Willem Iskander, Pionir Pendidikan dari Sumatera Utara

Senin, 30 Oktober 2017 - 05:05 WIB
Willem Iskander, Pionir...
Willem Iskander, Pionir Pendidikan dari Sumatera Utara
A A A
WILLEM Iskander (1840-1876) telah membawa pencerahan di daerah Tapanuli, khususnya di Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel), Sumatera Utara. Lulusan sekolah guru di Amsterdam ini menjadi tokoh hebat dan pelopor pendidikan berkat perjuangannya memajukan pendidikan.

Jauh sebelum Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 1922. Willem Iskander telah mendirikan sekolah guru pertama di Tanobato, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 1862.

Willem Iskandar bernama asli Sati Nasution gelar Sutan Iskandar lahir di Pidoli Lombang, Mandailing Natal pada Maret 1840. Ibunya Si Anggur boru Lubis dari Rao-rao dan ayahnya Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang. Ia generasi ke 11 dari Klan Nasution dan merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.

Ia dikenal juga sebagai pujangga yang melahirkan banyak karya dan tulisan. Kemampuanya menguasai bahasa Melayu, Mandailing dan Belanda membuatnya dikenal dan disegani pemerintah kolonial Belanda.

Ia mengawali pendidikannya di Sekolah Rendah (Inlandsche Schoolan) di Panyabungan Kota, Mandailing Natal (1853-1855). Pada Februari 1857 ia berangkat ke Belanda bersama Alexander Philippus Godon, Asisten Resident Mandailing-Angkola untuk melanjutkan Sekolahnya.

Pertama ia belajar di Vreeswijk, supaya bisa melanjutkan ke sekolah guru. Ia dibantu oleh A P Ghodon dan Prof HC Milles (Guru Filsafat, Sastra dan Budaya timur di Utrecht) untuk mendapatkan beasiswa dari Kerajaan Belanda. Meski mendapat tantangan dari parlemen Kerajaan karena dianggap Kristenisasi dalam pembiayaan pendidikan, namun Prof HC Milles berhasil meyakinkan anggota Parlemen.

Willem akhirnya dapat beasiswa di Sekolah Guru (Oefenschool). Ia lulus dan mendapat ijazah Guru bantu (Hulponderwijzer) 5 Januari 1859. Tahun 1874 ia pergi melanjutkan pendidikannya ke Belanda kedua kalinya untuk mendapatkan ijasah guru kepala sekolah (Hoofdonderwijzer). Ia berangkat bersama Benas Lubis (muridnya), Raden Mas Sunarso dari Kwekschool Surakarta, Mas Ardi Sasmita dari Majalengka.

Budayawan Mandailing Angkola Basyral Hamidy Harahap bercerita tentang kehebatan Willem Iskander. Dia mengungkapkan bahwa pada usia 22 tahun, Willem Iskander telah melakukan terobosan besar gerakan pencerahan (Aufklärung) melalui pendidikan di Mandailing Angkola, khususnya di Mandailing. Orientasi, cakrawala, penalaran, idealisme, kearifan, dan semangat pembaharuan telah membekalinya untuk melakukan gerakan pencerahan di Tapanuli.

Empat tahun setelah Willem Iskander mendirikan Kweekschool Tanobato, Inspektur Pendidikan Bumiputera Mr JA Van der Chijs datang dari Batavia ke Tanobato (Mandailing Natal) selama tiga hari pada Juni 1866. Kedua tokoh pendidikan itu mendiskusikan cara-cara terbaik yang harus ditempuh untuk memajukan pendidikan bumiputera.

Willem Iskander pun menyampaikan gagasannya kepada Van der Chijs. Di antaranya agar pemerintah mendidik guru sebanyak-banyaknya dengan cara memberikan beasiswa kepada murid-murid untuk mendapat pendidikan keguruan di Negeri Belanda.

Sebagai langkah pertama ia mengusulkan agar beasiswa itu diberikan kepada delapan orang. Masing-masing dua orang dari Mandailing, Jawa, Sunda dan Manado (Sulawesi).

