Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten Tinggi
A
A
A
SERANG - Sebanyak 442 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Banten, sejak 2010-September 2017. Hal tersebut diungkapkan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten Adde Rosi Khoerunnisa.
"Mengingat cukup tingginya kasus kekerasan, maka P2TP2A tergerak untuk melakukan program-program, selain penanganan kasus, juga melaksanakan program yang ditujukan untuk pencegahannya," kata Adde di Pendopo Gubernur Banten, Kamis (12/10/2017).
Dia menyebutkan, sejak tahun 2010 sampai dengan September 2017 ini ada 442 kasus, yang terdiri dari KDRT 154 kasus, perlindungan/penelantaran anak 96 kasus, dan kekerasan seksual 100 kasus.
Kemudian, penelantaran perempuan sebanyak 55 kasus, trafficking atau perdagangan perempuan dan anak sebanyak 18 kasus, perlindungan tenaga kerja sembilan kasus, perebutan hak asuh anak 11 kasus, kekerasan fisik di bawah umur tiga kasus.
"Dari jumlah kasus tersebut terdapat 182 kasus anak yang menjadi korban dan sebanyak 33 kasus adalah pelaku anak atau anak yang berhadapan dengan hukum," ujarnya.
Selama ini, pihaknya sudah melakukan upaya, baik pelayanan pengaduan, pelayanan medis, pelayanan konseling psikologis dan sosial, serta pelayanan konseling dan pendampingan hukum.
Selain itu, peningkatan derajat kehidupan eks korban melalu pemberdayaan ekonomi dan pendidikan sudah dilakukan. "Semua pelayanan ini sifatnya gratis," tegasnya.
"Mengingat cukup tingginya kasus kekerasan, maka P2TP2A tergerak untuk melakukan program-program, selain penanganan kasus, juga melaksanakan program yang ditujukan untuk pencegahannya," kata Adde di Pendopo Gubernur Banten, Kamis (12/10/2017).
Dia menyebutkan, sejak tahun 2010 sampai dengan September 2017 ini ada 442 kasus, yang terdiri dari KDRT 154 kasus, perlindungan/penelantaran anak 96 kasus, dan kekerasan seksual 100 kasus.
Kemudian, penelantaran perempuan sebanyak 55 kasus, trafficking atau perdagangan perempuan dan anak sebanyak 18 kasus, perlindungan tenaga kerja sembilan kasus, perebutan hak asuh anak 11 kasus, kekerasan fisik di bawah umur tiga kasus.
"Dari jumlah kasus tersebut terdapat 182 kasus anak yang menjadi korban dan sebanyak 33 kasus adalah pelaku anak atau anak yang berhadapan dengan hukum," ujarnya.
Selama ini, pihaknya sudah melakukan upaya, baik pelayanan pengaduan, pelayanan medis, pelayanan konseling psikologis dan sosial, serta pelayanan konseling dan pendampingan hukum.
Selain itu, peningkatan derajat kehidupan eks korban melalu pemberdayaan ekonomi dan pendidikan sudah dilakukan. "Semua pelayanan ini sifatnya gratis," tegasnya.
(zik)