Alih Fungsi Lahan Marak, Demiz Ingatkan Bupati Patuhi RDTR

Kamis, 05 Oktober 2017 - 15:20 WIB
Alih Fungsi Lahan Marak, Demiz Ingatkan Bupati Patuhi RDTR
Alih Fungsi Lahan Marak, Demiz Ingatkan Bupati Patuhi RDTR
A A A
BANDUNG - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) mengingatkan seluruh bupati/wali kota di Jabar mematuhi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) saat menerbitkan izin pemanfaatan lahan, khususnya untuk kawasan industri.

Peringatan tersebut disampaikan Demiz, sapaan akrab Deddy Mizwar, menyusul maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri yang tidak mengacu pada RDTR.

Alih fungsi lahan ilegal tersebut mengakibatkan susutnya hasil produksi pertanian dan rusaknya lingkungan di Jabar.

Menurut Demiz, luas lahan pertanian dan kawasan hijau di Jabar kini terus menyusut. Kondisi tersebut mengancam ketahanan pangan masyarakat Jabar.

Demiz mencontohkan, lahan pertanian di Rancaekek, Kabupaten Bandung, yang rusak akibat beralih fungsi menjadi kawasan industri.

"Harus jadi pelajaran itu, jangan sampai menjadikan lahan kita ini sesuatu yang menjadi sumber manipulasi," tegas Demiz kepada wartawan, Kamis (5/10/2017).

Contoh lainnya, lanjut Demiz, yakni alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri di Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Demiz meragukan izin industri di kawasan tersebut mengacu pada RDTR Kabupaten Cianjur.

"Pertanyaannya, apakah semua pabrik itu punya izin tempat yang tepat untuk perizinan industri, provinsi tidak pernah mengizinkan, itu kabupaten. Hati-hati nih kepala daerah banyak yang masuk (penjara) karena masalah RTRW (rencana tata ruang wilayah) karena alih fungsi lahan ada unsur pidana di sana," papar Demiz.

Demiz melanjutkan, risiko alih fungsi lahan yang tidak disertai perencanaan akan berdampak sistemik, salah satunya krisis pangan akibat lahan pertanian yang terus menyempit. Artinya, kata Demiz, alih fungsi lahan mengakibatkan hasil produksi pertanian berkurang drastis.

"Selama Cianjur punya potensi pertanian harus dipertahankan, boleh ada lahan pertanian yang digunakan, tapi harus ada lahan (pertanian) pengganti," jelasnya.

Demiz mengakui, pembangunan industri berdampak positif terhadap terbukanya peluang kerja bagi masyarakat setempat. Namun, Demiz kembali mengingatkan, dalam jangka panjang, alih fungsi lahan pertanian menjadi industri menyebabkan kemampuan pemenuhan produksi pangan semakin menurun.

"Semakin banyak orang, tapi lahan tidak bertahan, nanti ujung-ujungnya tergantung ke bangsa lain. Kelihatannya memang enak diawal, ada serapan tenaga kerja, tapi ujungnya kelaparan, itu gak boleh terjadi. Jadi betul tata ruang itu menjadi penting, kita lihat saja Ciranjang itu macetnya karena bubaran pabrik," bebernya.

Lebih jauh Demiz mengatakan, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri juga tak lepas dari rendahnya daya jual hasil produksi pertanian petani lokal. Akibatnya, banyak petani yang menjual lahannya kepada pemilik industri.

"Ini yang menjadi keluhan petani, sehingga kesejahteraan petani mesti ditingkatkan agar gairah petani memproduksi hasil pertanian pun meningkat. Jika tidak, alih fungsi lahan pertanian menjadi industri akan makin marak," jelasnya.

Demiz juga menyoroti fungsi balai-balai pertanian yang ada di setiap daerah. Keberadaan balai-balai tersebut harus mendatangkan manfaat bagi petani setempat, seperti membantu petani untuk mendapatkan benih berkualitas hingga mengatasi serangan hama.

"Dengan benih berkualitas, hasil panennya juga bertambah. Tidak hanya itu, bisa juga mendorong petani untuk mengembangkan beras-beras organik yang bernilai jual tinggi. Dengan begitu, kesejahteraan petani pun meningkat," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5892 seconds (0.1#10.140)