Willem Iskander sadar, bahwa kemampuan berbahasa Melayu dan bahasa Belanda merupakan kunci gerbang ilmu pengetahuan ketika itu. Bahasa Mandailing diajarkan sesuai kaidah-kaidah bahasa. Sedangkan bahasa Belanda diajarkannya empat kali seminggu.

Kemampuan berbahasa itulah yang mengantarkan para muridnya menjadi pengarang, penerjemah dan penyadur. Willem Iskander pun bekerja keras meningkatkan wibawa sekolah sebagai pusat kemajuan.

Pertemuan Willem Iskander selama tiga hari dengan Inspektur Pendidikan Bumiputera Mr JA Van der Chijs di Tanobato telah membuahkan banyak hasil. Gagasan Willem Iskander agar pemerintah memberikan beasiswa kepada guru-guru muda untuk belajar di Negeri Belanda, menjadi pemikiran pemerintah pusat.

Budayawan Basyral Harahap mengungkapkan, ada peristiwa yang luar biasa ketika Willem Iskander melaksanakan EBTA pada bulan Juni 1871. Pelaksanaan ujian itu sangat istimewa karena dihadiri petinggi pemerintah kala itu Gubernur Pantai Barat Sumatera, Residen Tapanuli, Asisten Residen Mandailing-Angkola dan Kontrolir wilayah itu.

Ujian dimulai dengan menyuruh murid-murid menulis esai, dilanjutkan dengan pertanyaan tentang ilmu alam, lembaga-lembaga pemerintahan Hindia Belanda. Kemampuan berbahasa Belanda dan bahasa Melayu diuji dengan cara membaca dan berbicara. Ujian berhitung dilakukan dengan menjawab soal-soal dengan menulis pada batu tulis dan papan tulis.

Usai melakukan inspeksi itu, Gubernur menyampaikan kepuasannya kepada Willem Iskander
terhadap kemampuan murid-murid Willem Iskander berbahasa Belanda. Gubernur mengharapkan agar Willem Iskander lebih meningkatkan lagi mutu pendidikan di sekolah ini.

Pada kesempatan lain setelah inspeksi itu, Asisten Residen Mandailing Angkola nengunjungi sekolah ini yang kemudian diikuti pejabat-pejabat lain. Para pejabat itu berdialog dengan murid-murid sambil mengajukan berbagai pertanyaan. Para murid memberikan jawaban atau penjelasan secara memuaskan (Verslag, 1871:56-57).

Willem Iskander bukan hanya seorang guru sekolah guru, tetapi ia juga seorang pengarang, penerjemah dan penyadur. Ia telah menghasilkan sejumlah karya. Di antaranya buku Si Hendrik na Denggan Roa. Buku ini merupakan terjemahan dari De Brave Hendrik, buku bacaan anak-anak yang paling popular di Belanda pada masa itu. Terjemahan ini diterbitkan di Padang pada tahun 1865. Isi buku tentang etika untuk anak-anak dalam pergaulan sehari-hari.

Kemudian, buku Barita na marragam. Bacaan anak-anak tentang budi pekerti, merupakan saduran dari karya JRPF Gongrijp. Diterbitkan di Batavia pada tahun 1868 dalam bahasa Mandailing aksara Latin. Ada juga buku basaon, buku bacaan anak-anak terjemahan dalam bahasa Mandailing dari karya W.C. Thurn. Batavia, 1871 cetak ulang 1884.

Selain itu, buku Si Boeloes Boeloes Si Roemboek-Roemboek: Boekoe Basaon. Naskah Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk sudah sampai di Batavia pada tahun 1870. Pemerintah pusat mengeluarkan beslit (besluit), surat keputusan, Nomor 27 bertarikh 23 Februari 1871 tentang penerbitan buku ini yang menetapkan tiras buku ini 3.015 dan sebanyak 50 eksemplar harus disimpan di perpustakaan.

Pada tahun 1872 kumpulan prosa dan puisi ini diterbitkan di Batavia oleh ‘s Landsdrukkerij (Percetakan Negara) pada tahun 1872. Buku ini dicetak ulang di Batavia pada tahun 1903, 1906, dan 1915. Kemudian sesudah merdeka diterbitkan kembali oleh beberapa penerbit.

