Buni Yani Dituntut Dua Tahun Penjara
A
A
A
Terdakwa kasus ujaran kebencian Buni Yani, dituntut hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta atau subsidair tiga bulan kurungan di Pengadilan Negeri Bandung. Buni Yani dinilai terbukti melanggar Pasal 32 ayat 1 Undang-undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Surat tuntutan dibacakan secara bergiliran oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Andi M Taufik dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (3/10/2017).
Tuntutan tersebut didasarkan JPU dari Kejari Depok ini, atas fakta-fakta hukum dan keterangan saksi-saksi di persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim M Saptono.
Beberapa fakta hukum yang terungkap di persidangan di antaranya, dalam postingan Buni Yani di akun Facebook miliknya, terjadi penambahan keterangan berupa kata-kata, "penistaan agama". Terdakwa juga menambahkan kata-kata, "bapak ibu pemilih muslim dibohongi Surat Al Maidah 51 dan masuk neraka, bapak ibu juga dibodohi".
Selain itu, ujar Andi M Taufik, terdakwa dalam postingannya juga melakukan pengurangan dengan menghilangkan kata "pakai". Bahkan terdakwa mengunggah video yang telah dikurangi durasi video asli 1 jam 44 menit 33 detik menjadi hanya 30 detik.
Video editan itu merupakan potongan dari video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2017.
Akibat postingan itu, kata Andi, memicu kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Postingan tersebut juga menimbulkan kegaduhan baik di media sosial, media massa, serta memicu aksi-aksi demonstrasi. Bahkan unggahan terdakwa mengancam keutuhan bangsa.
"Saksi Ahok dalam BAP menyatakan sangat dirugikan oleh postingan Buni Yani. Akibat postingan itu, saksi Ahok ditolak kampanye di beberapa tempat dan bahkan keselamatan Ahok serta keluarganya telah dituduh menistakan agama," kata Andi.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan keterangan saksi di persidangan, ujar Andi, JPU berkesimpulan, terdakwa Buni Yani secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat, tak mnyesali perbuatannya, tak berlaku sopan, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum.
"Karena itu kami meminta majelus hakim menyatakan terdakwa Buni Yani bersalah karena melanggar UU ITE. Kami meminta majelus hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan penjara. Kami juga meminta terdakwa Buni Yani dipenjara," kata Andi M Taufik.
Seusai pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim M Saptono mengatakan, terdakwa punya hak untuk menyampaikan pembelaan atau pleidoi.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian menyatakan akan menyampaikan pembelaan dua minggu ke depan.Namun permintaan itu ditolak oleh majelis hakim karena terlalu lama. Sedangkan persidangan kasus ini ditarget selesai akhir Oktober 2017. "Belum lagi kita akan menggelar sidang replik duplik," kata Saptono.
Terdakwa Buni Yani pun mengajukan permohonan serupa. "Karena tuntutan ini cukup berat, rasanya tidak cukup kalau diberi waktu satu minggu untuk menyusun pembelaan. Karena itu, saya memohon waktu dua minggu untuk mengajukan pleidoi," kata Buni.
Akhirnya M Saptono mengabulkan permohonan terdakwa dan kuasa hukumnya. "Baiklah sidang pleidoi akan digelar pada Selasa 17 Oktober 2017. Pada tanggal itu, penasihat huium harus siap. Kalau tidak siap, berarti pleidoi dianggap tidak ada," tandas Saptono.
Surat tuntutan dibacakan secara bergiliran oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Andi M Taufik dalam persidangan di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Selasa (3/10/2017).
Tuntutan tersebut didasarkan JPU dari Kejari Depok ini, atas fakta-fakta hukum dan keterangan saksi-saksi di persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim M Saptono.
Beberapa fakta hukum yang terungkap di persidangan di antaranya, dalam postingan Buni Yani di akun Facebook miliknya, terjadi penambahan keterangan berupa kata-kata, "penistaan agama". Terdakwa juga menambahkan kata-kata, "bapak ibu pemilih muslim dibohongi Surat Al Maidah 51 dan masuk neraka, bapak ibu juga dibodohi".
Selain itu, ujar Andi M Taufik, terdakwa dalam postingannya juga melakukan pengurangan dengan menghilangkan kata "pakai". Bahkan terdakwa mengunggah video yang telah dikurangi durasi video asli 1 jam 44 menit 33 detik menjadi hanya 30 detik.
Video editan itu merupakan potongan dari video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2017.
Akibat postingan itu, kata Andi, memicu kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Postingan tersebut juga menimbulkan kegaduhan baik di media sosial, media massa, serta memicu aksi-aksi demonstrasi. Bahkan unggahan terdakwa mengancam keutuhan bangsa.
"Saksi Ahok dalam BAP menyatakan sangat dirugikan oleh postingan Buni Yani. Akibat postingan itu, saksi Ahok ditolak kampanye di beberapa tempat dan bahkan keselamatan Ahok serta keluarganya telah dituduh menistakan agama," kata Andi.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan keterangan saksi di persidangan, ujar Andi, JPU berkesimpulan, terdakwa Buni Yani secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat, tak mnyesali perbuatannya, tak berlaku sopan, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum.
"Karena itu kami meminta majelus hakim menyatakan terdakwa Buni Yani bersalah karena melanggar UU ITE. Kami meminta majelus hakim menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair tiga bulan penjara. Kami juga meminta terdakwa Buni Yani dipenjara," kata Andi M Taufik.
Seusai pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim M Saptono mengatakan, terdakwa punya hak untuk menyampaikan pembelaan atau pleidoi.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian menyatakan akan menyampaikan pembelaan dua minggu ke depan.Namun permintaan itu ditolak oleh majelis hakim karena terlalu lama. Sedangkan persidangan kasus ini ditarget selesai akhir Oktober 2017. "Belum lagi kita akan menggelar sidang replik duplik," kata Saptono.
Terdakwa Buni Yani pun mengajukan permohonan serupa. "Karena tuntutan ini cukup berat, rasanya tidak cukup kalau diberi waktu satu minggu untuk menyusun pembelaan. Karena itu, saya memohon waktu dua minggu untuk mengajukan pleidoi," kata Buni.
Akhirnya M Saptono mengabulkan permohonan terdakwa dan kuasa hukumnya. "Baiklah sidang pleidoi akan digelar pada Selasa 17 Oktober 2017. Pada tanggal itu, penasihat huium harus siap. Kalau tidak siap, berarti pleidoi dianggap tidak ada," tandas Saptono.
(sms)