Jaring Nelayan Rusak, Pertamina Tolak Ganti Rugi
A
A
A
KARAWANG - Pertamina tolak memberikan ganti rugi atas kerusakan jaring nelayan akibat ditabrak kapal service pipa bawah laut, di Pusaka Jaya Utara, Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, 11 September lalu.
Alasannya kerusakan jaring rajungan milik enam nelayan itu bukan kesalahan Pertamina namun karen kelalaian nelayan. Jaring nelayan yang ditabrak kapal PT. Timas Suplindo, rekanan Pertamina itu, dipasang di area terbatas terlarang objek vital nasional sejauh 500 meter.
"Kami sudah melakukan verifikasi terkait laporan nelayan yang mengaku jaringnya rusak karena aktivitas kapal PT. Timas Suplindo. Namun saat diverikasi laporan tersebut tidak bisa dibuktikan jika kerusakan jaring nelayan akibat kesalahan kita. Meski begitu kita tetap peduli dengan kejadian yang menimpa nelayan dengan memberikan kerohiman," Relation Manager, PHE ONJW Pertamina, Ifki Sukarya, Selasa (26/9/2017).
Menurut Ifki tim verifikasi yang terdiri dari PHE ONJW Pertamina, PT. Timas Suplindo, Dinas Perikanan dan Kelautan Karawang, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Karawang, Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Tokoh Nelayan Sedari, dan nelayan yang melaporkan. " Hasilnya sudah diketahui semua pihak bahwa kerusakan jaring nelayan itu bukan kesalahan kita," katanya.
Sebelumnya enam nelayan dari Desa Sedari Kecamatan Cibuaya, Karawang mendatangi kantor Pertamina Hulu Energi Offshore Nort West Java (PHE ONJW) di Karawang, karena jaring rajungan yang ditebar di dekat proyek Pertamina rusak ditabrak kapal PT. Timas Suplindo.
Nelayan ini menuntut Pertamina memberikan ganti rugi. "Kesalahan ini bukan dari kami tapi dari pihak Pertamina makanya kami menuntut ganti rugi," kata Acim, salah seorang nelayan.
Menurut Acim, mereka berani menebar jaring ditempat biasa mencari rajungan di dekat proyek Pertamina karena saat itu sudah tidak ada kapal besar yang melakukan kegiatan service pipa bawah laut.
Apalagi disaat bersamaan juga tida ada kapal penjaga yang biasa menghalau jika nelayan datang. "Pukul 22.00 WIB malam kami menebar jaring, tapi ketika pagi kita mau ambil, jaring kami hanya tersisa beberapa meter dalam kondisi rusak. Pagi itu juga kami melihat kapal besar ada di sana sedang melakukan kegiatan," kata Acim.
Acim mengaku sudah tiga minggu tidak melaut karena jaringnya rusak. Dia meminta Pertamina memberikan ganti rugi atas jaringnya yang rusak serta biaya hidup selama menganggur." Kita tidak mau disalahkan oleh Pertamina pokoknya kami harus mendapat ganti rugi karena itu bukan kesalahan kami," pungkasnya.
Alasannya kerusakan jaring rajungan milik enam nelayan itu bukan kesalahan Pertamina namun karen kelalaian nelayan. Jaring nelayan yang ditabrak kapal PT. Timas Suplindo, rekanan Pertamina itu, dipasang di area terbatas terlarang objek vital nasional sejauh 500 meter.
"Kami sudah melakukan verifikasi terkait laporan nelayan yang mengaku jaringnya rusak karena aktivitas kapal PT. Timas Suplindo. Namun saat diverikasi laporan tersebut tidak bisa dibuktikan jika kerusakan jaring nelayan akibat kesalahan kita. Meski begitu kita tetap peduli dengan kejadian yang menimpa nelayan dengan memberikan kerohiman," Relation Manager, PHE ONJW Pertamina, Ifki Sukarya, Selasa (26/9/2017).
Menurut Ifki tim verifikasi yang terdiri dari PHE ONJW Pertamina, PT. Timas Suplindo, Dinas Perikanan dan Kelautan Karawang, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Karawang, Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Tokoh Nelayan Sedari, dan nelayan yang melaporkan. " Hasilnya sudah diketahui semua pihak bahwa kerusakan jaring nelayan itu bukan kesalahan kita," katanya.
Sebelumnya enam nelayan dari Desa Sedari Kecamatan Cibuaya, Karawang mendatangi kantor Pertamina Hulu Energi Offshore Nort West Java (PHE ONJW) di Karawang, karena jaring rajungan yang ditebar di dekat proyek Pertamina rusak ditabrak kapal PT. Timas Suplindo.
Nelayan ini menuntut Pertamina memberikan ganti rugi. "Kesalahan ini bukan dari kami tapi dari pihak Pertamina makanya kami menuntut ganti rugi," kata Acim, salah seorang nelayan.
Menurut Acim, mereka berani menebar jaring ditempat biasa mencari rajungan di dekat proyek Pertamina karena saat itu sudah tidak ada kapal besar yang melakukan kegiatan service pipa bawah laut.
Apalagi disaat bersamaan juga tida ada kapal penjaga yang biasa menghalau jika nelayan datang. "Pukul 22.00 WIB malam kami menebar jaring, tapi ketika pagi kita mau ambil, jaring kami hanya tersisa beberapa meter dalam kondisi rusak. Pagi itu juga kami melihat kapal besar ada di sana sedang melakukan kegiatan," kata Acim.
Acim mengaku sudah tiga minggu tidak melaut karena jaringnya rusak. Dia meminta Pertamina memberikan ganti rugi atas jaringnya yang rusak serta biaya hidup selama menganggur." Kita tidak mau disalahkan oleh Pertamina pokoknya kami harus mendapat ganti rugi karena itu bukan kesalahan kami," pungkasnya.
(nag)