Budayawan Basyral Harahap juga menyebutkan, ada sebagian murid-murid Willem Iskander yang mengikuti jejaknya sebagai pengarang, penerjemah dan penyadur. Di antaranya Ja Lembang Gunung Doli, Soerat Parsipodaan, Batavia, 1889. Ja Manambin, Si Djahidin, Batavia, 1883. Ja Parlindungan, Kitab Pengadjaran, Batavia, 1883.

Selain itu, Ja Sian, Sutan Kulipa dan Ja Rendo, Mandhelingsche rekenboekje voor hoogste klasse, Batavia, 1868. Mangaraja Gunung Pandapotan, On ma sada parsipodaan toe parbinotoan taporan parsapoeloean, Batavia, 1885. Mangaraja Gunung Pandapotan, Parsipodaan taringot toe parbinotoan tano on, Batavia, 1884. Dan masih banyak lagi muridnya yang meneruskan jejaknya.

Sejarawan asal Universitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari pernah juga angkat bicara mengenai Willem Iskandar. Kata Ichwan Azhari, sebelum Taman Siswa didirikan Ki Hadjar Dewantara, Willem Iskander telah mendirikan sekolah guru pertama di Tanobato.

Jika dikaji lebih mendalam, Willem merupakan tokoh yang lebih dahulu berjasa terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia. Dia berharap pemerintah tidak melupakan jasa tokoh pendidikan asal Mandailing itu.

Tak hanya Ichwan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Dr Daoed Joesoef juga sangat mengagumi Willem Iskander. Daoed Joesoef menunjukkan perhatiannya terhadap Willem Iskander sebagaimana ia pernah menulis tiga artikel tentang Willem Iskander di Harian Sinar Harapan, yaitu: (1)"Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (I): Ditemukan Sebuah Buku Tua" (14 Mei 1986), (2) "Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (II): O, Mandailing Godang" (15 Mei 1986), dan "Si Bulus-bulus Si Rumbuk-rumbuk (III Habis): Meninggalnya Orang Jujur" (16 Mei 1986).

Selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef telah mengunjungi Tanobato di Mandailing pada tahun 1981 untuk melihat lokasi Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers yang didirikan Willem Iskander pada tahun 1862. Dia juga ingin melihat bekas pertapakan sekolah guru itu yang kemudian dibangun SMA Negeri Willem Iskander itu pada tahun 1983.

Willem Iskander menerima piagam hadiah seni ad postuum dari pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr Daoed Joesoef, pada 15 Agustus 1978. Teks Piagam Hadiah Seni itu menyebutkan bahwa pemberian piagam hadiah seni ini sebagai penghargaan Pemerintah atas jasanya terhadap Negara sebagai sastrawan Mandailing, Sumatera Utara.

Pramoedya Ananta Toer juga memberi catatan kaki pada bukunya yang berjudul “Panggil Aku Kartini Saja”. Pramoedya menjajarkan Willem Iskander dengan Raden Saleh sebagai tokoh hebat Indonesia akhir abad ke-19.

Willem Iskander diabadikan sebagai nama jalan di Kota Padangsidimpuan, Mandailing Natal, Medan dan beberapa kota lainnya di Sumatera Utara. Selain itu namanya dijadikan nama sebuah SMK di Mandailing Natal, dan nama Sanggar Seni di Tebet, Jakarta Selatan.

Sosok Willem Iskander sangat berarti bagi kemajuan pendidikan di Mandailing dan Sumatera Utara. Sejatinya, sosok pelopor pendidikan ini perlu dimunculkan agar dikenal masyarakat luas, terutama generasi muda Indonesia.
Budayawan Basyral Hamidy Harahap, menilai Willem Iskander adalah seorang guru yang terlempar jauh ke masa depannya.

Karyanya tak pernah usang, karena ia berbicara tentang perjalanan hidup lahir batin manusia yang universal (Harahap, 1996:185-227). Basyral Hamidy Harahap sendiri telah menulis tidak kurang dari 25 tulisan berupa makalah-makalah, ceramah dan tulisan yang dimuat berbagai media masa sejak 1975, untuk memberikan pencerahan terhadap apa dan siapa Willem Iskander.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1179 seconds (0.1#10.140)