Hari Ini Angkutan Online di Bandung Kembali Beroperasi
A
A
A
BANDUNG - Setelah berhenti beroperasi selama empat hari, mulai hari ini (Sabtu, 14/10/2017) angkutan online di Bandung raya mulai beroperasi. Ketua Pengemudi Online Satu Komando (Posko) Jabar Febi Efriansyah mengatakan, pihaknya sudah menginstruksikan kepada para pengemudi agar besok kembali online dan melayani penumpang. Seruan itu sesuai kesepakatan awal antarpengemudi online yang memilih offline selama empat hari pada 10-13 Oktober 2017.
"Walaupun besok sudah mulai online lagi, namun kami meminta kepada para pengemudi agar tetap waspada. Kami khawatir masih ada oknum-oknum tertentu yang masih memancing kericuhan di lapangan," jelasnya, Jumat (13/10/2017).
Diketahui, seruan offline untuk pengemudi angkutan berbasis aplikasi setelah angkutan umum di Bandung raya mengancam akan menggelar mogok selama empat hari. Namun rencana mogok urung dilakukan, setelah perwakilan pengusaha angkutan dan sopir menggelar audiensi dengan Gubernur Jabar.
Febi mengakui, selama empat hari offline sekitar 70% pengemudi dari sekitar 15.000 anggota Posko di Jabar tidak melayani penumpang. Sedangkan sisanya masih tetap melayani penumpang. "Memang waktu itu sifatnya hanya imbauan, jadi kalau masih ada yang melayani penumpang, tidak masalah," jelasnya.
Pengemudi angkutan online yang tetap beroperasi, lanjut dia, mengalami intimidasi perkataan dari oknum tertentu. Hal itu pun, diakui Feby masih terjadi hingga kemarin. Beberapa pengemudi angkutan online diintimidasi di kawasan PVJ dan BEC, namun tidak sampai kontak fisik.
Menurut dia, tidak sedikit kerugian yang ditanggung pengemudi online akibat berhenti beroperasi empat hari. Bila satu hari pengemudi rata-rata mendapat Rp400.000-500.000, kerugian selama empat hari bisa mencapai Rp1,5 sampai 2 juta per pengemudi.
Menurut dia, berhentinya operasional taksi online selama empat merupakan bentuk dorongan kepada pemerintah untuk segera memberi kepastian terhadap moda transportasi masyarakat. Sejauh ini Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung terkesan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Pemerintah harus segera membuat kepastian. Karena perkembangan teknologi tidak bisa dibendung, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasinya. Masyarakat juga punya hak mau pake konvensional atau online. Tidak bisa batasi hak mereka," jelasnya.
Selama offline, banyak sekali masukan masyarakat. Termasuk dukungan untuk tetap beroperasi. "Karena masukannya sangat banyak, kami akhirnya mengeluarkan petisi. Biar masyarakat jawab ini semua. Mereka bebas memilih," timpal dia.
Sampai sekarang, masyarakat yang ikut menandatangi petisi online telah mencapai 13.000 orang. Nantinya, petisi itu akan disampaikan kepada Presiden RI. Selain itu, dalam waktu dekat pihaknya juga akan mengumpulkan 1 juta tanda tangan, sebagai dukungan masyarakat.
Pantauan KORAN SINDO, selama empat hari offline, banyak keluhan masyarakat mengemuka di media sosial. Mereka ada yang menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung belum mengambil sikap. Ada juga yang mendukung taksi online tetap beroperasi.
Salah seorang warga Bandung Cahyanti mengaku kesulitasn beraktivitas ketika angkutan online tidak beroperasi. Selama ini, moda angkutan itu cukup membantu dalam menunjang aktivitasnya.
"Mau ke stasiun saja susah. Tidak ada yang mau melayani. Sedangkan kalau naik angkutan umum, harus turun naik beberapa kali. Repot bawa barang dan anak," kata dia singkat.
"Walaupun besok sudah mulai online lagi, namun kami meminta kepada para pengemudi agar tetap waspada. Kami khawatir masih ada oknum-oknum tertentu yang masih memancing kericuhan di lapangan," jelasnya, Jumat (13/10/2017).
Diketahui, seruan offline untuk pengemudi angkutan berbasis aplikasi setelah angkutan umum di Bandung raya mengancam akan menggelar mogok selama empat hari. Namun rencana mogok urung dilakukan, setelah perwakilan pengusaha angkutan dan sopir menggelar audiensi dengan Gubernur Jabar.
Febi mengakui, selama empat hari offline sekitar 70% pengemudi dari sekitar 15.000 anggota Posko di Jabar tidak melayani penumpang. Sedangkan sisanya masih tetap melayani penumpang. "Memang waktu itu sifatnya hanya imbauan, jadi kalau masih ada yang melayani penumpang, tidak masalah," jelasnya.
Pengemudi angkutan online yang tetap beroperasi, lanjut dia, mengalami intimidasi perkataan dari oknum tertentu. Hal itu pun, diakui Feby masih terjadi hingga kemarin. Beberapa pengemudi angkutan online diintimidasi di kawasan PVJ dan BEC, namun tidak sampai kontak fisik.
Menurut dia, tidak sedikit kerugian yang ditanggung pengemudi online akibat berhenti beroperasi empat hari. Bila satu hari pengemudi rata-rata mendapat Rp400.000-500.000, kerugian selama empat hari bisa mencapai Rp1,5 sampai 2 juta per pengemudi.
Menurut dia, berhentinya operasional taksi online selama empat merupakan bentuk dorongan kepada pemerintah untuk segera memberi kepastian terhadap moda transportasi masyarakat. Sejauh ini Pemprov Jabar dan Pemkot Bandung terkesan tidak bisa berbuat apa-apa.
"Pemerintah harus segera membuat kepastian. Karena perkembangan teknologi tidak bisa dibendung, tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasinya. Masyarakat juga punya hak mau pake konvensional atau online. Tidak bisa batasi hak mereka," jelasnya.
Selama offline, banyak sekali masukan masyarakat. Termasuk dukungan untuk tetap beroperasi. "Karena masukannya sangat banyak, kami akhirnya mengeluarkan petisi. Biar masyarakat jawab ini semua. Mereka bebas memilih," timpal dia.
Sampai sekarang, masyarakat yang ikut menandatangi petisi online telah mencapai 13.000 orang. Nantinya, petisi itu akan disampaikan kepada Presiden RI. Selain itu, dalam waktu dekat pihaknya juga akan mengumpulkan 1 juta tanda tangan, sebagai dukungan masyarakat.
Pantauan KORAN SINDO, selama empat hari offline, banyak keluhan masyarakat mengemuka di media sosial. Mereka ada yang menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung belum mengambil sikap. Ada juga yang mendukung taksi online tetap beroperasi.
Salah seorang warga Bandung Cahyanti mengaku kesulitasn beraktivitas ketika angkutan online tidak beroperasi. Selama ini, moda angkutan itu cukup membantu dalam menunjang aktivitasnya.
"Mau ke stasiun saja susah. Tidak ada yang mau melayani. Sedangkan kalau naik angkutan umum, harus turun naik beberapa kali. Repot bawa barang dan anak," kata dia singkat.
(wib)