasa prihatinnya atas berbagai proyek lawan politik PDI Perjuangan dan Megawati yang mencoba membenturkan PDI Perjuangan dan Islam. ''Itu tidak akan pernah berhasil, karena sejak dulu kaum nasionalis dan kaum religius selalu bahu-membahu membangun bangsa ini,'' ujarnya.
Menurut Anas, berbagai proyek politik membenturkan dengan Islam tersebut sebagai bagian dari skenario besar untuk menyerang Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan yang elektabilitasnya terus menanjak.
“Masyarakat belajar dari kasus Saracen. Masyarakat juga makin dewasa. Masyarakat akhirnya juga tahu bagaimana Bung Karno, Ibu Megawati dan PDI Perjuangan bersama Islam, namun kesemuanya tetap ditempatkan dalam semangat kebangsaan. Bahkan banyak masyarakat yang tidak tahu, tanpa Bung Karno tidak akan pernah ditemukan makam Imam Al Buchori. Tanpa Bung Karno tidak akan pernah ada Masjid Biru yang berdiri megah di Soviet. Demikian halnya tanpa Ibu Mega, hanya sedikit pemimpin yang berani membela Irak dan mengutuk aksi unilateral Amerika Serikat atas serangan terhadap Irak. Bahkan Ibu Mega juga melanjutkan tradisi Bung Karno, membangun masjid di belahan bumi paling selatan, Afrika Selatan,'' papar Anas.
Anas menambahkan, seluruh umat Muslim perlu mewaspadai berbagai proyek politik yang mengatasnamakan agama. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, berkali-kali momen-momen kritis hanya bisa dilampaui dengan bersatu-padunya kekuatan nasionalis dan santri. ”Jadi upaya mengadu domba kaum nasionalis di PDI Perjuangan dengan kalangan muslim tidak akan pernah berhasil,” tegas Anas.
Anas menambahkan, di awal berdirinya negeri ini, publik tidak akan pernah lupa bahwa Bung Karno bertanya tentang hukum membela negara kepada KH Hasyim Asyari. Pendiri NU itu dengan sepenuh hati menyatakan, perjuangan membela Tanah Air adalah jihad fisabilillah. Ijtihad itu kemudian dalam sejarah dikenal sebagai Resolusi Jihad, yang menunjukkan keterpaduan kaum nasionalis dan kaum santri dalam membela republik.
”Itulah manifestasi komitmen kebangsaan yang utuh secara ideologis dan keimanan yang datang dari ketulusan Bung Karno dan Mbah Hasyim. Patut diingat pula bahwa Bung Karno adalah presiden pertama yang mengutip ayat Alquran di forum PBB yang menjadi perhatian seluruh dunia pada 1960,” kata Anas yang merupakan mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
(sms)