Pemprov Harus Fokus Selesaikan Konflik Angkutan Online dengan Konvesional
A
A
A
JAKARTA - Pemprov Jawa Barat disarankan fokus menyelesaikan konflik antara angkutan online dengan konvensional. Sikap Pemprov Jabar yang melarang operasional angkutan online dinilai bukan jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan mengatakan, persoalan antara angkutan konvensional dengan online adalah berebut konsumen. "Harusnya pemerintah fokus menyelesaikan konflik bukannya malah menyarankan transportasi online untuk tidak beroperasi," kata Asep pada Selasa, 17 Oktober 2017 kemarin.
Asep menilai, sikap pemerintah tersebut bukan menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan yang timbul antara transportasi online dengan angkutan konvensional. Menurutnya, transportasi online hadir karena adanya kebutuhan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.
Karena itu, pemerintah semestinya bisa memfasilitasi kebutuhan dari masyarakat tersebut. "Kalau dilarang justru kan sewenang-wenang terhadap masyarakat yang telah merasakan manfaat dari transportasi online," tutur.
Melihat efek demikian besar, Asep meminta pemerintah mencarikan jalan keluar agar kebutuhan semua pihak, termasuk transportasi online, konvensional serta masyarakat terakomodir dengan baik.
Seperti diketahui pada Senin, 16 Oktober 2017 lalu, Dalam aksi itu belasan ribu sopir transportasi online di wilayah Bandung Raya menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung. Dalam orasinya, mereka berharap tidak ada lagi kasus intimidasi dari oknum tertentu kepada sopir transportasi berbasis aplikasi.
Aksi ini dilakukan sebagai respons dari sikap Dishub Jabar yang mengusulkan pada pemerintah pusat untuk menutup aplikasi transportasi berbasis online.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan mengatakan, persoalan antara angkutan konvensional dengan online adalah berebut konsumen. "Harusnya pemerintah fokus menyelesaikan konflik bukannya malah menyarankan transportasi online untuk tidak beroperasi," kata Asep pada Selasa, 17 Oktober 2017 kemarin.
Asep menilai, sikap pemerintah tersebut bukan menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan yang timbul antara transportasi online dengan angkutan konvensional. Menurutnya, transportasi online hadir karena adanya kebutuhan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.
Karena itu, pemerintah semestinya bisa memfasilitasi kebutuhan dari masyarakat tersebut. "Kalau dilarang justru kan sewenang-wenang terhadap masyarakat yang telah merasakan manfaat dari transportasi online," tutur.
Melihat efek demikian besar, Asep meminta pemerintah mencarikan jalan keluar agar kebutuhan semua pihak, termasuk transportasi online, konvensional serta masyarakat terakomodir dengan baik.
Seperti diketahui pada Senin, 16 Oktober 2017 lalu, Dalam aksi itu belasan ribu sopir transportasi online di wilayah Bandung Raya menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung. Dalam orasinya, mereka berharap tidak ada lagi kasus intimidasi dari oknum tertentu kepada sopir transportasi berbasis aplikasi.
Aksi ini dilakukan sebagai respons dari sikap Dishub Jabar yang mengusulkan pada pemerintah pusat untuk menutup aplikasi transportasi berbasis online.
(whb)